Walhi Jabar : KPK Harus Investigasi Kasus Pertambangan Pasir. Kenapa?

Pengadilan Negeri Tasikmalaya, Jawa Barat, pada awal Oktober 2014, telah memvonis pemilik PT ASAM, Martin Frederick untuk kasus penambangan pasir ilegal dengan vonis ringan yaitu delapan bulan penjara dengan masa percobaaan dan denda Rp 10 juta subsider dua bulan kurungan. Martin didakwa melanggar pasal pasa 158 Undang-undang No.4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Banyak pihak menilai vonis tersebut sangat ringan dan tidak membuat efek jera bagi banyak pelaku penambangan ilegal pasir di kawasan Jawa Barat bagian selatan.

“Kita melihat vonis ini merupakan pelecehan terhadap upaya penegakan hukum lingkungan hidup dan tidak memberikan efek jera. Vonis tersebut sangat mengecewakan. Kalau kita periksa kasus itu,  vonis minimal 3 tahun karena melanggar tata ruang wilayah, merusak lingkungan, ekonomi dan sosial,” kata Direktur Eksekutif Walhi Jabar, Dadan Ramdan, yang dihubungi Mongabay.

Seharusnya, kata Dadan, hakim mempertimbangkan tidak hanya menggunakan UU No. 4 / 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, tetapi juga UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU  No.26/2007 tentang Penataan Ruang.

Ringannya vonis tersebut membuktikan bahwa Pengadilan Negeri Tasikmalaya menjadi bagian dari masalah upaya penegakan hukum lingkungan.

Dadan mengatakan ada dugaan yang sangat kuat terjadi kongkalikong antara pengusaha dengan pemda setempat terkait pertambangan pasir besi.  “Meski kita belum dapat bukti, tapi kita lihat ada praktek kongkalikong yang luar biasa, dimana mafia izin pertambangan sangat berkuasa, yang melibatkan unsur masyarakat, pengusaha dan pemda,” katanya.

Oleh karena itu, Walhi Jabar mendukung rencana Pemerintah Provinsi Jabar untuk mengevaluasi pertambangan pasir dan meminta bantuan Komisi Pemberantasan Korupsi  (KPK) untuk melakukan investigasi terhadap kasus tersebut karena ada unsur kerugian negara yang cukup besar, sekitar Rp 8,3 triliun.

“Kita mendukung apa yang dilakukan Pemprov. Kita sepakat dengan Wagub Jabar, untuk meminta dan mendesak KPK turun ke lapangan melakukan investigasi indikasi gratifikasi suap pada proses perizinan di Jabar selatan, yang mengakibatkan uang tidak masuk ke kas Pemda, tapi masuk ke oknum,” lanjut Dadan.

Walhi Jabar sudah lama mengawasi kasus penambangan pasir yang marak di enam kabupaten, yaitu Sukabumi, Cianjur, Garut, Tasikmalaya, Ciamis dan Pengandaran. Pertambangan pasir ini, selain merugikan keuangan negara, juga mengakibatkan konflik sosial, kerugian ekonomi dan kerusakan lingkungan yang parah.

Walhi Jabar juga menolak SK Menteri ESDM No. 1204/K/30/MEM/2014 tentang Penetapan Wilayah Pertambangan Pulau Jawa dan Bali, yang mencakup potensi usaha pertambangan pasir di Jabar bagian selatan.

Dadan melihat SK Menteri ESDM ini akan menimbulkan kerusakan ekologis dan konflik sosial yang luar biasa, selain alih fungsi lahan, hutan dan pertanian menjadi areal pertambangan.

Penambangan pasir yang membabi buta telah merusak lingkungan dan menimbulkan konflik sosial di masyarakat. “Terjadi kerusakan yang sangat parah di pesisir pantai selatan Jabar, habitat ekosistem pantai rusak. Sempadan dan badan sungai juga rusak. Lahan masyarakat rusak akibat bekas tambang pasir sedalam 10 meter, padahal persis di pinggirnya ada pemukiman masyarakat,” jelas Dadan.

Selain itu, lahan pertanian pangan seperti palawija, kayu dan kelapa juga hilang berubah menjadi lahan galian tambang pasir.

Dua eksavator beroperasi memindahkan material pasir bercampur batuan (sirtu) ke truk pengangkut

Dadan mengatakan Walhi telah melaporkan kasus pertambangan pasir ini ke Kementerian ESDM dan Kementerian Lingkungan Hidup sejak 2011, tetapi tidak mendapatkan tanggapan.

Wagub Jabar Kecewa

Wakil Gubernur Jabar, Deddy Mizwar merasa sangat kecewa terhadap putusan Pengadilan Negeri Tasikmalaya terhadap kasus Martin Frederick.

“Kita akan evaluasi putusan sidang pasir besi di Tasikmalaya, masa hukumannya 2 bulan dan denda Rp 10 juta, sementara kerusakan sangat besar. Kalau begitu keputusannya, nanti tidak ada efek jera buat pelaku dan tidak ada dampak terhadap lingkungan,” kata Deddy Mizwar di Gedung Sate, Bandung, pada Jumat (03/10/2014).

Padahal, terdakwa tersebut telah merusak lingkungan di wilayah Cipatujah dan Cikalong, Tasikmalaya, dan patut menerima hukuman maksimal sepuluh tahun penjara dan denda paling banyak Rp 10 miliar.

Wagub menduga ada kongkalikong dalam putusan PN Tasikmalaya. “Jangan-jangan ada udang di balik kelapa,” katanya.

Wagub menjelaskan kerugian akibat kerusakan pertambangan pasir di Jabar selatan mencapai Rp 8,3 triliun. Namun, PN Tasikmalaya hanya menyebutkan kerugian negara akibat kasus itu hanya Rp 800 juta sebagai dasar vonis. Sedangkan kerusakan lingkungan akibat galian pasir diperkirakan mencapai lebih dari Rp10 miliar.

Oleh karena itu, Pemprov Jabar berencana melakukan banding terhadap vonis PN Tasikmalaya tersebut dan akan meminta bantuan KPK untuk ikut menangani kasus penambangan pasir ilegal.

KPK bakal diminta mengaudit kerusakan lingkungan dan proses pemberian izin pertambangan pasir.

“Jabar itu jadi surga bagi pelanggar peraturan, surga bagi orang yang tidak taat aturan. Di sini ada pasir, batu, dan lainnya. Ini baru masalah lingkungan dan mineral, belum yang lainnya. Tidak boleh ada stigma seperti itu, apalagi menyangkut kerugian negara. Jadi kalau ada KPK, nanti akan lebih kompak,” katanya.

Tersangka Lima Perusahaaan

Sebelumnya, Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jabar, pada awal September 2014 telah menetapkan empat tersangka dengan lima perusahaan pada kasus tambang pasir ilegal di Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi.

“Lima perusahaan yaitu PT TM, CV ASAM, CV KS, PT CKM dan PDUP Kabupaten Tasikmalaya telah dinaikan statusnya ke proses penyidikan. Ada empat tersangka yakni ZNW (Direktur PT TM), MF (Direktur PT ASAM), KU (Direktur CV KSL) dan DE (Direktur PT CKM). Ancaman hukumannya maksimal sepuluh tahun penjara dan denda paling banyak 10 miliar rupiah,” kata Kabidhumas Polda Jabar Kombes Pol Martinus Sitompul melalui keterangan tertulis, Rabu (10/9/2014).

Untuk itu, Kepolisian telah menyita lima unit excavator, empat unit loader, lima unit separator, dua unir genset, konsentrat pasir besi severat 8.508,24 ton, sekitar 1.000 ton raw material, dokumen kelengkapan perjalanan dan pengiriman konsentrat pasir besi dari Tasikmalaya ke Cilacap, Jateng, sebagai barang bukti.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,