,

Kini, Warga RT 5 Pipareja Palembang Bangga dengan Lingkungannya

Matahari bersinar terang di siang penghujung Oktober 2014. Ratna duduk di beranda warung Wak Ni yang menghadap ke arah anak Sungai Bendung. Pandangannya mengarah ke taman hijau di seberang aliran sungai. Taman yang ditanami aneka bunga, buah, sayuran, serta tanaman obat keluarga.

Alhamdulillah, sekarang lingkungan kami lebih tertata, bersih, dan nyaman,” ujar Wak Ni, warga Kelurahan Pipareja, Kecamatan Kemuning. Tepatnya, di belakang stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Jalan R. Soekamto, Palembang.

Adi Bendri, Ketua RT 5, Kelurahan Pipareja, Kecamatan Kemuning, Palembang mengatakan penataan lingkungan di sekitar tempat tinggal mereka baru dilakukan satu tahun terakhir. Masyarakat sebetulnya sudah jenuh tinggal di lingkungan yang tidak layak.

“Waktu itu masih banyak WC serta dapur warga yang berada di atas aliran sungai. Otomatis kotoran dan sampah langsung dibuang ke sungai. Ini yang kemudian kami tata,” jelas Adi.

Setelah posisi WC dan dapur dipindah atau dibongkar sehingga tak lagi berada di atas sungai, warga pun bergotong royong melalui dana swadaya dan dukungan PNPM, membangun jalan beton di pinggiran sungai. Pembangunannya dilakukan oleh sekitar 20 kepala keluarga yang bermukim di RT 5. “Kerjanya sore sampai malam dengan menggunakan lampu, karena siangnya warga bekerja.”

Menurut Adi, rencana awal jalan tersebut hanya setengah meter namun karena pertimbangan kenyamanan dan keamanan, jalan diperlebar hingga dua meter. Pagar pengaman juga ditambahkan di sisi jalan yang berbatasan dengan sungai.

Taman yang dibangun di sepanjang aliran sungai di pemukiman tersebut ternyata menggugah semangat para ibu untuk merawatnya. Setiap pagi dan sore ada para ibu bergiliran menyiram tanaman. “Senang rasanya mengelola tanaman bersama seperti cabai, tomat, kencur, jahe, dan gingseng,” ujar Sri, Ibu RT 5.

Agustus 2014 lalu, RT 5 Pipareja mendapat kunjungan Wakil Walikota Palembang, H Harnojoyo. Menurut Adi, waktu itu Harnojoyo menyatakan rasa bangganya dengan masyarakat Pipareja yang mulai menyadari pentingnya penataan lingkungan. Harnojoyo meminta masyarakat menjaga kebersihan, tidak mengotori sungai, dan melestarikan lingkungan.

Awal November ini, RT 5 juga menerima bantuan empat box septic tank comunal dari Kementerian PU. Satu box septic tank comunal yang berkapasitas kurang lebih 12 meter kubik dapat digunakan menampung limbah WC dari 20 hingga 25 rumah.

Penataan lingkungan yang dilakukan oleh warga juga mendapat perhatian dari Kodam II Sriwijaya. Mereka menerima pelatihan untuk mengolah sampah organik menjadi pupuk. “Sayangnya, warga masih enggan memisahkan sampah organik dan non-organik,” ujar Adi.

Komitmen menjaga sungai

Untuk menjaga kebersihan sungai, Adi dan warga membangun komitmen bersama untuk tidak lagi membuang sampah ke sungai. Menggunakan sepuluh keranjang anyaman bambu yang disusun membentuk tanggul di badan sungai, mereka menjaring sampah yang mengalir dari hulu. Terbukti, banyaknya sampah yang terperangkap di keranjang membuat barisan keranjang sering rusak dan harus diperbaiki.

“Kita berharap ada bantuan penjaring sampah yang lebih baik. Menjaga kebersihan sungai tak bisa hanya satu kampung, bagian hilir tak akan bisa bersih kalau masyarakat di hulu masih membuang sampah di sungai ujarnya.

Rahmat Hidayat, Tenaga Ahli Monitoring Evaluation Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Sumatera Selatan mengatakan PNPM berjalan di 307 kelurahan di Sumsel, yang tersebar di 7 kabupaten/kota, yakni Kota Palembang, Kota Prabumulih, Kota Pagaralam, Kota Lubuk Linggau, Ogan Komering Ilir (OKI), Ogan Komering Ulu (OKU), dan Muara Enim.

Menurut Rahmat, walau masih banyak yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan dari program penataan lingkungan di daerah, namun semangat, kebersamaan, dan komitmen masyarakat untuk mewujudkan lingkungan yang lebih baik perlu diapresiasi. “Penataan lingkungan di pemukiman masyarakat kecil lebih efektif jika melibatkan komunitas atau masyarakat setempat,” ujarnya.

Pemandangan kumuh ini masih terlihat di salah satu sudut kampung di tepi Sungai Musi. Foto Taufik Wijaya
Pemandangan kumuh ini masih terlihat di salah satu sudut kampung di tepi Sungai Musi. Foto Taufik Wijaya

Pendangkalan sungai

Palembang merupakan kota yang banyak dialiri sungai, selain tentunya Sungai Musi yang panjangnya mencapai 700-an kilometer. Namun, saat ini, Palembang telah kehilangan sekitar 221 anak Sungai Musi. Itu pun  kondisinya sangat memprihatinkan, sempit, dangkal, dan airnya kotor. Kerusakan ini diduga akibat penimbunan untuk pembangunan juga karena buangan limbah industri dan sampah semabarangan.

Pemerintah Palembang telah melakukan penataan guna mengatasi mengatasi limbah yang masuk ke sungai yaitu dengan menerapkan sistem instalasi pengelolaan air limbah (IPAL) komunal. Melalui cara ini diharapkan kualitas air pembuangan dari aktivitas mandi, mencuci, kegiatan rumah tangga dan lainnya yang mengalir ke anak sungai maupun Sungai Musi tidak lagi mengandung limbah.

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,