,

Menanti Komisi Pengawas Reklamasi dan Pasca-Tambang Daerah Pertama di Indonesia

Pemerintah Kalimantan Timur pada 2013 lalu telah mengeluarkan peraturan daerah tentang reklamasi dan pasca-tambang. Kini, masyarakat menantikan dibentuknya komisi pengawas reklamasi dan pasca-tambang sebagaimana yang diamanatkan perda tersebut.

Awalnya, sebuah penelitian dilakukan Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) pada tahun lalu dengan judul “Potret Reklamasi dan Pasca Tambang Indonesia.”

Dyah Paramita, peneliti (ICEL), pada pertengahan 2013 lalu menuturkan, aktivitas pertambangan batubara di Kalimantan Timur telah menyebabkan sekitar 1,4 juta hektar lahan menjadi terbuka. Sekitar 839 ribu hektar belum direklamasi. “Artinya proses reklamasi belum berhasil,” katanya.

Dijelaskan Dyah, pengabaian atau kegagalan menjalankan reklamasi dan pasca-tambang berakibat buruk terhadap lingkungan. Ujungnya, berdampak negatif pada masyarakat serta pemborosan uang negara guna mengatasinya. Koordinasi dan perhatian pemerintah pun minim guna memastikan pelaku usaha memenuhi reklamasi dan pasca-tambang.

Hasil penelitian tersebut dibenarkan Carolus Tuah, Koordinator Pokja 30 Samarinda, yang terlibat dalam penelitian tersebut. Menurutnya, banyak lokasi tambang terbuka berupa lubang raksasa berdiameter ratusan meter dengan kedalaman lebih dari seratus meter. “Saat hujan, lubang tersebut berisi air dan membentuk kolam raksasa. Ini menimbulkan penyakit, pencemaran, dan kerusakan lingkungan serta membahayakan masyarakat sekitar,” kata Carolus.

Dyah pun mendesak pemerintah segera memperbaiki persoalan tersebut. “Jika dibiarkan terus, 5-10 tahun ke depan pemerintah justru akan direpotkan dengan persoalan reklamasi dan pasca-tambang. Bahkan, dana reklamasi dan pasca- tambang terpaksa diambil dari APBD atau APBN, padahal itu kewajiban pelaku usaha,” katanya.

Lahirnya perda reklamasi dan pasca-tambang

Desakan tersebut mendapat respon dari DPRD Kalimantan Timur. Mereka pun mewujudkannya dalam sebuah peraturan daerah mengenai Reklamasi dan Paskatambang No 8. Perda ini disahkan dalam sidang paripurna ke XXVIII, Kamis (07/11/2013).

“Tidak perlu orang pintar untuk mengetahui bahwa proses reklamasi pertambangan di daerah ini belum berhasil,” kata Andi Harun, anggota Komisi III DPRD Kalimantan Timur periode 2009 – 2014, yang juga ketua pansus Ranperda Reklamasi dan Pasca-Tambang Kalimantan Timur.

“Salah satu persoalannya, banyaknya  izin tambang yang dikeluarkan pemerintah daerah dan pusat. Namun, hal itu tidak diimbangi dengan kemampuan pendataan dan pengawasan yang baik sehingga pemda kesulitan melakukan kontrol,” katanya.

Menanti Komisi Pengawas Reklamasi dan Pasca-tambang Daerah

Salah satu amanat Perda No 8 Tahun 2013 adalah pembentukan Komisi Pengawas Reklamasi dan Pasca-tambang Daerah. Dalam perda itu, Komisi Pengawas Reklamasi dan Pasca-tambang harus terbentuk minimal enam bulan setelah perda disahkan.

Setelah kurang lebih satu tahun perda disahkan, Komisi Pengawas Reklamasi dan Pasca-tambang belum juga terbentuk.

Sementara, Peraturan Gubernur Kalimantan Timur tentang Komisi Pengawas Reklamasi dan Pasca-tambang kini tengah digodok. “Bulan November ini rancangan akan diserahkan kepada Gubernur untuk dikaji dan Pergub itu akan diterbitkan paling lambat awal 2015”, kata Muhammad Nasir, anggota tim penyusun pergub yang juga penggiat LSM Prakarsa Borneo.

Menurut Nasir, jika Komisi Pengawas Reklamasi dan Pasca-tambang Daerah terbentuk, ini yang pertama di Indonesia. Karena sebelumnya, tidak ada di daerah lain. Dia pun memberikan jaminan komisi yang terbentuk itu merupakan tim yang independen sehingga tidak bisa diintervensi pihak lain.

Komisi ini terdiri tujuh orang. Mereka akan menjabat selama dua tahun dan hanya boleh menjabat selama dua periode. Tugas utama komisi ini melaksanakan pengawasan terhadap seluruh kegiatan reklamasi dan pasca-tambang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pertanggugjawaban. Misalnya memverifikasi pengawasan dokumen, investigasi, maupun pelaporan jika ditemukan indikasi pidana.

“Jadi selain karena amanat Perda, pembentukan komisi ini juga dilatari atas sedikitnya jumlah  inspektur tambang di Kalimantan Timur. Jumlah perusahaan tambang mencapai 1.223 perusahaan sementara inspektur hanya 18 orang,” kata Nasir.

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,