Jika Anda belum pernah mendengar tentang bertelinga biawak, Anda tidak sendirian: satwa misterius ini memang luput dari perhatian publik, karena memang secara alami, satwa ini tidak muncul di siang hari, dan membangun sarang di bawah tanah. Namun setidaknya sejak 2 tahun terakhir, reptil ini mulai populer di seluruh dunia berkat foto-fotonya yang diunduh di media sosial.
Ya, inilah biawak tak bertelinga (Lanthanotus borneensis), atau dalam Bahasa Inggris dinamakan earless monitor lizard. Biawak ini menjadi satu-satunya anggota dari famili Lanthanotidae yang hanya ditemui (endemik) di Kalimantan.
Sejak penemuan pertamanya pada tahun 1877, semua catatan keberadaan biawak tak bertelinga tersebut merujuk ke Sarawak (Borneo, Malaysia). Penemuan “fosil hidup” belakangan ini ditemukan di sebuah kebun sawit yang sedang dibangun di hutan Tembawang, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat, yang ‘memperluas’ distribusi populasinya hingga ke arah selatan Kalimantan. Bukan tidak mungkin, spesies ini akan ditemukan di tempat lain di Kalimantan.
Para peneliti sering menjulukinya living fossil karena hewan ini masih ada dikala hewan-hewan lain yang ‘seumuran’ sudah banyak yang punah.
Sejak tahun 1877 hingga 1961, hanya 12 spesimen yang telah ditemukan dan hanya sekitar 100 dari kadal ini yang pernah dikumpulkan. Sebagian besar informasi yang dipublikasikan tentang Lanthanotus borneensis hanya berdasarkan laporan observasi perilaku spesimen tunggal yang disimpan di penangkaran dan sedikit saja yang diketahui tentang perilakunya di habitat aslinya.
Semiaquatik dan Nocturnal
Biawak tak bertelinga dapat ditemukan di daerah dekat dengan sungai, karena merupakan hewan semiaquatik atau kadang-kadang hidup di air kadang di darat. Karena nocturnal alias hewan yang aktif pada malam hari, sehingga sangat jarang muncul. Oleh karena itu membuatnya menjadi masih menjadi hewan yang misterius, karena perilaku atau kebiasan hidupnya kurang bisa diamati.
Ciri umum satwa ini adalah tidak ada lipatan gular, hidung tumpul dan tidak adanya telinga eksternal atau indra pendengaran lain yang terlihat, meski tentu saja tetap bisa mendengar. Panjang tubuhnya bisa mencapai 45 cm hingga 55 cm. Selain itu, kelopak matanya transparan dan letaknya yang lebih rendah daripada biawak atau kadal jenis lain.
Ciri yang paling mudah dilihat adalah kulit luarnya yang dipenuhi dengan gerigi-gerigi seperti pada buaya, yang tersusun secara teratur berbentuk garis mulai dari bagian kepala sampai pada ekornya yang cukup panjang.
Warna kulit hewan ini adalah coklat tua pada bagian atas dan berwarna coklat agak muda pada bagian perutnya. satwa ini memiliki empat kaki di depan dan belakang, dan di setiap kakinya terdapat lima jari dengan kuku yang tajam. Biawak tak bertelinga merupakan reptil’ yang berkembangbiak dengan cara bertelur.
Para ahli memperkirakan bahwa rentang populasi biawak tak bertelinga ini mungkin hanya ada di Serawak (Malaysia) dan Kalimantan Barat. Meski begitu, kurangnya penelitian dan pengetahuan mengenai satwa misterius ini, termasuk pola penyebaran, dan jumlah populasinya, menyebabkannnya kesulitan memastikan penyebarannya.
Satwa ini juga tidak (belum) masuk dalam daftar IUCN Redlist pada 2012. Yang jelas, alih fungsi hutan yang menjadi habitatnya yang terus berlangsung hingga kini, mengancam populasinya. Penemuan-penemuan satwa ini di mendatang bisa jadi tidak terdokumentasikan.
Ada baiknya, pihak swasta (industri pemanfaatan hutan) bisa berperan penting dalam proses identifikasi satwa seperti biawak tak bertelinga yang informasi tentangnya sangat terbatas hingga kini.