Setelah dilantik oleh Presiden Joko Widodo dan melakukan rapat serta koordinasi dengan jajarannya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyadari potensi kelautan Indonesia yang sangat besar.
Akan tetapi potensi tersebut belum optimal, karena banyak hal yang perlu ditingkatkan dan diperbaiki. “Banyak hal yang belum pada tempatnya, belum maksimal penggunaannya. Banyak yang salah dalam penggunaannya. Ini perlu ditata, perlu energi, sinergi dari semua kementerian di Indonesia dan juga semua pelaku bisnis dan nelayan,” kata Susi dalam jumpa pers di kantor KKP di Jakarta, pada Jumat pagi (21/10/2014).
Dia bakal melakukan evaluasi dan penataan terhadap peraturan agar program kerja dan pelaksanaannya bisa dilakukan optimal dan efisien, serta memberikan pendapatan bagi negara yang besar.
Hasil dari koordinasi dengan jajarannya, Susi merasa kaget mengetahui konsumsi bahan bakar minyak (BBM) oleh industri kelautan sekitar 2,1 juta kilo liter setahun yang setara subsidi negara Rp11,5 triliun, tetapi penerimaan engara bukan pajak (PNBP) hnaya Rp300 miliar per tahun.
“Dilihat jumlah dari total kapal 5329 kapal dengan alokasi BBM 2,1 juta kiloliter per tahun. (Dengan konsumsi BBM 2,1 juta kiloliter per tahun berarti) pemerintah subsidi industri penangkapkan ikan ini sebesar Rp11,5 triliun dan PNBP (penerimaan negara bukan pajak) yang didapat hanya Rp300 miliar. Jelas negara kita dirugikan hampir Rp11 triiliun. Ini satu hal yang tidak boleh terjadi. Kita ingin hasil yang setara dengan cost (subsidi) yang dikeluarkan negara. Secara commercial sense, it doesnt make sense,” tegas Susi.
Oleh karena itu, dia membuat gebrakan dengan membuka semua data yang ada di KKP secara online melalui website kementerian agar bisa diakses oleh seluruh pihak termasuk masyarakat, sehingga semua pihak bisa ikut mengawasi kerja KKP. “Saya minta seluruh data KKP accessible oleh semua stakeholder. Dari pemda, media massa, pelaku perikanan dan semuanya,” katanya.
Pada kesempatan yang sama, Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan Syarif Wijaya menjelaskan pihaknya siap membuka semua data yang dimiliki KKP, terutama terkait penangkapan ikan, potensi stok ikan sampai dengan jumlah kapal yang beroperasi dan izinnya.
Syarif menjelaskan wilayah laut Indonesia dibagi 11 wilayah pengelolaan perikanan (WPP). “Indonesia memiliki potensi stok ikan. Wilayah laut terbagi menjadi 11 WPP dari Natuna sampai Merauke. Masing-masing WPP mempunyai potensi stok ikan. Dari situ, KKP mengeluarkan izin kapal berdasarkan potensi stok perikanan yang ada,” katanya.
Kementerian mengeluarkan dua izin kapal tangkap ikan yaitu izin untuk kapal dengan bobot kurang dari 30 gross tonnage (GT) dan izin kapal dengan bobot lebih dari 30 GT.
“Izin kapal dibawah 30 GT, ada 630.000 kapal dari seluruh kapal, baik yang memiliki mesin dan tidak ada mesin. Per kapal rata-rata berlayar 12 mil dari pesisir,” jelas Syarif. Sedangkan izin kapal tangkap ikan diatas 30 GT, dikeluarkan oleh KKP, berjumlah 5329 kapal. Sehingga subsidi BBM oleh negara sebesar Rp11,5 triliun digunakan oleh seluruh kapal yang berjumlah 635.329 kapal.
Masyarakat dapat mengakses data jumlah kapal, izin kapal yang dikeluarkan KKP sampai dengan posisi kapal dan rekaman jelajah kapal melalui laman Ditjen Perikanan Tangkap KKP.
Berdasarkan pengawasan terhadap kapal penangkap ikan, KKP telah mencabut izin sebanyak 119 kapal di wilayah Indonesia barat dan 100 kapal di Indonesia bagian timur. “Kalau dari sisi ilegal fishing, KKP total menangkap 115 kapal untuk 2014. Kira-kira 100 kapal ditangkap per tahun,” katanya.
Syarif menjelaskan untuk kapal diatas 30 GT, seluruhnya dilengkapi dengan Vessel Monitoring System (VMS) yang memungkinkan KKP memantau pergerakan dan rute kapal. “Dengan VMS kita memonitoring posisi kapal saat ini, rute kapal dan wilayah operasi. Kala (posisi dan rute kapal) tidak sesuai izin, kita bisa track dan intercept. Kalau terbukti kapal itu tidak sesuai izin, maka itu ilegal fishing,” jelas Syarif.
Menteri KKP mengatakan akan memperbaiki sistem VMS kapal agar tidak bisa dinonaktifkan dan bakal menggunakan sistem satelit yang tidak ada area blankspot, sehingga kapal bisa diawasi secara terus menerus.
Susi menjelaskan karena pengawasan terhadap kapal yang kurang, baik dari sisi pelaporan produksi penangkapan ikan, rute dan operasional kapal. Hal tersebut membuat PNBP dari sektor kelautan menjadi minim.
Pengawasan dari KKP minim, dikarenakan sarana berupa kapal patroli dan anggaran untuk operasional kapal tersebut minim. “Kalau kita meningkatkan PNBP, maka kita juga bisa meningkatkan pengawasan,” katanya.
Oleh karena itu, Susi menargetkan peningkatana PNBP dari KKP minimal sama dengan subsidi BBM untuk industri kelautan yaitu Rp11,5 triliun. “Negara subsidi industri kelautan, maka target saya sesuai subsidi itu. Impian saya, KKP bisa menyumbang APBN sebesar Rp7 triliun dan subsidi seluruhnya ada Rp19 triliun. Saya harap KKP lebih dari itu,” katanya.
Mengenai pencurian ikan, Susi secra tegas akan mengusir kapal berbendera asing yang tidak mempunyai izin melakukan penangkapan ikan di wilayah Indonesia. “Kalau mereka (kapal asing)tidak mau ikut aturan, ya keluar, dan tidak boleh melakukan penangkapan ikan di Indonesia,” katanya.