,

BKSDA Sumsel Robohkan 10 Rumah Warga di SM Dangku

Saat enam masyarakat adat Tungkalulu dan Dawas disidangkan menunggu putusan Pengadilan Negeri Palembang terkait dakwaan terhadap mereka sebagai perambah Suaka Margasatwa (SM) Dangku Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, BKSDA merobohkan 10 rumah warga yang dibangun di SM Dangku.

Tindakan tersebut dibenarkan Nunu Anugrah, Kepala BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) Sumsel melalui Sunyoto, Kepala Seksi Konservasi Wilayah I Sumsel.

“Betul, kita terjunkan 300 personil yang terdiri dari tim gabungan BKSDA, Dishut, Polda, dan Brimob. Semua bangunan liar yang didirikan di kawasan SM Dangku akan kita gusur, kita tertibkan,” katanya saat dihubungi Jumat (10/10/2014) malam.

Menurut Sunyoto, penggusuran yang dilakukan tiga hari lalu, tidak dilakukan mendadak. Pendekatan persuasif melalui sosialiasasi dan peringatan agar tidak merusak SM Dangku berulang kali disampaikan kepada warga sejak 2011 lalu.Tapi tidak pernah diindahkan.

Papan larangan yang menyatakan larangan merambah hutan suaka margasatwa sudah dirusak. Patok-patok batas wilayah hilang, dicabut, dan dicuri. “Kita harus bertindak tegas demi melindungi dan menjaga SM Dangku dari perambah dan masyarakat yang mendirikan bangunan liar di kawasan ini,” kata Sunyoto.

BKSDA Sumsel dalam laman bksdasumsel.com mengakui saat ini kondisi kawasan SM Dangku yang ditetapkan melalui SK Menteri Kehutanan seluas 31.752 hektar masih dikelilingi beberapa perusahaan perkebunan sawit, dan hutan tanaman industri (HTI) yang di beberapa tempat masih tumpang tindih, serta adanya perambahan sebagian masyarakat. Di SM Dangku juga terdapat beberapa sumur pengeboran minyak dan gas bumi yang aktif maupun tidak.

Demi perusahaan

Rustandi Ardiansyah, Ketua BPH Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sumsel, menyayangkan penggusuran yang dilakukan BKSDA Sumsel. Menurutnya, seharusnya pendekatan persuasif lebih diutamakan karena hal ini dapat memicu konflik yang lebih luas lagi antara masyarakat adat dengan BKSDA Sumsel.

Saat ini enam masyarakat adat marga Tungkalulu dan Dawas; Muhammad Nur bin Jakfar, Zulkifli bin Dungcik, Samingan bin Jaeni, Ahmad Burhanudin Anwar bin Imam Sutomo, Deddy Suryanto bin Tugimin, serta Sutisna bin Kadis, didakwa melakukan perusakan dan perambahan hutan SM Dangku. Keenamnya tengah menunggu putusan hakim Pengadilan Negeri Palembang yang rencananya akan dibacakan Kamis (16/10/2014) mendatang.

“Persoalan enam masyarakat adat yang ditangkap karena dituduh melakukan perusakan dan perambahan SM Dangku belum selesai di pengadilan. Ini sudah menambah persoalan baru. Seharusnya di-stop dulu semua tindakan. Ada apa di balik ini semua?” tanya Rustandi.

Rustandi mengungkapkan penggusuran rumah warga Rabu (08/10/2014) lalu, yang menurut laporan warga, dilakukan menggunakan alat berat yang diduga milik sebuah perusahaan yang beroperasi di sana.

“Kita tahu di kawasan tersebut terdapat pula enam perusahaan besar yang menguasai ribuan hektar lahan. Ada indikasi penggusuran ini untuk memuluskan kepentingan mereka. Masyarakat adat yang dikorbankan, padahal mereka berpegang pada peta adat. Disana terdapat lahan kebun karet yang sudah tua, adapula makam leluhur mereka,” ujar Rustandi.

Menyikapi perselisihan ini, AMAN Sumsel meminta Bupati dan DPRD Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) tidak diam, namun segera mengambil tindakan membela masyarakat adat.

Dijelaskan Rustandi, status SM Dangku masih diragukan. Sebab bagi masyarakat, sebagian lahan merupakan tanah adat. “Jika pun disebut sebagai hutan suaka, sangat tidak pantas lagi. Satwa sudah habis, hutan sudah habis,” katanya.

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,