,

Jatam Sulteng Laporkan Pemda Morowali ke Komisi Informasi

Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulawesi Tengah, melaporkan Pemerintah Daerah Kabupaten Morowali ke Komisi Informasi Publik (KIP) setempat karena tidak memberikan informasi mengenai izin usaha pertambangan perusahaan nikel PT. Bintang Delapan Mineral dan PT. Gemaripa Pratama.

Jatam resmi memasukan gugatan sengketa informasi tersebut ke kantor KIP Sulawesi Tengah (Sulteng) bertempat di Gunung Sidole, Kota Palu, Senin (27/10/2014).

Syahrudin Ariestal Douw, Direktur Jatam Sulteng, mengatakan gugatan itu ditujukan kepada Bupati Morowali, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Morowali, dan Badan Lingkungan Hidup Daerah Morowali, atas informasi yang tidak diberikan maupun informasi yang tidak sesuai permintaan.

“Ada tiga dokumen gugatan terhadap Pemda Morowali yang kami serahkan ke KIP Sulteng, terkait Izin Usaha Pertambangan PT. Bintang Delapan Mineral dan PT. Gemaripa Pratama,” kata Etal, sapaan Syahrudin Ariestal Douw, kepada Mongabay Indonesia.

Etal menjelaskan, sebelumnya pada 18 Agustus 2014 Jatam Sulteng telah melayangkan surat ke Bupati Morowali dan Dinas ESDM. Dalam surat itu, Jatam Sulteng meminta secara resmi Izin Usaha Pertambangan (IUP) eksplorasi dan eksploitasi PT. Bintang Delapan Mineral (BDM) dengan izin eksploitasi PT. Gemaripa Pratama. Tetapi setelah berselang 36 hari tidak ada tanggapan dari ESDM dan bupati Morowali.

“Karena selama 36 hari belum juga ada tanggapan dari Dinas ESDM dan Bupati Morowali, maka tanggal 23 September kami menyurat kembali dengan isi surat keberatan atas tidak diberikannya dokumen yang kami minta.”

Pada 25 September 2014 Dinas ESDM Morowali akhirnya mengirim surat balasan. Namun, surat balasan itu berisi daftar nama-nama perusahaan tambang Morowali. Sementara yang diminta JATAM Sulteng adalah izin usaha pertambangan (IUP) eksplorasi dan eksploitasi PT. Bintang Delapan Mineral (BDM) dengan izin eksploitasi PT. Gemaripa Pratama.

“Jadi yang  kami minta adalah SK Bupati mengenai IUP PT. Bintang Delapan Mineral dan PT. Gemaripa Pratama. Tetapi, yang diberikan adalah nama-nama 144 perusahaan tambang di Morowali. Inikan tidak sesuai dengan permintaan kami,” keluhnya.

Tidak hanya itu JATAM Sulteng juga telah mengirim surat juga ke Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Morowali, meminta dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) PT. Bintang Delapan Mineral dan PT. Gemaripa Pratama. Setelah dua minggu, lanjut Etal, BLHD menghubungi Jatam Sulteng untuk mengambil Amdal dua perusahaan tersebut. Namun, yang diberikan bukan Amdal melainkan Analisa Dampak Lingkungan (Andal).

Dokumen-dokumen tersebut sangat dibutuhkan untuk kepentingan dari lanjutan kegiatan investigasi lapangan. Dari hasil investigasi, Jatam Sulteng menemukan PT. Gemaripa Pratama masuk dalam cagar alam Morowali.

Etal menjelaskan bahwa kawasan cagar alam Morowali merupakan paru-paru dunia, banyak uang-uang internasional yang masuk untuk kebutuhan penelitian. Tetapi, Bupati Morowali mengeluarkan IUP di dalam cagar alam tersebut. “Menurut kami, hal ini melangar Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.”

Cagar Alam Morowali yang di rusak PT. Gemaripa Pratama dari hasil data Jatam panjangnya sekitar 1.200 meter dan lebar 10 meter untuk pembangunan jalan ke dalam cagar alam tersebut. Hal ini dilakukan sejak 2012.

Etal mengungkapkan, masyarakat di Kecamatan Soyojaya, Kabupaten Morowali yang di dalamnya terdapat 11 desa, tidak berani mengambil kayu ataupun memperluas sawahnya. Karena, sejak nenek moyang, mereka sudah mengetahui bahwa di belakang rumah warga  adalah cagar alam.

Jatam Sulteng berharap Pemda Morowali lebih transparan. Etal berencana melaporkan persoalan ini ke institusi penegak hukum. Pada 5 November 2014 mendatang, Jatam Sulteng juga berencana akan bertemu dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Makassar.

Sementara itu, Isman, anggota KIP yang menjabat sebagai Ketua Bidang Penyelesaian Sengketa Informasi, mengatakan bahwa KIP akan secepatnya memproses laporan dari Jatam Sulteng jika semua dokumen yang diserahkan sudah memenuhi persyaratan untuk disidangkan.

“Dalam waktu dekat KIP akan mengagendakan jadwal persidangan. Secepatnya akan kami proses,” ujarnya.

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,