Ketika Sungai Komering “Meninggalkan” Warga OKI

Sungai Komering merupakan salah satu sungai kebanggaan masyarakat Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan. Peranan sungai yang panjangnya sekitar 360 kilometer ini, pada masa lalu, bukan sekadar sebagai sumber air bersih, tempat mandi dan mencuci, tetapi juga untuk transportasi perekonomian masyarakat.

Kini, sungai yang berhulu di Danau Ranau, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Selatan, dan berhilir ke Sungai Musi di Palembang, “tampak lelah” melayani kebutuhan hidup masyarakat OKI.

Ruslan (70), tokoh adat Desa Muara Baru, Kecamatan Kayuagung, OKI, mengisahkan dahulu mayoritas masyarakat menjadikan Sungai Komering sebagai sarana transportasi untuk mencari nafkah, seperti dirinya. Dengan menggunakan perahu kajang -perahu tanpa mesin- dirinya bersama masyarakat menjajakan dagangan hingga ke Musi (Kabupaten Musi Banyuasin) selama berbulan-bulan.

“Dulu, kami tidak pernah merasa kekurangan air meskipun musim kemarau seperti sekarang ini. Kualitas airnya pun sangat baik. Lain dengan sekarang, airnya keruh ditambah lagi limbah perusahaan sawit. Masyarakat juga malas memilihara sungai sehingga airnya tidak dapat lagi dikonsumsi sebagai air minum,” kata Ruslan yang ditemui belum lama ini.

Tidak itu saja. Sumur gali yang berada di dekat sungai pun kualitas airnya buruk.”Saat kemarau turut mengering,” ujarnya.

Warga pun terpaksa menggunakan saringan air secara tradisional, dengan membuat lubang di beberapa bagian pada ember yang dimasukkan ijuk, kerikil, pasir serta dilapisi kain karung. “Beginilah cara yang kami lakukan saat kesulitan untuk mendapatkan air bersih, itu pun harus menunggu berjam-jam,” kata Dina, warga Desa Muara Baru.

Sementara, warga yang mampu membeli air bersih dari PDAM harus membayar Rp400 ribu untuk 500 liter.

Penderita diare meningkat

Buruknya kualitas air Sungai Komering berdampak terhadap kesehatan masyarakat. Grafik penderita diare di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kayuagung menunjukkan peningkatan sebesar 30 persen dari jumlah duduk sekitar 765 ribu jiwa. Angka ini terhitung dari Agustus-Oktober 2014 atau selama musim kemarau.

Namun, RSUD Kayuagung belum bisa memastikan berapa jumlah pastinya. “Pasien diare meningkat sekitar 30 persen dari biasanya, tapi kita belum mendata secara terperinci berapa jumlahnya. Yang jelas meningkat, ” ujar dr. Fikram, Direktur RSUD Kayuagung.

Berdasarkan data sebelumnya, Mei 2014, penderita diare di OKI sebanyak 51 orang, dan Juni 2014 meningkat 66 pasien. Sebagian besar penderitanya anak-anak.

Menurut Fikram, penyakit diare ini kebanyakan menyerang anak-anak dan remaja atau usia di bawah 15 tahun. “Kebersihan lingkungan rumah yang tidak terjaga, terutama untuk kebutuhan makanan dan air minum yang kurang bersih, juga menjadi penyebab terjangkit diare.”

HM Lubis, Kepala Dinas Kesehatan OKI, menjelaskan peningkatan jumlah penderita diare bukan hanya tercatat di RSUD Kayuagung, juga pada hampir seluruh Puskesmas (pusat kesehatan masyarakat) di OKI. Jumlah puskesmas di OKI sendiri sebanyak 25 unit, yang tersebar di 18 kecamatan.

“Jumlah pasien diare yang berobat ke Puskesmas juga meningkat, untuk itu kita himbau kepada masyarakat untuk tidak mengkonsumsi air sungai,” ujarnya, yang juga belum mau menyebutkan angka pastinya.

Perkebunan sawit sebabkan pencemaran?

Buruknya kualitas air Sungai Komering terjadi sejak beberapa tahun lalu. Desember 2012, ratusan ikan dari berbagai jenis seperti baung, nila, dan bawal mendadak mati. Sebagian warga menilai kematian ikan-ikan itu tersebut karena air sungai yang tercemar limbah perusahaan perkebunan sawit yang berada di bagian hulu sungai.

Soal dugaan tersebut, Husin Asnawi, Kepala Bidang Pengkajian Dampak Lingkungan Hidup, Badan Lingkungan Hidup (BLH) OKI, menjelaskan pihaknya belum dapat memastikan kualitas air Sungai Komering. Karena, belum dilakukan penelitian. Namun, kata dia, berdasarkan hasil pengkajian semester I yang dilakukan Juni 2014, kualitas air Sungai Komering berstatus baik. “Semester II ini belum dilakukan riset, jadi tidak bisa diberitahukan statusnya,” jelasnya.

Mengenai ikan yang mati 2012 lalu, itu disebabkan meningkatnya keasaman (PH) air Sungai Komering akibat peralihan musim, dari kemarau ke penghujan. Curah hujan yang meningkat, menyebabkan air dari rawa meluap dan masuk ke sungai. “Saat air rawa masuk, bukan hanya membawa kotoran tetapi juga rumput-rumputan, sehingga air sungai tercemar,” katanya.

Sementara, mengenai masyarakat yang menderita diere akibat mengkonsumsi air sungai, pihaknya belum mendapatkan laporan. “Kita akan adakan pengecekan terhadap air sungai tersebut.”

Berharap pengerukan

Kondisi Sungai Komering, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) yang kian memprihatinkan, membuat masyarakat yang yang tinggal di sepanjang sungai berharap pemerintah segera melakukan pengerukan.

“Sudah seharusnya Sungai Komering dikeruk mengingat kondisinya yang dangkal. Airnya juga sudah tercemar limbah rumah tangga yang mengakibatkan ikan mati,” ujar Suhaimi, warga Sirah Pulau Padang.

”Sekitar 80 persen masyarakat masih menggunakan air sungai ini untuk kehidupan sehari-hari. Masyarakat juga berharap adanya program air bersih, sehingga mereka tidak bergantung pada air sungai,” ujarnya.

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,