,

Banjir dan Longsor di Aceh. Inilah Perkembangannya

‪Ratusan warga korban banjir di Kabupaten Aceh Jaya, Provinsi Aceh, mulai ketakutan tinggal di rumah mereka yang terendam air. Pasalnya, saat banjir terjadi, buaya liar yang berada di sungai ikut keluar dan mulai sambangi permukiman masyarakat.

Abdul Munir, warga Desa Lhok Bot, Kecamatan Setia Bakti, Kabupaten Aceh Jaya, Senin (3/11/2014) menyebutkan, warga yang rumahnya terendam banjir,  khawatir pulang ke rumah karena ada buaya.

Sungai dan rawa-rawa yang terletak di Desa Lhok Bot memang pernah beberapa kali ditemukan buaya. Bahkan, warga yang mencari ikan di sungai sering melihat buaya muara itu.

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Jaya, Teuku Asrizal, menyebutkan hal yang sama. Saat ini, keberadaan buaya di perkampungan sudah meresahkan warga. “Banyak warga yang tidak berani pulang ke rumah. Mereka memilih pindah ke tempat lain sambil menunggu banjir surut,” sebutnya.

Asrizal mengatakan, informasi yang diperolehnya dari warga Lhok Bot, warga telah menangkap dua ekor buaya yang berada di perkampungan. “Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh diharapkan segera menindaklanjuti laporan warga tersebut.”

Ribuan hektar padi rusak

Banjir genangan dan meluapnya sungai yang merendam sejumlah daerah di Aceh, selain memutuskan transportasi darat, juga menyebabkan, ribuan hektar padi yang baru ditanam rusak.

Di Aceh Besar, tanaman padi yang rusak berada di Kecamatan Darul Imarah, Lhoknga, Lampeuneurut, dan Kecamatan Lhoong. Sementara di Aceh Jaya, ratusan padi yang terendam banjir di Kecamatan Jaya juga rusak.

Petani di Lamlhom, Kecamatan Lhoknga, Hasballah menyebutkan, dirinya bersama petani lain, baru sepekan menanam padi. Namun, karena terendam air, padi yang mati itu harus ditanam lagi.

Hasballah mengungkapkan, untuk menanam padi dari awal, sangat tidak mungkin dilakukan karena petani sudah mengeluarkan modal untuk biaya menanam sebelum direndam banjir. “Benih padi juga sudah tidak ada, modal juga sudah habis, kami tidak tahu harus bagaimana,” ungkapnya.

Petani di Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, Rabu (5/11) mengutip keong emas yang memakan padi setelah persawahan terendam banjir sejak Sabtu (1/11). Foto: Junaidi Hanafiah
Petani di Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, Rabu (5/11) mencari keong emas yang memakan padi setelah persawahan mereka terendam banjir sejak Sabtu (1/11). Foto: Junaidi Hanafiah

Tanggap bencana

Kepala Biro Humas Pemerintah Aceh, Mahyuzar, mengatakan Pemerintah Aceh bersama relawan yang berjumlah 600 orang telah bergerak menuju lokasi bencana.

Mahyuzar mengatakan, relawan yang terjun ke lokasi terdampak bencana berasal dari unsur TNI, Polri, Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA), Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI), serta lembaga sosial lainnya.

Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (3/11/2014) intensitas hujan yang tinggi tanpa henti menyebabkan banjir dan longsor terjadi di beberapa Kabupaten di Aceh.

Tercatat banjir dan longsor terjadi di Aceh Besar, Aceh Barat, Aceh Selatan, Aceh Barat Daya, dan Aceh Jaya. Degradasi lingkungan dan kerusakan sungai juga meningkatkan kerentanan.

Data sementara BNPB mengenai dampak banjir adalah di Aceh Barat Daya sekitar 8.000 rumah terendam banjir. Di Aceh Besar sebanyak 10.000 rumah terendam, dan di Aceh Jaya sebanyak 1.863 rumah terendam banjir hingga 2,5 meter.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Jaya, Rimbawan mengatakan, banjir di Aceh Jaya terjadi di Kecamatan Jaya, Indra Jaya, Sampoiniet, Setia Bakti, dan Darul Hikmah.

“Dari lima Kecamatan itu, sekitar 25 Desa yang terendam, jumlah warga yang mengungsi mencapai 1.863 kepala keluarga atau 6.892 jiwa,” ungkap Rimbawan.

Gunung Paro

Terkait longsor, Rabu (5/11/2014), jalan di Gunung Paro dan Kulu yang terdapat di Kecamatan Lhoong, Kabupaten Aceh Besar dan Gunung Geurutee yang terdapat di Kabupaten Aceh Jaya telah dapat dilalui masyarakat untuk berangkat ke pantai barat Aceh atau sebaliknya. Namun, karena petugas masih memperbaiki badan jalan yang amblas atau tertimbun longsor, antrian kendaraan masih terjadi dari kedua arah itu.

Jalan tersebut juga masih dipakai sistem buka tutup agar pengerjaan jalan dapat dilakukan dengan mudah. “Kita memakai sistem buka tutup jalan, jika tidak dilakukan, pengerjaan jalan tidak bisa dikerjakan dan kenderaan akan terjebak macet,” sebut Kasat Lantas Polres Aceh Besar, AKP Abdul Muthalib.

Warga berusaha melintas di jalan longsor yang menghubungkan Banda Aceh dengan wilayah barat Aceh seperti Calang, Meulaboh dan sejumlah kabupaten lainnya, Senin (3/11/2014). Saat ini, jalan sudah bisa dilalui dengan sistem buka tutup. Foto: Junaidi Hanafiah

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,