, , ,

Kala ‘Rumah’ Jadi Kebun Sawit, Ular Sawah Bebekpun Menderita. Mengapa?

Lahan sawah organik itu berubah menjadi kebun sawit. Ularpun kehilangan rumah. Perusahaan sawit mengadakan ajang berburu ular. Mereka ditangkap, dibunuh, dikuliti dan dipotong-potong lalu dijual…

“Itu ularnya. Tangkap, pukul kepalanya tapi jangan rusak badan ya. Awas mbelit, ini ngelawan.” Suara riuh ini dari Desa Bandar Pasir Mandoge, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara, Minggu (12/10/14).

Tampak pemuda dan sekuriti perusahaan sawit PT Doge-Doge, membawa kayu dan goni beras. Mereka berlari di kebun sawit yang berkonflik dengan masyarakat adat.  Mereka mengejar seekor ular lumayan besar.

“Dapat, awas digigit ya. Wah ular sawah bebek. Mantab ini, mahal, ” teriak Ardian, mengeluarkan sebilah pisau. Ular belang kekuning-kuningan ini pasrah.

Dia memukul kepala, membelah, menguliti dan memotong-motong ular itu. Nasib ular berakhir tragis.

Mengapa ular ini diburu dan dibunuh? Untuk apakah empedu dan dagingnya? Saya mewawancarai masyarakat adat Mandoge, Surianto Bangun. Pria 42 tahun ini mengatakan, perburuan ular berlangsung setahun terakhir oleh perusahaan sawit. Para pekerja kebun yang mengambil buah sawit dan memberikan pupuk, acap kali digigit ular. Terbanyak ditemukan ular sawah bebek.

Ular ini, biasa hidup ditempat lembab, terutama persawahan. Sebelum beralih fungsi menjadi lahan sawit,  area itu sempat menjadi andalan Pemerintah Asahan menyediakan padi organik. Lahan seluas 350 hektar itu, kawasan hutan masyarakat adat dengan berbagai suku. Mereka hidup rukun turun temurun. Duapuluh tahun lalu, kata Surianto, desa mereka sejuk. Padi menguning menjadi pemandangan indah. Sekarang, sejauh mata memandang, hanya kebun sawit.

Yang dia ketahui saja, lebih 49 ular sawah bebek, ditangkap dan diburu perusahaan.. Empedu ular diambil, konon sebagai obat kuat pria, memperlancar peredaran darah. Harga cukup mahal Rp148.000-Rp150.000 untuk satu empedu ular sawah bebek. Itulah mengapa ular ini menjadi buruan. Versi pesuruh perusahaan, selain menjadi ancaman bagi pekerja, siapa yang memburu bisa mendapatkan uang.

Daging ular juga dijual untuk konsumsi. salah satu jadi sate. Sate ular ini dijual di Jalan Asia, Medan. Pembeli kebanyakan China, India, dan Australia. Informasi ini Surianto dapat dari penampung yang membeli daging ular.

Mereka tidak bisa berbuat banyak. Sebab melarang perburuan ular, sama saja “bunuh diri” karena dianggap melawan perusahaan yang merebut hutan adat mereka.

Upaya penyelamatan oleh masyarakat adat

Apakah Surianto Bangun diam? Ternyata tidak. Pria  ini mempunyai trik sendiri menyelamatkan ular sawah bebek, dari buruan perusahaan.

Bersama delapan pemuda dan orang tokoh adat Mandoge, ular sawah juga mereka “buru.” Bukan dibunuh. Ular-ular itu mereka tangkap lalu dimasukkan ke tempat, dan dibawa ke Siantar-Simalungun. Disana, ada hutan register, masih banyak persawahan dan sungai. Itulah rumah baru para ular-ular ini melanjutkan hidup.

Ular sawah bebek ini, sangat sulit ditemukan. Bagi mereka, spesies melata ini tidak sampai 200 ekor. Sebab, diburu dan dibunuh. Itulah mengapa Surianto cs tergerak menyelamatkan satwa melata ini.

“Jarak dari desa kami gak sampai dua jam. Kita patungan Rp5.000 seorang buat ongkos minyak sepeda motor anak-anak muda ini, ” kata Surianto.

“Cuma ini yang bisa kami lakukan. Kata orang tua kami dulu, kalau kita bersahabat dengan alam dan makhluk hidup lain, akan datang kesejahteraan.”

Surianto Bangun, berhasil menangkap satu ular sawah dan siap dilepasliar ke kawasan kawasan hutan yang bersawah dan bersungai baik. Foto: Ayat S Karokaro
Surianto Bangun, berhasil menangkap satu ular sawah dan siap dilepasliar ke kawasan hutan yang bersawah dan bersungai baik. Foto: Ayat S Karokaro
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,