BKSDA Jatim Segera Pindahkan Satwa Dari Kebun Binatang Sentul Blitar

Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Timur telah menyatakan Kebun Binatang Sentul di Blitar tidak layak menjadi kebun binatang. Tempat tersebut juga belum memiliiki izin lembaga konservasi sebagai syarat sebuah kebun binatang.

BBKSDA Jatim melalui BKSDA Wilayah 1 Madiun telah menyita seluruh koleksi satwa tersebut. Akan tetapi karena BKSDA Jatim Wilayah 1 Madiun belum mempunyai tempat penampungan yang layak, maka semua satwa tersebut masih dititipkan di Kebun Binatang Sentul.

“Sementara ini kita titipkan di Kebun Binatang Sentul. Kita sedang menghubungi tempat penangkaran rusa dan siamang, untuk dititipkan di penangkaran tersebut. Kita akan menggunakan surat perjanjian dengan penangkaran tersebut, bila negara memerlukan maka akan mengambil satwa-satwa tersebut,” kata Kepala BKSDA Jatim Wilayah 1 Madiun, Unang Suwarman yang dihubungi Mongabay pada Selasa (04/11/2014).

Unang mengatakan pihaknya juga telah menunggu arahan lebih lanjut dari BBKSDA Jatim, setelah sebelumnya diperintahkan untuk melakukan pengecekan terhadap kondisi satwa di Kebun Binatang Sentul.

“Kita sudah menurunkan tim ke lokasi, dan sudah ada hasilnya. Dari hasil pantauan kita, umur satwa rata-rata sudah tua. Ada yang berumur 23 tahun, ada yang berumur 22 tahun. Ada buaya muara jantan berumur 36 tahun. Satwa paling muda, rangkon paruh merah berumur 9 tahun,” katanya.

Dari hasil pemantauan tersebut, BKSDA melalui BKSDA Seksi Kediri telah mengirimkan surat pada 30 Oktober 2014 kepada pengelola Kebun Binatang Sentul untuk memperhatikan menu makan dan pemeliharaan satwanya.

Unang mengatakan pihaknya telah menghubungi kebun binatang lain seperti Taman Safari Prigen dan Kebun Binatang Maharni Pacitan, Lamongan. Akan tetapi karena satwa dari Kebun Binatang Sentul Blitar telah berusia tua, mereka semua menolak untuk memelihara. “Mereka tidak mau menerima karena usia satwa sudah tua dan tidak siap dengan kandang dan sumber pakan,” katanya.

Sedangkan Kantor BKSDA Jatim Wilayah 1 Madiun juga tidak mempunyai tempat penampungan yang layak untuk memelihara satwa sitaan tersebut, dan tidak mempunyai anggaran yang cukup untuk memberi makan satwa tersebut.

Lutung di kandang yang sempit dengan pakan seadanya di Kebun Binatang Sentul Blitar. Foto : Animal Indonesia
Lutung di kandang yang sempit dengan pakan seadanya di Kebun Binatang Sentul Blitar. Foto : Animal Indonesiatn

Mengenai usulan agar semua satwa tersebut dipindahkan ke Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Petungsewu di Malang, Unang menyambut baik. Akan tetapi PPS Petungsewu telah ditutup.

Sedangkan Animals Indonesia mengapresiasi BBKSDA Jatim yang telah mengirimkan surat perintah resmi kepada BKSDA Wilayah I Madiun untuk melakukan pemeriksaan kondisi Kebun Binatang.

“Kami sangat menyambut baik respon cepat dari BBKSDA Jawa Timur ini. Kami telah menerima surat tembusan langsung dari BBKSDA Jawa Timur ke BKSDA Wilayah I Madiun, yang isinya mengatakan bahwa BKSDA Wilayah I Madiun diwajibkan melakukan pemeriksaan terhadap kondisi kelayakan kebun
binatang, dan segera mengevakuasi seluruh satwa jika terbukti kebun binatang ini tidak memiliki ijin lembaga konservasi. Animals Indonesia siap memberikan bantuan kepada BBKSDA Jawa Timur untuk mengevakuasi satwa ke lembaga konservasi jika dibutuhkan,” kata Elizabeth Laksmi, juru kampanye Animals Indonesia.

Elizabeth mengatakan ada dua pilihan penyelamatan satwa Kebun Binatang Sentul yaitu menitipkan ke kebun binatang lain atau memindahkan dan menghidupkan kembali PPS Petungsewu Malang.

“BKSDA Jatim selaku otoritas manajemen satwa liar hendaknya segera mengevakuasi satwa – satwa sitaan tersebut ke lembaga konservasi ex situ lainnya yang legal seperti Taman Safari dan Jatim Park. Kedua lembaga ex situ tersebut bahkan memiliki reputasi yang sangat baik. Inilah opsi pertama dan yang paling memungkinkan,” katanya.

Pilihan lain adalah menghidupkan kembali PPS Petungsewu Malang. “Jika masalahnya adalah tidak adanya dana di Yayasan Gibbon selaku pemilik, saya kira Profauna sebagai organisasi perlindungan satwa liar terbesar di Indonesia bisa menanggulanginya. Saya yakin, ribuan anggotanya di seluruh Indonesia mampu menyokong dana pemeliharaan satwa yang jumlahnya tidak banyak itu,” katanya.

PPS menurutnya diperlukan bagai BKSDA untuk penampungan satwa liar sitaan hasil operasi – operasi penegakan hukum.

Kakaktua jambul kuning di kandang yang sangat sempit di Kebun Binatang Sentul, Blitar, Jawa Timur. Foto : Animal Indonesia
Kakaktua jambul kuning di kandang yang sangat sempit di Kebun Binatang Sentul, Blitar, Jawa Timur. Foto : Animal Indonesia

Sedangkan Ketua Profauna Indonesia, Rosek Nursahid yang dihubungi Mongabay pada Selasa (03/11/2014) mengatakan pihaknya belum mengetahui persoalan yang terjadi di Kebun Binatang Sentul Blitar.  Akan tetapi tidak mudah melakukan perawatan dan evakuasi satwa.

“Saya lihat permasalahan satwa di lembaga LK tidak hanya di Blitar, tapi di semua LK di Indonesia. Tetapi kalau mempermasalahkan itu, mau ditaruh dimana satwa sitaan. Semua PPS yang ada juga kembang kempis, boleh saya katakan mati karena ada masalah pendanaan, untuk merawat satwa tidak mudah. Kalau LK ada dana dari tiket masuk,” jelas Rosek.

Dia sepakat apabila akan menghidupkan kembali PPS Petungsewu Malang untuk menampung satwa sitaan BKSDA.  “Kami sepakat, tapi itu tangunggjawab pemerintah. Sesuai CITES (the Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora), pemerintah diwajibkan mempunyai fasilitas penampungan satwa hasil sitaan. “PPS fungsinya menampung satwa hasil sitaan, bukan menampung hewan dari LK,” katanya

Profauna mengharapkan dengan penggabungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan, ada agenda kerja untuk mendirikan PPS d setiap propinsi. “Di setiap propinsi minimal harus ada PPS yang dapat anggaran APBN dari negara. Ini suatu keharusan,” tambahnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,