,

Melindungi Orangutan Agar Tanah Leluhur Tetap Subur

Yubellia Hildegardis Ratu menyungging senyum. Tak sedikit pun rasa canggung di wajahnya. Disertai ekspresi wajah dan kepercayaan diri yang begitu tinggi, gadis 12 tahun ini pun menggelontorkan bait-bait kalimat pembuka.

“Kakak-kakak yang baik, selamat siang. Perkenalkan, saya Yubellia Hildegardis Ratu, kader kampanye konservasi orangutan di Kapuas Hulu,” kata Ratu, sapaan akrabnya, membuka perkenalan dengan 40-an siswa SMA Negeri 1 Batang Lupar, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, Kamis (16/10/2014).

Ratu hadir bersama 14 kader campaigner konservasi orangutan lainnya ke sekolah ternama di perbatasan Indonesia – Malaysia ini, dan mengajak siswa-siswi sekolah itu ikut serta menyelamatkan lingkungan dari berbagai ancaman. “Kita bisa memulai dengan hal-hal kecil. Misalnya, dengan menyayangi satwa-satwa liar yang ada di hutan Kalimantan seperti orangutan,” kata Ratu sumringah.

Siswi kelas 8 C SMP Negeri 1 Batang Lupar ini adalah kader campaigner muda WWF-Indonesia yang sudah dilatih secara intensif di Desa Lanjak Deras, Kecamatan Batang Lupar, Kabupaten Kapuas Hulu, 15-16 Oktober 2014.

Dalam kampanyenya, Ratu menjelaskan kondisi terkini orangutan yang serba terancam, baik oleh ulah pemburu, penebangan liar, kebakaran, dan alih fungsi lahan untuk kepentingan perkebunan. “Semua itu adalah ancaman bagi satwa liar dan habitatnya,” katanya.

Dia menjelaskan, perburuan dilakukan untuk dikonsumsi atau diperdagangkan. Sedangkan pembalakan liar, kebakaran, dan alih fungsi hutan menjadi perkebunan mengakibatkan rusaknya rumah atau habitat orangutan. Jika itu terjadi, maka rusaklah tempat tinggal orangutan. Mereka tidak lagi punya rumah dan tidak dapat mencari makan.

“Jika kita pikirkan secara saksama, pohon di hutan ditebang, lahannya dibakar, dan diubah menjadi perkebunan, tidak hanya membawa dampak bagi orangutan, tapi juga bencana bagi kita manusia,” urai Ratu.

Kalau tidak ada pohon, sambungnya, kita mau dapat udara segar dari mana? Global warming sudah di mana-mana. Dan kalau hutan sudah habis dibabat oleh manusia, mau tak mau orangutan akan meninggalkan habitatnya dan masuk mendekati permukaman manusia.

Siswa SMP Negeri 1 Batang Lupar lainnya, Jepri Langga, juga mengingatkan betapa pentingnya keberadaan orangutan di habitatnya. “Orangutan itu bisa menebar benih tumbuhan, membuka tutupan pohon, mampu merangsang pertunasan pohon, dan memelihara keanekaragaman di dalam hutan,” jelasnya.

Dia mengibaratkan orangutan sebagai petani hutan yang sangat tangguh lantaran kemampuannya menjelajah hingga radius tiga kilometer setiap harinya. “Dalam perjalanan itu, orangutan akan makan buah-buahan. Kemudian biji buah yang ditelan akan dikeluarkan melalui kotorannya, untuk kemudian melahirkan kembali tumbuhan buah yang baru,” terangnya.

Yubellia Hildegardis Ratu, siswa Kelas 8C SMP Negeri 1 Batang Lupar sedang kampanye penyelamatan orangutan di SMA Negeri 1 Batang Lupar, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalbar. FOTO: Andi Fachrizal
Yubellia Hildegardis Ratu, siswa Kelas 8C SMP Negeri 1 Batang Lupar sedang kampanye penyelamatan orangutan di SMA Negeri 1 Batang Lupar, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalbar. Foto: Andi Fachrizal

Sokongan Muspika Batang Lupar

Camat Batang Lupar, Gunawan menyambut positif inisiatif WWF dalam mencetak kader campaigner konservasi orangutan. Namun demikian, dalam proses pengkaderan itu, dia menyarankan para kepala desa yang wilayah administrasinya terdeteksi sebagai habitat orangutan, juga dilibatkan. “Perlu sentuhan multipihak untuk menjawab tantangan pelestarian orangutan ke depan,” ucapnya.

Gunawan juga menyayangkan lemahnya koordinasi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Kehutanan, dalam hal ini Balai Taman Nasional Danau Sentarum. “Sebagai sebuah lembaga pemerintah pusat yang bertugas di daerah, etikanya mereka musti membangun komunikasi dan berkoordinasi dengan unsur Muspika. Tapi pihak TNDS tak pernah melakukan itu,” katanya.

Kepala Kepolisian Sektor Batang Lupar, Iptu Y Johani mengamini penjelasan Gunawan. “Sampai sekarang saya memang belum kenal siapa pimpinan TNDS di Batang Lupar. Bagaimana kita mau kerja sama, koordinasi saja susah. Padahal, banyak program yang bisa disinergikan. Kegiatan seperti ini, sangat membantu aparat dalam melakukan sosialisasi aturan perlindungan satwa di tingkat masyarakat,” urainya.

Inilah lansekap Desa Lanjak Deras, Kecamatan Batang Lupar, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Foto: Andi Fachrizal
Inilah lansekap Desa Lanjak Deras, Kecamatan Batang Lupar, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Foto: Andi Fachrizal

Warga yang mengingatkan

Koordinator Komunikasi Program Kalbar WWF-Indonesia, Jimmy Syahirsyah mengakui, tingkat kesadartahuan masyarakat tentang perlindungan spesies masih sangat rendah. “Ini ditunjukkan dengan masih tingginya perburuan dan perdagangan satwa dilindungi di Kalbar,” katanya di Desa Lanjak Deras, Sabtu (18/10/2014).

Menurutnya, hingga saat ini habitat penting spesies tertentu tidak menjadi dasar pertimbangan dalam perubahan fungsi kawasan di dalam pembangunan. Artinya, belum adanya praktik pengelolaan terbaik, terkait perlindungan spesies kunci di beberapa areal konsesi. Hal ini diperparah dengan lemahnya penegakan hukum terhadap spesies kunci seperti orangutan.

Jimmy menjelaskan, skema penyelamatan satwa liar dilindungi sudah dilakukan berbagai pihak. Namun, pendekatan antar sesama warga dinilai lebih efektif. “Biarkanlah warga sendiri yang mengingatkan keluarganya, kerabatnya, dan tetangganya,” jelasnya.

Berdasarkan data WWF-Indonesia Program Kalbar, orangutan tersebar di hampir semua kabupaten/kota di Kalbar. Populasi orangutan di Taman Nasional Betung Kerihun diperkirakan mencapai 550-1.830 individu. Sedangkan di Taman Nasional Danau Sentarum, populasinya diperkirakan mencapai 771-1.006 individu. Jumlah populasi di koridor dua taman nasional di Kapuas Hulu itu sekitar 585 individu.

Sebaran lainnya ada di Kabupaten Sintang dan Melawi yang diperkirakan mencapai 1.500 individu, dan Kabupaten Pontianak serta Kubu Raya sekitar 10-12 individu. Khusus orangutan sub-jenis Pongo pygmaeus wurmbii sebarannya ada di Kabupaten Ketapang dan Kayong Utara, serta Kalimantan Tengah dengan populasi diperkirakan mencapai 34.975 individu.

Jimmy berharap, proses kaderisasi 15 orang campaigner di hulu Kapuas ini dapat meningkatkan kesadartahuan masyarakat, investor, dan para penegak hukum tentang perlindungan spesies dan habitatnya. “Biasanya, jika informasi itu disampaikan oleh warga, jauh lebih efektif karena kejahatan terhadap satwa liar dilindungi, umumnya terjadi di tengah-tengah masyarakat,” ucapnya.

Peta habitat orangutan di Kalimantan Barat. Sumber: WWF-Indonesia
Peta habitat orangutan di Kalimantan Barat. Sumber: WWF-Indonesia

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,