,

Menjaga Kelestarian Pesisir dan Wisata Air Tulamben

Situs kapal karam (ship wreck) USS Liberty  di perairan dangkal Tulamben, Karangasem, Bali Timur menjadi magnet utama penyelam dari penjuru dunia. Namun, situs ini terancam rusak hingga perlu perlindungan segera.

“Kondisi kapal rentan roboh. Untuk membantu tetap pada posisi mungkin bisa dipasangkan plat pada beberapa bagian kapal sebagai penunjang,” kata Dive Guide Tulamben, Nyoman Suastika.

Coral reef Alliance dan Reef Check Indonesia, tahun 2013 menyebut perputaran ekonomi di sini US$10 juta per tahun. Dari akomodasi wisata, bisnis wisata air dan pendukung. Program kajian cepat kelautan Bali (marine rapid assessment program/MRAP) pada 2011 menyatakan, Tulamben adalah aset penting bagi pembangunan daerah.

Data Disbudpar Karangasem 2013–2014 menunjukkan, sekitar 70.000 wisatawan ke sini setiap tahun. Namun, ada yang membuat resah, warga, guide local, dan pengusaha wisata air di ujung timur pulau Bali ini.

Di Tulamben, ada sekitar 10 titik penyelaman lai. Namun kapal ini menjadi ikon. Ia ditumbuhi terumbu karang dan rumah bagi ikan-ikan hias cantik. Sekitar 100 penyelam biasa mengerumuni bangkai kapal Amerika yang karam ditembak torpedo Jepang masa perang dunia II ini dalam waktu bersamaan.

Suastika mengatakan, untuk penyebaran penyelam perlu ada dive site alternative yang menarik. Organisasi dive guide sudah mencoba bekerjasama dengan LSM untuk transplantasi karang. Beberapa hotel juga berinisiatif membuat taman buatan dalam air namun belum bisa menjadikan ikon baru.

Selain perlu upaya konservasi bangkai kapal agar tak roboh atau hancur dimakan karat, katanya, juga perlu upaya perlindungan lain. Misal, pembatasan penggunaan kapal atau boat ke lokasi penyelaman. Penggunaan boat berlebihan khawatir mempengaruhi biota seperti jakfish yang selama ini menjadi ikon wisata di Tulamben.

Nyaris sepanjang hari, terjadi kerumunan penyelam di pesisir Tulamben. Para porter hampir semua perempuan pengangkut alat selam seperti tabung hilir mudik. Setelah menelusuri sejumlah titik terumbu karang indah, puluhan penyelam ini akan bertemu di ship wreck.

Warga desa setempat sudah membuat sejumlah kesepakatan melindungi biota laut, misal larangan memancing.

Pemerintah juga menetapkan Tulamben menjadi kawasan strategis pariwisata, yakni konservasi dan cagar budaya bawah laut.

September lalu, Conservation International (CI) Indonesia mengadakan diskusi kelompok untuk memetakan solusi upaya konservasi ini.

I Nyoman Ardika, kepala Desa Tulamben mengatakan, Liberty menjadi andalan utama perkembangan pariwisata di Tulamben.  Dia berharap, situs ini dipertahankan dalam waktu lama, hingga memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat.

Pejabat Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Karangasem I Wayan Purna menjelaskan pariwisata Tulamben menyumbang sekitar Rp500 juta per tahun untuk pendapatan daerah Karangasem. Pendapatan ini menempatkan Tulamben urutan kedua setelah Pura Besakih, pura induk di Bali. Tantangan ke depan, katanya, bagaimana pariwisata ini dikelola agar tekanan terhadap sumberdaya seminimal mungkin.

Dalam kebijakan tata ruang, Tulamben termasuk kawasan strategis provinsi maupun kabupaten baik buat pariwisata maupun kelautan dan perikanan.

Para penyelam, penikat wisata air di Tulamben. Foto: Anton Muhajir
Para penyelam, penikmat wisata air di Tulamben. Foto: Anton Muhajir

Cipto Aji Gunawan, pejabat Kementerian Pariwisata dan Industri Kreatif memaparkan, pariwisata di Tulamben menunjukkan perkembangan pesat dari 90an sampai sekarang. Hingga dikenal satu titik penyelaman paling ramai di Indonesia.

Untuk menanggulangi dampak terhadap Liberty, katanya,  harus ada manajemen pengunjung yang tegas. Bangkai kapal ini suatu saat pasti rusak dan hilang. Yang bisa dilakukan memperpanjang usia hingga mampu memberikan manfaat ekonomi lebih lama dengan jalan intervensi manajemen maupun teknologi.

Menurut dia, antaranya dengan pembatasan pengunjung maupun investasi, hingga perkembangan pariwisata bisa terawasi.

Perkembangan pariwisata di Bali selatan, khusus di Kuta bisa menjadi contoh, saat ini kenyamanan menurun akibat tekanan tinggi  seperti kemacetan dan persaingan usaha.

I Wayan Kariasa dari Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Karangasem khawatir persaingan investasi pariwisata khusus diving di Karangasem karena didominasi asing.  “Pelaku wisata lokal harus mendapat peningkatan kapasitas.”

Sejumlah tokoh masyarakat Tulamben menceritakan aktivitas perlindungan oleh masyarakat dilakukan sejak 80an melalui imbauan tidak mengambil karang dan ikan hias. “Dulu karang ditambang untuk kapur,” kata Bendesa Adat Tulamben Nyoman Kariasa.

Pada 90an disepakati tidak menangkap ikan di sepanjang dua km Pantai Tulamben hingga jarak 100 meter dari bibir pantai. Saat ini, pengelolaan secara sederhana oleh desa adat.

I Nyoman Degeng, kepala Dusun Tulamben menyebut sejak 1975 sudah ada turis ke Tulamben. Untuk membantu wisatawan menyelam di Tulamben dibentuklah organisasi buruh angkut “Sekar Baruna” tahun 1981. Beberapa persoalan lain adalah ketiadaan lahan parkir, banyak penyelam datang membawa perbekalan sendiri atau termasuk paket penyedia jasa perjalanan. Keadaan ini mengurangi masukan warung-warung. Juga belum ada mooring buoy untuk penambatan boat hingga cukup berbahaya jika boat melintas di atas penyelam dan perlu bantuan penataan dive site alternative hingga situs kapal tenggelam tidak terlalu ramai.

Made Iwan Dewantama dari CI Indonesia mengatakan, model pengelolaan terpadu dan upaya konservasi menjadi tantangan. Manajemen pengelolaan, harus memberikan manfaat pada warga lokal.

Wisata pesisir Pantai Tulamben, juga salah satu tujuan wisata di daerah ini. Foto: Anton Muhajir
Wisata pesisir Pantai Tulamben, juga salah satu tujuan wisata di daerah ini. Foto: Anton Muhajir
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,