Karena Kita Peduli Orangutan…

“Kita harus bangga memiliki orangutan,” ucapan pembuka penuh semangat itu disampaikan Jamartin Sihite, CEO Yayasan BOS (Borneo Orangutan Survival Foundation), di hadapan para jurnalis dan tamu undangan di Gedung SMESCO Lantai 4, Jakarta, Kamis (6/11/2014).

Apa yang membuatnya begitu berapi? Jamartin kembali melanjutkan prolognya. Indonesia merupakan pusat rehabilitasi orangutan terbesar di dunia. Apa artinya? Ibarat mata uang, sisi satu kita berhasil meliarkan kembali orangutan untuk dilepaskan di habitat aslinya di hutan. Namun, di sisi lain, kondisi ini menunjukkan ada hal yang tidak berjalan baik dengan konservasi orangutan di Indonesia.

Apakah itu? Penebangan liar, kebakaran hutan, alih fungsi lahan, hingga perburuan membuat “jiwa” orangutan ini terancam. Dampaknya adalah banyak orangutan yang mati atau juga menjadi binatang peliharaan. “Anak orangutan yatim piatu terus berdatangan ke kami.”

Orangutan merupakan satu-satunya kera besar yang ada di Asia. Uniknya, 90 persen populasi orangutan ini hidup di Indonesia, sementara sisanya 10 persen ada di Sabah dan Sarawak, Malaysia.

Di Indonesia, orangutan hanya ada di Kalimantan dan Sumatera. Orangutan borneo (Pongo pygmaeus) jumlahnya saat ini diperkirakan sekitar 54 ribu individu yang berada di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur. Status keterancamannya berdasarkan IUCN (International Union for Conservation of Nature) adalah Genting (EN/Endangered).

Nasib orangutan sumatera (Pongo abelii) lebih riskan lagi. Jumlahnya yang ditaksir sekitar 6.500 individu dengan persebaran terbesar di kawasan Leuser ini berstatus Kritis (CR/Critically Endangered). Maknanya adalah satu langkah lagi orangutan ini akan menuju kepunahan di alam.

Masa depan orangutan ada di tangan kita. Penyelamatan harus dilakukan. Foto: Rahmadi Rahmad
Masa depan orangutan ada di tangan kita. Penyelamatan harus dilakukan. Foto: Rahmadi Rahmad

Apa yang telah dilakukan Yayasan BOS? Jamartin kembali melanjutkan. Sekitar 2.200 individu orangutan telah diselamatkan yang saat ini, sekitar 750 orangutan berada di pusat rehabilitasi. Sekitar 530 individu berada di Program Reintruduksi Orangutan Kalimantan Tengah (Nyaru Mentereng) dan 220 individu berada di Program Reintruduksi Orangutan Kalimantan Timur (Samboja Lestari). “Untuk merehabilitasi orangutan butuh waktu hingga tujuh tahun. Bukan periode yang singkat.”

Sejak Februari 2012, Yayasan BOS telah melepasliarkan orangutan sebanyak 162 individu. Lokasi yang dipilih untuk reintroduksi dan konservasi habitat orangutan ini adalah Hutan Lindung Bukit Batikap, Hutan Kehje Sewen, dan Program Konservasi Mawas (309.000 hektar di hutan gambut). Untuk Kehje Sewen, kawasan ini merupakan habitat alami yang berbentuk konsesi restorasi ekosistem seluas 86.450 hektar, dengan biaya izin sekitar 14 miliar rupiah.

Menurut Jamartin, hal terpenting dari reintroduksi adalah terciptanya populasi baru yang perkembangannya layak di alam guna mendukung konservasi jangka panjang. Ukuran liar secara sederhana dapat dilihat sebagaimana orangutan liar di hutan, yaitu dapat mencari makan sendiri dan berkembang biak di alam.

Cipanas Cakrawala Kreatif (Cicak), menyuarak keprihatinan orangutan melalui musik: orangutan harus tinggal di hutan. Foto: Rahmadi Rahmad
Cipanas Cakrawala Kreatif (Cicak), menyuarakan keprihatinan orangutan melalui musik: orangutan harus tinggal di hutan. Foto: Rahmadi Rahmad

Terkait Strategi dan rencana aksi konservasi orangutan Indonesia 2007-2017 yang menyatakan bahwa paling lambat semua orangutan yang berada di pusat rehabilitasi sudah dikembalikan ke habitatnya tahun 2015, Janmartin menuturkan sah-sah saja kebijakan tersebut. Karena, kita bekerja harus memiliki target yang telah diperhitungkan. Pemerintah, sebagai regulator tentu bisa menyediakan hutan untuk tempat pelepasliaran orangutan. Caranya, pemerintah bisa meminta dan melibatkan pihak swasta untuk mendukung proses pendidikan dan pelatihan orangutan.

“Yayasan BOS selalu bersama masyarakat, dalam hal pemberdayaan dan penyadartahuan, serta para pemangku kepentingan dalam menjalankan program rehabilitasi orangutan. Ini mulai dari penyelamatan orangutan dari daerah konflik (translokasi) dan pelepasliaran ke habitat alaminya,” ujar lelaki berkaca mata ini.

Peta Distribusi Orangutan di Indonesia. Sumber: www.forina.or.id
Peta Distribusi Orangutan di Indonesia. Sumber: www.forina.or.id

#ClimbForOrangutan

Peduli pada orangutan harus ada tindakan nyata. Melalui kampanye  #ClimbForOrangutan atau memanjat untuk orangutan, Jamartin mengajak masyarakat Indonesia untuk mendukung dan berpartisipasi terhadap konservasi orangutan.

Kampanye #ClimbForOrangutan merupakan simbol bahwa orangutan bisa memanjat pohon di hutan. Karena saat ini banyak pohon ditebang, jadi kita harus dukung agar pohon di hutan sebagai rumahnya orangutan tetap ada. “Inilah filosofinya,” ujarnya.

Kampanye #ClimbForOrangutan merupakan ajakan kepada masyarakat Indonesia untuk mendukung aksi konservasi orangutan. Foto: Yayasan BOS
Kampanye #ClimbForOrangutan merupakan ajakan kepada masyarakat Indonesia untuk mendukung aksi konservasi orangutan. Foto: Yayasan BOS

Tanggapan positif diberikan Nadine Alexandra. Putri Indonesia 2010 ini menyatakan bahwa kampanye kepedulian terhadap orangutan harus dilakukan agar masyarakat Indonesia mengerti. “Anda masih ingat uang kertas pecahan lima ratus rupiah bergambar orangutan? Sepertinya, sejak uang berwarna hijau tersebut tidak beredar lagi, kita larut pula untuk melupakan orangutan,” ujar dara ayu yang mewakili Indonesia di kontes kecantikan Miss Universe 2011 ini.

Ketertarikan Nadine terhadap orangutan memang telah berjalan sejak 2010. Menurutnya, kepedulian itu datang secara alami dan harus diwujudkan dalam bentuk tindakan nyata. Selain berkampanye mengenai orangutan lewat sosial media maupun datang ke sekolah, Nadine juga mengadopsi orangutan. Jumbo, namanya, bayi orangutan yang ibunya dibunuh, yang saat ini berada dipusat rehabilitasi Yayasan BOS.

“Kenapa aku memilih Jumbo? Pilihannya banyak, orangutan yang ada di pusat rehabilitasi memang membutuhkan bantuan kita. Jumbo aku pilih karena dia memiliki cerita mengharukan, ditemukan di areal perkebunan,” tutur Nadine yang hingga kini belum pernah bertemu Jumbo.

Nadine Alexandra, kepedulian terhadap orangotan dilakukannya dengan mengadopsi Jumbo. Foto: Rahmadi Rahmad
Nadine Alexandra, kepedulian terhadap orangutan dilakukannya dengan mengadopsi Jumbo. Foto: Rahmadi Rahmad

Fade 2 Black, grup musik hip hop dan rap, juga tidak mau kalah. Diwakili Lezzano, Fade 2 Black menyebutkan bahwa konservasi bukan merupakan dunia asing bagi mereka. “Apalagi, saya berlatar konservasi kehutanan,” ujar Lezzano.

Lagu Fade 2 Black bersifat humanis dan menceritakan keadaan sosial. Terlibat dalam kegiatan penyelamatan orangutan merupakan bagian dari lirik-lirik humanis yang telah kami ciptakan. Ini jauh lebih keren dan jalur kami.

“Apalagi yang dapat Fade 2 Black berikan selain karya. Single berikutnya, akan kami persiapkan tentang lingkungan dan orangutan,” ujar personil yang bertopi dan berkaca mata ini.

Fade 2 Black, konservasi bukan dunia baru bagi mereka. Foto: Rahmadi Rahmad
Fade 2 Black, konservasi bukan dunia baru bagi mereka. Foto: Rahmadi Rahmad

Orangutan merupakan spesies ikonik Indonesia yang memiliki fungsi penting dalam menjaga ekosistem hutan. Salah satu perannya adalah menebarkan biji yang tentunya sangat membantu dalam meregenerasi hutan. Dengan melindungi orangutan tentunya keberadaan satwa di alam akan terjaga dan manusia juga dapat menikmati layanan ekologi yang diberikan hutan.

“Mendukung kehidupan orangutan berarti kita turut pula menjaga kelestarian alam dan kehidupan manusia. Aksi nyata kita dapat dilakukan melalui adopsi maupun donasi untuk orangutan,” jelas Iffatul Ulfah, Koordinator Fundraising Yayasan Bos.

Kepedulian memang harus dibarengi tindakan nyata. Sebagaimana ucapan Jamartin, “Yayasan BOS memang dibentuk di Indonesia, oleh orang Indonesia, dan untuk Indonesia.”

Bila bukan orang Indonesia yang menyelamatkan orangutan, siapa lagi?

Orangutan memanjat gedung merupakan simbol hancurnya habitat dan hilangnya rumah mereka. Foto: Rahmadi Rahmad
Orangutan memanjat gedung merupakan simbol hancurnya habitat dan hilangnya rumah mereka. Foto: Rahmadi Rahmad
Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,