, ,

Berkonflik Lahan dengan Dinas Kehutanan, Warga Sinjai Ditangkap

Sore itu, Senin (13/10/14), sekitar pukul 15.00, Bahtiar (40) sedang duduk melepas lelah di ruang tamu rumahnya, di Desa Turungan Baji, Kecamatan Sinjai Barat, Sinjai, Sulawesi Selatan. Dia baru pulang dari ladang. Tiba-tiba tujuh orang berseragam polisi menyambangi membawa surat perintah penangkapan.

Tanpa melawan, Bahtiar mengikuti keinginan ketujuh polisi dari Resort Sinjai ini.  Salah seorang menyatakan alasan penangkapan demi kepentingan penyelidikan atas dugaan tindak pidana “menebang pohon di dalam kawasan hutan produksi terbatas tanpa izin dari pihak berwenang.”

Upaya penangkapan Bahtiar sudah diperkirakan. Buntut berbagai kejadian-kejadian sebelum ini. Dia menjadi target kepolisian sejak Januari 2014 karena polisi menetapkan sebagai tersangka berdasarkan laporan Dinas Kehutanan.

Nursari, kepala Biro Advokasi Hukum dan Politik Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sulsel, kasus Bahtiar bermula 28 Oktober 2013, Dinas Perkebunan dan Kehutanan Sinjai memanggil dia karena berkebun di yang diklaim masuk kawasan hutan produksi terbatas (HPT).

Bahtiar menolak tudingan karena memiliki pegangan pengelolaan kawasan, yakni, Instruksi Bupati Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pemantauan, Pengawasan, dan Pengendalian Hutan di Sinjai. “Intinya instruksi ini menjadi dasar klaim tanah Bahtiar dan tanah lain di lokasi klaim HPT Disbunhut,” kata Nursari.

Penolakan Bahtiar berbuntut panjang. Disbunhut melaporkan ke polisi. Polisi menetapkan Bahtiar sebagai tersangka berdasar laporan 16 Desember 2013.

Menurut Nursari, penangkapan Bahtiar banyak kejanggalan. Di Desa Turungan Baji ada sekitar 30 keluarga lain berladang di dalam hutan itu, antara lain dua mandor kehutanan. “Anehnya hanya Bahtiar diproses hukum, petani lain tak ada tindakan apapun.”

Berdasarkan pengakuan Bahtiar, sebelum penangkapan mandor hutan di desa meminta jatah hasil panen cengkih dari ladang yang dikelola Bahtiar. Namun tidak digubris. “Setelah Bahtiar menolak memberikan cengkih ke mandor kehutanan inilah tiba-tiba menjadi terlapor di polisi.”

Kejanggalan lain, fakta kawasan yang dikelola Bahtiar memiliki SPPT PBB terbit sejak 1995 dengan obyek pajak berupa bumi bangunan dengan luas 700 meter persegi. SPPT jatuh tempo 28 September 2007.

“Sebelum jatuh tempo, pada 2006, Disbunhut malah klaim tanah 200 hektar. Tanpa sepengetahuan Bahtiar, tanahnya 700 meter masuk kawasan Disbunhut.”

Bahtiar menjalani pemeriksaan polisi. Upaya penangguhan penahanan AMAN Sulsel belum mereka proses. “Katanya menunggu Kapolres sedang di Jakarta. Kita berharap dikabulkan secepatnya.”

Upaya non-litigasi sedang diupayakan, dengan mempertanyakan kepada Disbunhut dasar mereka memasukkan lahan dikelola Bahtiar sebagai HPT. “Kita ingin tahu apakah lahan itu memang HPT, status penetapan seperti apa?”

Penangkapan Bahtiar ternyata menyulut emosi warga Desa Turungan Baji. Beberapa saat setelah itu, warga mendatangi rumah seorang warga yang dicurigai biang penangkapan, meskipun berhasil dicegah karena khawatir konflik horizontal.

Ratusan warga dan mahasiswa tergabung dalam Gerakan Anti Perampasan Tanah Rakyat (Gertak) berencana aksi unjuk rasa menolak penangkapan. Mereka tiga komunitas adat di Sinjai, yaitu Barambang Katute, Turungan Baji dan Karampuang.

Desa Turungan Baji termasuk kawasan adat di Sinjai. Akses ke sini sulit menyebabkan hampir terisolasi. Sebagian besar warga petani. Kawasan hutan yang diklaim sebagai hutan adat telah diambil alih pemerintah dan menjadi hutan lindung. Sejak 1995, hutan ditanami pinus. Akses warga terbatas.

Menurut juru bicara Gertak, Arman Dore, klaim Disbunhut mencakup enam desa, antara lain Turungan Baji, Terasa, Bonto Salama, Bontokatute, Sao Tanre dan Gunung Perak. Sejak 1994, upaya kriminalisasi warga terjadi belasan kali. Korban lain, kepala dusun di Desa Terasa meninggal minum racun setelah mendapat ancaman penangkapan dari polisi hutan tahun 2007.

Kasus terakhir menimpa Najamuddin dari Desa Gunung Perak, Sinjai Barat, awal 2104, dihukum lima bulan karena mengambil kayu di kebun sendiri.

Bahtiar (tengah). AMAN Sulsel berupaya melakukan perlindungan hukum terhadap Bahtiar. Saat ini  diupayakan penangguhan penahanan meski belum mendapat jawaban dari kepolisian. AMAN juga  mempertanyakan klaim Disbunhut Sinjai selama ini terhadap lahan-lahan di sejumlah desa di Kecamatan Sinjai Barat, Sinjai. Foto: AMAN Sulsel
Bahtiar (tengah). AMAN Sulsel berupaya melakukan perlindungan hukum terhadap Bahtiar. Saat ini diupayakan penangguhan penahanan meski belum mendapat jawaban dari kepolisian. AMAN juga mempertanyakan klaim Disbunhut Sinjai selama ini terhadap lahan-lahan di sejumlah desa di Kecamatan Sinjai Barat, Sinjai. Foto: Gertak
Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,