Penyu merupakan salah satu hewan purba yang masih hidup sampai sekarang. Ilmuwan memprediksi, penyu seusia dengan dinosaurus, dan telah ada sejak zaman Jura (145 – 208 juta tahun yang lalu).
Saat ini di dunia, hanya terdapat tujuh jenis kura-kura laut yang masih bertahan hidup, yaitu penyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu lekang (Lepidochelys olivacea), penyu belimbing (Dermochelys coriacea), penyu pipih (Natator depressus), penyu tempayan (Caretta caretta) dan penyu kemp’s ridley (Lepidochelys kempi). Dari ketujuh jenis ini, hanya penyu kemp’s ridley yang tidak pernah tercatat ditemukan di perairan Indonesia.
Penyu belimbing menjadi penyu berukuran paling besar yaitu panjang badan mencapai 2,75 meter dan bobot 600 – 900 kilogram. Sedangkan penyu terkecil yaitu penyu lekang dengan bobot sekitar 50 kilogram. Tetapi penyu hijau menjadi jenis penyu yang paling sering ditemukan.
Semua jenis penyu tersebut, kecuali penyu pipih, dimasukkan dalam hewan yang dilindungi baik oleh peraturan nasional maupun internasional. Badan konservasi dunia (IUCN) memasukkan penyu belimbing, penyu kemp’s ridley dan penyu sisik sebagai satwa sangat terancam punah (critically endangered). Sementara penyu hijau, penyu lekang dan penyu tempayan digolongkan sebagai terancam punah (endangered).
Sedangkan CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna), memasukkan semua jenis penyu dalam appendix I, yang artinya dilarang perdagangkan untuk tujuan komersial.
Di Indonesia, semua jenis penyu dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, yang berarti perdagangan penyu dalam keadaan hidup, mati maupun bagian tubuhnya dilarang. Menurut UU No.5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, pelaku perdagangan (penjual dan pembeli) satwa dilindungi seperti penyu itu bisa dikenakan hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp100 juta. Pemanfaatan jenis satwa dilindungi hanya diperbolehkan untuk kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan dan penyelamatan jenis satwa yang bersangkutan.
Oleh karena itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menetapkan penyu sisik dan umbi takka (Tacca leontopetaloides) menjadi satwa tema Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional (HCPSN) tahun 2014 yang diperingati setiap tanggal 5 November.
Karakteristik Penyu Sisik
Penyu merupakan satwa laut dengan sepasang tungkai depan yang berupa kaki pendayung yang memberinya ketangkasan berenang di dalam air. Karena bernapas dengan paru-paru, satwa vertebrata dari kelas reptilia ini harus sesekali naik ke permukaan air untuk bernapas, meski sepanjang hidupnya berada di dalam laut. Satwa pengelana laut ini dapat bermigrasi dengan jarak yang sangat jauh, yaitu bisa menempuh 3.000 kilometer dalam 58 – 73 hari.
Seperti kura-kura laut lainnya, penyu sisik (Eretmochelys imbricata) memiliki bentuk tubuh yang datar. Rata-rata penyu sisik dewasa dapat tumbuh sampai satu meter dan berat sekitar 80 kg. Penyu sisik terbesar yang pernah ditangkap memiliki berat 127 kg.
Penyu sisik mempunyai karakter khas dibanding penyu lain yaitu bentuk kepala yang memanjang dengan rahang yang cukup besar dan memiliki mulut yang meruncing menyerupai paruh burung elang, sehingga dinamakan hawksbill turtle.
Cangkang penyu, atau karapaks, memiliki susunan latar belakang kuning dengan kombinasi garis-garis terang dan gelap yang tak beraturan yang didominasi oleh warna hitam dan bintik-bintik berwarna cokelat. Warna karapas penyu sisik yang bervariasi dan cantik menjadi salah satu alasan utama perburuan penyu sisik.
Salah satu karakteristik penyu sisik yang sangat mudah terlihat adalah susunan skat yang menghiasi karapaksnya. Seperti halnya penyu lainnya, karapaks pada penyu sisik memiliki lima skat tengah dan empat pasang skat lateral, dengan bagian belakang skat yang saling tumpang tindih sedemikian rupa sehingga pinggiran belakang karapaksnya terlihat bergerigi, mirip dengan tepi gergaji atau pisau bistik. Bentuk sisiknya yang tumpang tindih/over lapping (imbricate) seperti sisik ikan maka orang menamainya penyu sisik. Karapaks penyu tersebut diketahui dapat mencapai panjang satu meter.
Penyebaran Penyu Sisik
Penyu sisik dapat ditemukan di beberapa tempat yang umumnya berada di daerah tropis Samudra Hindia, Pasifik, dan Atlantik. Dari seluruh spesies penyu, E. imbricata adalah satu-satunya spesies yang paling terikat dengan perairan tropis yang hangat. Dua subpopulasi utama yang diketahui adalah subpopulasi Atlantik dan Indo-Pasifik.
Untuk subpopulasi Indo-Pasifik, penyu sisik umumnya terdapat di pesisir timur Afrika, termasuk laut yang berada di sekitar Madagaskar dan kelompok pulau-pulau terdekat, dan di seluruh pesisir selatan Asia, termasuk Teluk Persia, Laut Merah, dan pesisir anak benua India dan Asia Tenggara.
Mereka muncul di sepanjang Kepulauan Melayu dan sebelah utara Australia. Di Pasifik, penyu sisik hanya terdapat di wilayah samudra tropis dan subtropis. Di bagian barat, hewan tersebut terdapat di sebelah barat daya Semenanjung Korea dan Kepulauan Jepang sampai sebelah utara Selandia Baru.
Penyu sisik dewasa biasanya ditemukan di terumbu karang tropis, beristirahat di gua-gua dan sekitaran terumbu karang sepanjang hari. Sebagai spesies yang bermigrasi sangat jauh, mereka dapat mendiami berbagai habitat, dari samudra terbuka sampai laguna dan rawa hutan bakau di muara. Seperti penyu muda lainnya, mereka digolongkan sebagai pelagik sempurna, yang tetap berada di laut sampai masa dewasa.
Meski merupakan satwa pemakan segala (omnivora), makanan utama penyu sisik adalah spons laut dari jenis tertentu, seperti dari ordo Astroforida, Spiroforida, dan Hadromerida dalam kelas Demospongiae. Penyu sisik juga memakan alga, cnidaria, ctenofora, dan ubur-ubur lainnya, serta anemon laut. Mereka juga memakan ubur-ubur berbahaya seperti ubur-ubur api (Physalia physalis) dari kelas hydrozoa. Penyu sisik menutup mata untuk melindungi mata mereka ketika memakan cnidaria. Sengatan dari ubur-ubur api tak mempan terhadap lapisan kepala penyu tersebut.
Paruh penyu sisik agak runcing sehingga memungkinkan mampu menjangkau makanan yang berada di celah-celah karang seperti sponge dan anemon. Mereka juga memakan udang dan cumi-cumi
Penyu sisik juga berperan penting dalam ekosistem laut. Diperkirakan penyu sisik mengkonsumsi spons hingga 1000 pon atau sekira 450 kg per tahun, sehingga cukup signifikan dalam mengendalikan laju pertumbuhan bunga karang yang dapat mengganggu pertumbuhan terumbu karang.
Perkembangbiakan
Penyu sisik kawin sebanyak dua kali dalam setahun di laguna terpencil yang berada di lepas pantai tempat mereka bersarang di pulau-pulau yang terpantau oleh kelompoknya. Musim berkembang biak penyu sisik Atlantik belangsung pada bulan April sampai November. Populasi Samudra Hindia, seperti populasi penyu sisik Seychelles, berkembang biak dari bulan September sampai Februari.
Setelah kawin, penyu sisik betina akan menyeret tubuhnya sampai ke pantai saat malam hari. Penyu betina membersihkan area di sekelilingnya dan membuat lubang yang digunakan untuk menyimpan telur dengan menggunakan sirip belakangnya, kemudian mengeluarkan telur-telur tersebut dari tubuhnya dan menutupinya dengan pasir. Penyu sisik selalu memilih kawasan pantai yang gelap, sunyi dan berpasir untuk bertelur.
Wikipedia menyebutkan ada berbagai tempat populer penyu meletakkan telurnya, yaitu Pantai selatan Jawa Barat, pantai selatan Bali, Kalimantan Tengah, pantai selatan Lombok, sekitar pantai Alas Purwo Jawa Timur, Retak ilir Muko-muko Bengkulu, Pulau Cangke Sulawesi selatan, Pulau Jemur Riau, Pulau Sangalaki Berau Kalimantan Timur.
Sedangkan hasil survey pada kurun 1997 – 2010 oleh Yayasan Penyu Laut Indonesia (YPLI), pantai peneluran penyu terdapat di beberapa lokasi di perairan Kep. Riau (Pulau-pulau sekitar Kijang, Dabo Singkep, Sebangka, Natuna, Tarempa, Serasan, Tambelan), Kalimantan Barat (Paloh, Penambun), Kalimantan Selatan (Denawan, Bira-Birahan, Samber Gelap), Bangka Belitung (Pesemut, Momperang, Kimar, P. Lima), Sulawesi Selatan (Takabonerate) dan Papua Barat (Jamursba Medi, Wermon, Mubrani, Ayau, Waigeo).
Penyu sisik dan hijau banyak dijumpai di Kep. Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan Bangka Belitung dan Sulawesi Selatan sedangkan penyu belimbing dan penyu lekang hanya ditemukan di Kalimantan Barat dan Papua Barat. Dari semua jenis penyu yang ada di Indonesia jenis penyu hijau adalah yang terbanyak populasinya
YPLI telah melakukan perlindungan telur sejak 1997 di delapan lokasi yaitu Pulau Segama (Lampung), P. Pesemut, (Belitung), P. Momperang (Belitung), P. Kimar (Belitung), P. Penambun (Kalimantan Barat), Pantai Jamursba Medi dan Wermon (Sorong Papua Barat) dan Pantai Mubrani (Manokwari Papua Barat), dengan lokasi monitoring yang cukup luas mulai dari Kep. Seribu, Kep. Natuna, Kep. Serasan, Kep. Tambelan, Belitung dan sekitarnya, Laut Jawa, Selat Makassar, pulau-pulau di sekitar Sulawesi Selatan dan Tenggara, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur serta Papua Barat
Sedangkan Dewi Satriani, Manager Kampanye WWF Indonesia yang dihubungi Mongabay mengatakan pihaknya mempunyai program perlindungan penyu di Pantai Paloh Kalbar, Pulau Derawan Kaltim dan Kepulauan Wakatobi Sulawesi Tenggara. WWF juga mendukung program perlindungan penyu hijau di Bali, Taman Nasional Balurang, Alas Purwo dan Pantai Pangumbahan Sukabumi Jawa Barat. Tetapi mitigasi penangkapan penyu sisik dilakukan di berbagai tempat.
Sementara Dwi Suprapti, Turtle Monitoring Officer WWF-Indonesia Program Kalbar yang dihubungi Mongabay mengatakan populasi penyu sisik di Pantai Paloh terus menurun dari tahun ke tahun dan semakin jarang dijumpai.
“Dari data, 97 persen penyu di Paloh didominasi penyu hijau, sisanya penyu sisik. Dalam satu bulan bisa hanya bertemu satu ekor penyu sisik. Per malam, bisa ditemui penyu dengan perbandingan satu ekor penyu sisik dan 30 ekor penyu hijau,” kata Dwi.
Dia menjelaskan karakter penyu sisik tak seagresif penyu hijau, sehingga kemampuan bertahan diri kurang dibandingkan penyu hijau. Itu faktor alam yang membuat penyu sisik kritis. Belum lagi dengan faktor perburuan dan pencemaran lingkungan, yang mempercepat penurunan populasi.
“Tambau dalam bahasa Paloh itu penyu hijau. Mereka jadi pengawas dan pendataan. Tetapi terus didampingi agar tidak mudah tergoda kembali jadi pengambil telur,” tambah Dwi.