Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) tengah membahas analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) PT. Tirta Wahana Bali Internasional (PT. TWBI), perusahaan milik taipan Tomy Winata, yang akan mereklamasi Teluk Benoa, di Bali. KLH meyakinkan Komisi Penilaian Amdal bekerja obyektif dan akan melibatkan semua pihak, baik pro dan kontra.
Imam Hendargo Ismoyo, Deputi Bidang Penataan Hukum Lingkungan KLH mengatakan, dalam membahas Amdal ini KLH harus melihat dari dua belah pihak, dengan tetap memprioritaskan kepentingan masyarakat dan lingkungan. “Dalam pembahasan tim teknis menitikberatkan aspek keteknikan dengan para pakar,” katanya kepada Mongabay, Selasa (21/10/14).
Dia mengatakan, dalam pembahasan di Komisi Penilaian Amdal (KPA), selain para pakar juga meminta semua pihak, baik pro justifikasi dan kontra argumentasi. Menurut Imam, jika hasil Amdal, memang tak layak tentu akan menyampaikan ketidaklayakan berdasarkan penilaian obyektif. “Ndak perlu khawatir, In shaa Allah, kita tetap menjaga kepentingan masyarakat kok dengan integritas kita,” ujar dia.
Dia mengatakan, kalau dalam pembahasan Amdal investasi besar muncul kekhawatiran dan dugaan akan ada tekanan kuat dari pemodal, kata Imam, bisa dimaklumi. Sebab, masyarakat trauma terjadi konspirasi antara penguasa dan pengusaha hingga warga kalah, terlebih di masa otonomi daerah. “Yang menyebabkan, kerusakan lingkungan terus terjadi.”
Untuk itu, KPA pusat berusaha independen dan mencoba tetap menjadi safeguard. “Kalau bukan kita yang mencoba menjaga tentu bersama sama dengan semua pihak yang konsen, pasti lingkungan akan makin parah kan?”
Menurut dia, prinsip-prinsip keadilan dan kehati-hatian coba diterapkan. “In shaa Allah ndak usah khawatir.”
Dia setuju, masyarakat pro dan kontra harus memperoleh informasi seluas-luasnya. KLH harus benar-benar memperjuangkan kebenaran sesuai hati nurani. “Semua sesuai regulasi. Kita segera mengundang semua pihak, jika tim teknis sudah menyelesaikan tugas. Tetap berusaha amanah, transparan dan akuntabel.”
Rencana reklamasi Teluk Benoa, mendapat penolakan dari berbagai kalangan masyarakat, di Bali. Bahkan, Universitas Udayana pada 2013 mengeluarkan analisis reklamasi Teluk Benoa, tak layak dilanjutkan.
Penolakan terus meluas meskipun intimidasi dan teror mendera yang kontra reklamasi. Tak hanya aksi di Bali sampai Jakarta, juga panggung-panggung musik, pembuatan album, konser para musisi sampai pameran seniman yang meneriakkan kekhawatiran jika reklamasi Teluk Benoa terjadi.
