, , , ,

Soal Amdal Reklamasi Teluk Benoa, Walhi Kirim Surat Protes ke KLH

Pada 17 Oktober 2014, Kementerian Lingkungan Hidup melakukan pertemuan teknis, membahas Analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) PT. Tirta Wahana Bali International (TWBI) untuk reklamasi di Teluk Benoa. Walhi melayangkan surat terbuka kepada KLH dan meminta kementerian ini menghentikan proses Amdal itu karena bakal berdampak buruk terhadap lingkungan di Bali. Proses Amdal juga dinilai tak partisipatif. 

Muhnur Satyahaprabu, manager Kebijakan dan Pembelaan Hukum Walhi, mengatakan, Teluk Benoa merupakan kawasan ekosistem unik.  Ia berupa ekosistem esturia dangkal, dengan  sejumlah sungai, seperti Tukad Punggawa, Balian, Badung, Mati,  Soma,  Mumbul dan Bulau bermuara di perairan teluk ini.

Kondisi ini, katanya, menciptakan tipologi biota berbeda dengan perairan pantai dangkal lain. “Teluk Benoa tempat hidup komunitas strategis, khusus mangrove, padang lamun, makrozoobenthos dan komponen infauna dengan kelimpahan dan keragaman tinggi. “Kalau sampai reklamasi terjadi, akan merusak ekosistem unik ini,” katanya di Jakarta, Senin (20/10/14).

Saat ini, proses Amdal perusahaan ini dibahas di KLH. Untuk itu, KLH harus melibatkan masyarakat. Kala keterlibatan masyarakat dimanipulasi, jelas proses Amdal cacat hukum.

Menurut dia, keterlibatan masyarakat tegas diatur dalam UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomor 32 tahun 2009 Pasal 26. “Jika KLH mengingkari kewajiban proses Amdal TWBI cacat prosedural.”

Keterlibatan masyarakat ini, kata Munhur, juga diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup, sebelum itu ada keputusan kepala Bapedal Nomor 08 Tahun 2000 tentang keterlibatan masyarakat dalam proses Amdal.

Guna mengingatkan KLH terhadap keterancaman lingkungan dan proses Amdal itulah, katanya, Walhi melayangkan surat terbuka. Isi surat itu, katanya, sebagai bentuk kekhawatiran terhadap keselamatan lingkungan Teluk Benoa. Sebab, saat ini ada upaya terus menerus secara sistematis untuk mereklamasi Teluk Benoa. Terbukti, kata Munhur, mengutip surat terbuka itu, pemerintah nasional dan daerah saat ini berusaha mewujudkan keinginan investor (TWBI) untuk mengeksploitasi teluk ini.

Suriadi Darmoko, direktur Walhi Bali mengatakan, Amdal di KLH tanpa melibatkan masyarakat terdampak rencana reklamasi. Sejak dua tahun lalu Walhi Bali bersama-sama masyarakat aktif menolak rencana reklamasi ini. “Masyarakat di Bali tidak menginginkan reklamasi Teluk Benoa.”

Sebelum itu, pemerintah Bali dalam berbagai kesempatan sosialisasi hanya melibatkan organisasi pro reklamasi, yang kritis terhadap kebijakan tak ikut serta.

Sebelum itu, Walhi Bali lewat siaran pers menyampaikan keprihatinan pada pembahasan Amdal di KLH. Walhi menyebut,  KLH melalui deputi juga sebagai Ketua Komisi Penilai Amdal Pusat, Imam Hendargo Abu Ismoyo mengundang Pemerintah Bali, Pemerintah NTB, Pemerintah Denpasar, Badung dan p Lombok Timur serta beberapa akademisi. Tujuannya, untuk membahas kerangka acuan (KA) Amdal “revitalisasi” Teluk Benoa di Badung dan Denpasar serta kegiatan tambang (dalam menunjang reklamasi Teluk Benoa) di Lombok Timur, NTB oleh TWBI.

Wayan “Gendo” Suardana, koordinator Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa (ForBALI) mengungkapkan, pembahasan Amdal tidak mendapatkan legitimasi penuh masyarakat Bali dan tidak sah karena dilakukan di tengah penolakan reklamasi yang makin meluas.

Menurut ForBALI, saat ini sudah lebih 155 STT dan komunitas menolak reklamasi Teluk Benoa. Di sekitar Teluk Benoa, reklamasi mendapat penolakan keras dari Desa Adat Pemogan, Desa Adat Kepaon, Desa Adat Kelan, Banjar Anyar, Banjar Purwa Santhi, Banjar Kertha Pascima dan Banjar Tengah, Masyarakat Jimbaran Anti Reklamasi dan Forum Pemerhati Pembangunan Bali, Kedonganan.

Selain tidak memperhatikan aspirasi masyarakat, rencana reklamasi berlangsung tertutup dan tidak terbuka ke publik. Bahkan sampai proses pembahasan Amdal, publik tidak mengetahui ada izin lokasi yang diterima TWBI.

Album Bali Bergerak yang baru launching sebagai salah satu media kampanye buat penolakan reklamasi Teluk Benoa. Foto: Luh De Suryani
Album Bali Bergerak yang baru launching sebagai salah satu media kampanye buat penolakan reklamasi Teluk Benoa. Foto: Luh De Suryani

Cegah reklamasi

Sementara itu di Bali, musisi optimis bisa “mengusir” investor yang akan mereklamasi Teluk Benoa. Pekan ini, mereka menggaungkan lagi suara penolakan dengan mengeluarkan album kompilasi “Bali Bergerak” dan pagelaran budaya dan musik dalam Art Event Tolak Reklamasi Teluk Benoa.

“Gerakan ini makin meluas, optimisme bertambah,” kata Nyoman Angga, juru bicara trio band akustik terkenal Nosstress. “Kalau kita (musisi) tak bicara dari dulu mungkin reklamasi sudah jalan. Pulau Bali bisa bentuknya bulat.”

Keterlibatan musisi tak hanya sebagai pendukung. Mereka menjadi penggerak utama pendidikan dan mobilisasi massa. Suatu hal yang jarang terjadi di Bali.

Setelah membuat jingle lagu “Bali Tolak Reklamasi” dan rangkaian konser, mereka menjual album “Bali Bergerak” yang 100% hasilnya didonasikan untuk pembiayaan kampanye.

Dalam album seharga Rp35.000 di toko-toko RMBL yang dibuat Jerinx “SID” ini bahkan ada selebaran berjudul Bali Bergerak. Gde Putra, penulis muda Bali membuat seruan penyemangat. “Gemuruh protes terhadap proyek pulau “akal-akalan” itu menandakan rakyat jenuh berpura-pura tenang demi Bali yang damai di mata wisatawan,” tulis Putra.

Menurut dia, konsepsi kedamaian hanya ada jika menjauhi konflik dirasakan sebagai pembodohan. Bagi rakyat Bali yang gerah ”damai” dalam pengertian itu sama saja membiarkan tanah mereka berada di ujung tanduk. “Lagu-lagu di album ini upaya meriuhkan suasana agar tidur para zombie berdasi tak tenang.”

Bencana ekologis diduga akan meluas jika reklamasi terjadi. Misal, dampak buruk pengambilan material di sejumlah kawasan seperti Lombok yang akan menyebabkan ancaman keragaman hayati seperti terumbu karang dan abrasi di pantai sekitar.

Album kompilasi yang diisi deretan band Bali ini launching Minggu (19/10/14), dalam serangkaian Event Budaya Tolak Reklamasi di Pantai Padang Galak, Kesiman.

Dodix, manajer Superman Is Dead, mengatakan, album ini lanjutan dari aksi seperti konser-konser kampanye serta penggalian dana. Album kompilasi ini makin menegaskan gerak perlawanan di kalangan musisi kian membesar. Menurut dia, banyak musisi ingin terlibat dalam album ini, karena keterbatasan waktu diisi band yang telah terkonfimasi terlebih dulu.

Band/Musisi dan judul lagu dalam album ini adalah Eco Defender–Serenada, The Dissland–Kayu Besi Tanah Air Ibu Pertiwi (Musnah), Rollfast–The Death Stare, Joni Agung & Double T–Indahnya Hidup Ini, The Bullhead–Anarchy Evolution. Lalu, The Hydrant–Proyek, Superman Is Dead–Water Not War, Navicula–Mafia Hukum, Nosstress–Endonesya, Begitu Katanya. Made Mawut–Krisis Pangan, Scared Of Bums– Kepalkan Tangan Kiri, Ripper Clown–Stop The Bullshit, dan Ugly Bastard–Bakar Ilusi Pulau Surga.

250 Seniman Tampil

Sebuah aksi kolaborasi akbar dihelat di Pantai Padang Galak, Minggu (19/10/14) dari siang sampai tengah malam. Pantai ini, salah satu saksi dampak reklamasi Pulau Serangan. Abrasi di Padang Galak terus terjadi walau beberapa kali dibendung dengan pembetonan, krib, dan lain-lain.

Selain pentas puluhan band, juga parade budaya sepetu baleganjur, tari, puisi, layangan, street artist, digital artist, teater, dan lainnya. Bertajuk “Bali Tolak Reklamasi Art Event” digerakkan kelompok muda banjar, Sekeha Teruna Teruni (STT) Yowana Darma Kretih Banjar Kedaton, Desa Kesiman Petilan.

Agung Anom, selaku tim produksi membeberkan, acara ini murni gerakan kolektif dari partisapasi seniman, STT, dan komunitas. Ia tonggak perlawanan  para seniman yang menolak reklamasi Teluk Benoa.

Surat Terbuka Walhi ke KLH Soal Amdal Reklamasi Teluk Benoa 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,