Gas Buang Dua Pabrik BUMN Sawit di Sumut Hitam Pekat

Dua pabrik sawit milik BUMN, diduga membuang asap beracun ke udara dalam skala besar. Tampak asap hitam pekat keluar dari corong pembuangan di pabrik PTPN IV Unit Adolina, Kabupaten Deli Serdang, dan PTPN III PKS Sei Silau, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara.

Pantauan Mongabay, dari dalam cerobong asap pabrik, gas buang dari pengolahan sawit membuat udara di Deli Serdang dan  daerah PKS Sei Silau terlihat gelap.

Mengapa bisa terjadi? Mongabay mencoba mengkonfirmasi dengan kedua perusahaan ini. Sayangnya, ketika ke pabrik Adolina, perusahaan menutup rapat pagar dengan menempatkan securiti di depan pintu, dan melarang masuk.

“Maaf tidak boleh masuk. Bapak direktur tidak ada, gak ada yang bisa kasih penjelasan, silakan keluar, ” kata salah seorang sekuriti. Dia berlari membuka pintu gerbang karena ada empat truk besar membawa tandan buah segar sawit ke pabrik untuk proses pengolahan.

Begitu juga di PTPN III. Manager pabrik enggan menerima dengan alasan sibuk. Namun di PTPN III, setengah jam setelah kehadiran Mongabay, asap hitam pekat, tidak lagi keluar.

Di PTPN IV, untuk mengetahui berapa lama asap pekat itu, saya duduk di tempat angkutan umum, persis di luar pabrik. Tiga jam berlalu, asap pekat hitam masih terus keluar dari cerobong asap pabrik.  Ketika mencoba masuk meminta konfirmasi, sekali lagi tidak mendapatkan izin.

Achmad, koordinator Solusi Greenpeace, mengatakan, aksi Adolina, tidak dapat dibiarkan karena sudah mencemari udara. Meski belum dapat mematikan  apakah pencemaran  ringan, sedang, atau berat, tetapi dia mendesakpemerintah, uji kualitas udara di pabrik itu.

“Perlu diketahui, apakah pembuangan asap pekat hasil pengolahan sawit itu sesuai SOP atau tidak. Jika dilihat dari foto yang ditunjukkan Mongabay kepada saya, itu  pencemaran udara. Ada dugaan pembuangan tidak sesuai SOP.” Pemerintah, katanya, harus mengecek apakah ada regulasi di pabrik. “Jika tidak, ada yang salah.”

Kementerian Lingkungan Hidup atau Badan Lingkungan  Hidup Sumut maupun kabupaten, harus segera turun tangan mengevaluasi proses pengolahan di kedua BUMN ini. Sebab, jika asap terakumulasi besar bisa sangat mengancam.  Achmad mendesak, pemerintah memeriksa terbuka. “Jika melanggar, tindak tegas.”

Kusnadi Oldani, direktur eksekutif Walhi Sumut, sependapat dengan Achmad. Dia mengatakan, pemerintah harus mengecek instalasi pengamanan gas buang, di dua pabrik itu. “Apakah berfungsi atau tidak.” Dalam evaluasi dan penyelidikan nanti, katanya, pemerintah harus bisa memastikan, apakah gas buang di bawah baku mutu.

“Harus dicek juga dokumen laporan berkala dilakukan atau tidak. Harus pastikan ketinggian cerobong asap lebih tinggi dari pembuangan gas beracun itu.”

Gatot Pujo Nugroho, Gubernur Sumut, terkejut mendapat informasi ini, dan menyatakan akan menurunkan tim . Pemerintah, katanya,  konsern menyeimbangkan antara peningkatan ekonomi daerah dan menjaga lingkungan,  alias tanpa harus merusak alam.

“Saya akan tindaklanjuti informasi ini. Kami akan turunkan tim untuk mengetahui mengapa bisa begitu sampai ada pembuangan gas seperti itu. Itu berbahaya, jadi akan kita kesana.”

Fauzi, analis Pengolahan Pabrik Sawit mengatakan, penyebab gas buang dari cerobong asap  pabrik pekat  kuat dugaan karena ada kerusakan alat dust colektor. Ini bagian dari kelengkapan boiler, berfungsi sebagai pemisah antara abu dengan asap hasil pembakaran dari sisa pengolahan sawit.

Kemungkinan lain, kecorobohan operator yang tidak menjalankan tugas dengan baik. Sesuai aturan KLH, dan Kementerian Tenaga Kerja, dilarang keras membuang debu hitam pekat atau gas sisa hasil pengolahan sawit ke alam bebas.

Dia menjelaskan, pabrik mengolah melalui penggilingan buah sawit, hingga menjadi minyak dan inti, atau kernel. Buah sawit utuh dibakar. “Sisa bahan pembakaran mengandung asap itulah dibuang ke atas melalui cerobong asap atau krustin.”

Jika bahan bakar basah, katanya, akan mengandung air hingga menyebabkan asap hitam pekat. Kala bahan bakar kering, asap berwarna putih seperti gas disebut gas bekas.

Di boiler, katanya, sudah dilengkapi satu alat bernama dust coolector, berfungsi sebagai pemisah abu dengan gas bekas. Abu yang terikut ke asap, berhenti di alat itu. Hingga abu tidak ikut terbang keatas karena ada proses di sana.

“Ada dugaan operator tidak menjalankan tugas dengan benar.  Fungsi-fungsi dalam kelengkapan ketel tadi tidak diaktifkan, atau alat sudah tidak layak lagi. Memang PTPN Adolina, PKS lama, usia lebih 50 tahun.”

Menurut Fauzi, ada ketentuan baku soal proses pengolahan buah sawit di pabrik. Kasus di PTPN Adolina dan PTPN III, seharusnya tak boleh terjadi. Sebab, pencemaran udara membahayakan manusia dan makhluk hidup lain.

“Harus pengecekan alat, jika bagus, ada dugaan operator tidak bekerja dengan benar.”

Dia menyebutkan, pabrik sawit wajib memiliki cerobong asap setinggi minimal 15 meter, agar tidak terjadi pencemaran dan asap tak terhirup. Jika lebih rendah,  kemungkinan bisa berdampak pada kesehatan karena mengandung racun. “Sekali hembus saja tidak boleh, apalagi berjam jam.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,