, ,

Langgar Aturan, RSPO Didesak Tindak KLK Grup

Organisasi masyarakat sipil di Indonesia mendesak Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) menghukum Kuala Lumpur Kepong (KLK) Grup, yang telah melanggar hukum Indonesia dan standar lembaga sertifikasi perkebunan sawit berkelanjutan ini. Perusahaan beroperasi di gambut dalam, dan tumpang tindih dengan hak kelola masyarakat. Pengadilan juga memutuskan, perusahaan lalai hingga terjadi kebakaran lahan yang menyebabkan kerusakan lingkungan.

“Kami mendesak KLK Grup dikeluarkan dari keanggotaan RSPO karena praktik bisnis merusak lingkungan hidup,” kata Riko Kurniawan, Direktur Eksekutif Walhi Riau dalam keterangan pers di Jakarta, Sabtu (15/11/14).

Desakan ini bertepatan dengan RSPO akan melangsungkan pertemuan tahunan di Kuala Lumpur pada 17-20 November 2014 dengan tema membahas bisnis berkelanjutan, “Sustainability: What’s next?” Sekitar 800 delegasi lebih dari 30 negara bakal hadir. Tema ini kontras dengan aksi salah satu anggota RSPO, PT Adei Plantation and Industry ini di Riau.

Data Walhi Riau, menyatakan, Adei di Indonesia memiliki 17 anak usaha perkebunan sawit tersebar di Sumatera dan Kalimantan. Khusus di Riau, anak usaha KLK ini merusak gambut yang menyumbang kerusakan lingkungan, dan lahan kelola tumpang tindih dengan milik masyarakat adat.

Pada 1999, kata Riko, HGU Adei di Desa Batang Nilo Kecil tumpang tindih dengan lahan masyarakat adat tiga persukuan Piliang, Melayu, dan Pelabi.

Ditambah lagi, bukti pelanggaran perusahaan begitu kuat karena para pengurus sudah mendapatkan vonis pengadilan.

Pada 9 September 2014, Majelis Hakim PN Pelalawan, Riau, menghukum Danesuvaran KR Singam dan Tan Kei Yoong, dari Adei karena kelalaian hingga menyebabkan lahan KKPA Batang Nilo Kecil seluas 40 hektar dari 541 hektar terbakar pada Juli 2013.

Tan Kei Yoong dari Adei Plantation, anak usaha KLK Grup, denda Rp1,5 miliar subsider lima bulan kurungan dan memulihkan lahan rusak dengan pengomposan biaya Rp15.1 miliar. Hukuman Danesuvaran KR Singam satu tahun penjara, denda Rp2 miliar subsider dua bulan kurungan.

Putusan hakim bertetangan dengan tuntutan JPU, denda Rp5 miliar, dan pidana tambahan Rp15,7 miliar. Danesuvaran KR Singam lima tahun dan denda Rp5 miliar. Tuntutan mereka karena dengan sengaja melakukan perbuatan mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup.

Perusahaan ini juga berhadapan dengan tuntutan hukum, IUP ilegal. Tiga petinggi perusahaan itu, Goh Tee Meng,  Tan Kei Yoong  dan Danesuvaran KR. Singgam terjerat IUP ilegal yang terungkap kala penyidikan kasus perkara pembakaran areal perkebunan itu pada 2013.   Sayangnya, PN Palalawan memutus bebas mereka.

“Putusan bebas dengan pertimbangan tidak terpenuhi unsur ‘setiap orang’ karena alasan kewarganegaraan ketiga terdakwa mengada-ada dan tidak berdasar hukum,” kata Riko.

Dia merasa aneh karena perusahaan seakan ‘kebal.’ Ketangguhan perusahaan juga terjadi pada 2001.  Dari catatan Jikalahari, 1 Oktober 2001, Adei Plantation diwakili sang general manager C. Goby bertanggung jawab atas pembakaran perkebunan kelapa sawit di Kampar. Dia kena vonis penjara dua tahun, denda Rp250 juta. Parahnya, kala dia banding, di Pengadilan Tinggi Riau, malah penjara delapan bulan dan denda Rp100 juta.

Bondan, Departemen Kampanye Sawit Watch mengatakan, contoh kasus di Riau, memperlihatkan ketegasan hukum bagi perusahaan pembakar hutan dan lahan gambut belum menimbulkan efek jera.

Sawit Watch menilai, beberapa aspek yang melanggengkan kebakaran hutan dan lahan di Indonesia, antara lain perizinan perkebunan sawit dan usaha skala besar lain di ekosistem gambut, penegakan dan pengawasan hukum belum optimal atas pelaku pembakaran. Lalu, lempar tanggungjawab mengenai siapa pelaku pembakaran hutan dan lahan sebagai akibat celah hukum, ekspansi massif perkebunan sawit, ketimpangan penguasaan lahan di wilayah-wilayah kebakaran hutan dan lahan.

“Sertifikasi sawit berkelanjutan juga tidak berkolerasi positif terhadap penanganan langsung kejadian kebakaran lahan di konsesi perkebunan,” ujar dia.

Lapor RSPO

Desi Kusumadewi, Direktur RSPO Indonesia  mengatakan, jika ada anggota RSPO melakukan pelanggaran di lapangan, bisa menyampaikan komplain kepada mereka. “RSPO akan meminta klarifikasi dari perusahaan yang dikomplain. Apabila, ada pelanggaran, RSPO akan minta perusahaan corrective action dan akan dimonitor RSPO,” katanya kepada Mongabay.

Sedangkan, dalam pertemuan di KL nanti, RSPO fokus bagaimana masa depan minyak sawit berkelanjutan. “Tahun ini ambil tema What is Next? Gimana masa depan minyak sawit? Bagaimana minyak sawit bisa persiapkan diri terhadap harapan ke depan?” katanya.

Dalam pertemuan itu, ucap Desi,  akan ada bahasan khusus high conservation value (HCV). Pada 2014 ini, merupakan tahun ke-10 RSPO. Saat ini, dari RSPO sudah menghasilkan sawit 11,2 juta ton, 50% dari Indonesia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,