,

Ribuan Hektar Sawah di Kabupaten OKI Gagal Tanam. Benarkah Perkebunan Sawit Penyebabnya?

Sekitar 7.998 hektar sawah di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) selama empat tahun terakhir gagal tanam. Diduga, kegagalan ini akibat keberadaan perkebunan sawit. Maukah Kabupaten OKI memoratorium perkebunan kelapa sawit?

Hasan (54), warga RT 3 Kelurahan Sukadana, Kecamatan Kayuagung, Kabupaten OKI, Sumatera Selatan, duduk di gubuknya sambil memandangi hamparan sawah lebak seluas satu hektar yang mengering sejak beberapa bulan lalu. Hingga November ini dia belum dapat menanam padi.

“Seharusnya bulan tujuh kemarin saya mulai menanam padi. Tapi hujan yang tidak turun karena musim kemarau panjang, ya jadinya seperti ini,” katanya, Senin (10/11/2014) lalu. “Tapi, kondisi ini sudah berlangsung selama empat tahun terakhir. Kalau musim kemarau, sawah kami kering dan kalau musim penghujan sawah kami tergenang air. Banjir,” ujarnya.

Kondisi yang sama dirasakan semua warga di Kelurahan Sukadana ini. Duga Hasan, kondisi tersebut karena keberadaan perkebunan yang kian meluas di wilayahnya. “Itu dugaan kami, tapi pemerintahlah yang tahu benar. Yang jelas kami merasakan ini setelah adanya perkebunan sawit tersebut,” jelasnya.

Untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, Hasan pun menjadi buruh bangunan. Kalau tidak ada yang menggunakan jasanya, dia pun menganggur. “Ya, terpaksa ngutang buat memenuhi kebutuhan hidup,” kata bapak dua anak yang tidak sehat ini. Anak pertamanya Yenni mengalami lumpuh, dan Anisa tidak bisa melihat.

Kemungkinan disebabkan perkebunan sawit dibenarkan Eli Harianto (45), warga Kelurahan Sukadana lainnya. “Sawah milik saya seluas tiga hektar tidak bisa ditanami padi selama empat tahun ini. Ini pasti akibat perkebunan sawit. Sawit kan paling banyak menghisap air,” katanya.

Keluhan juga disampaikan petani di Desa Awal Terusan Kecamatan Sirah Pulau Padang. Seperti yang diutarakan Ahmad Rasyid, Sekretaris Desa Terusan. Persawahan di wilayahnya selama 4-5 tahun terakhir mengalami gagal tanam. Menurutnya hal ini ditenggarai masuknya sejumlah perusahaan besar perkebunan kelapa sawit di wilayah kecamatannya dan sekitarnya.

Perusahaan perkebunan sawit yang beroperasi di wilayah tersebut antara lain PT. Waringin Agro Jaya (WAJ), PT. Rambang Agro Jaya, PT. Gading Cempaka, dan lainnya.

Dijelaskan Rasyid, penyebabnya karena sistem irigasi perusahaan perkebunan yang salah, termasuk pula keberadaan perkebunan tersebut menghalangi aliran sungai ke persawahan warga.

“Dari 800 hektar sawah yang ada, hanya sekitar 300 hektar sawah yang tertanam padi, yakni di lahan pematang dangkal. Namun lahan yang berada di pematang dalam tidak pernah panen karena debit air tidak pernah surut akibat sejumlah sungai dibendung perusahaan perkebunan sawit,” jelasnya.

Pada 2012 lalu, Menteri Pertanian Suswono, meyakini Kabupaten OKI akan menjadi salah satu penyokong lumbung pangan nasional seiring dengan produktivitas padi serta luasnya potensi pertanian di Kabupaten OKI. Saat itu Kabupaten OKI salah satu penyumbang produksi beras terbesar di Provinsi Sumatera Selatan yakni 580.119 ton beras.

Guna mewujudkan keyakinan Suswono tersebut, pemerintah OKI bekerja sama dengan Kementerian Pertanian serta TNI Angkatan Darat melaksanakan program cetak sawah seluas 100 hektar di Kecamatan Jejawi.

7.998 hektar sawah lebak gagal tanam

Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Kabupaten OKI, sejak empat tahun terakhir, sebanyak 7.998 hektar lahan sawah lebak di Kabupaten OKI  gagal tanam akibat debit air yang tidak kunjung surut atau kekeringan. Jumlah tersebut meliputi rawa lebak reguler di wilayah Kecamatan Kota Kayuagung seluas 2.550 hektar, Kecamatan Sirah Pulau Padang seluas 2.490 hektar, Kecamatan Jejawi seluas 813 hektar, dan Kecamatan Pampangan seluas 2.145 hektar.

Akibatnya, produksi padi di Kabupaten OKI, mengalami penurunan hingga 32.000 ton gabah kering panen (GPK) per tahun.

Kondisi persawahan di Kabupaten OKI yang gagal tanam. Kekeringan selama kemarau dan tergenang air saat penghujan. Foto Romi Maradona
Kondisi persawahan di Kabupaten OKI yang gagal tanam. Kekeringan selama kemarau dan tergenang air saat penghujan. Foto Romi Maradona

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten OKI Syarifudin, Selasa (11/11/2014) menyatakan, terhadap penurunan produksi GPK tersebut pemerintah OKI telah meminta bantuan kepada Kementerian Pertanian RI dan Dinas Pertanian Sumsel  untuk mencarikan solusinya.

Jelasnya, pada 2015 melalui APBD OKI, pihaknya telah mengusulkan kegiatan optimalisasi pemanfaatan lahan seluas 3.000 hektar. Anggaran tersebut senilai Rp 6 miliar untuk pembersihan lahan dari rumput setiduk pada lahan 3.000 hektar yang tersebar di tiga kecamatan yakni Kota Kayuagung, Sirah Pulau Padang, dan Jejawi.

Insyaallah akhir Januari 2015 nanti sudah dimulai pengerjaannya. Kita tinggal membahas pembuangan hasil pembersihan rumput setiduk saja.”

Moratorium perkebunan kelapa sawit?

Kabupaten OKI memiliki luas sekitar 21.469,90 kilometer persegi. Topografi daerah ini didominasi dataran rendah dengan rawa-rawa yang luas, terutama di kawasan timur yang berbatas dengan selat Bangka dan Laut Jawa.

Sekitar 350 ribu hektar lahan digunakan untuk perkebunan sawit. Sebagian besar lahan perkebunan sawit itu merupakan lahan rawa gambut. Lantaran adanya pembuatan kanal-kanal besar, menyebabkan tata kelola air di kawasan pertanian atau sawah menjadi terganggu.

Iskandar, Bupati OKI, sudah mendapatkan laporan terkait permasalahan tersebut dan akan mencarikan jalan keluar agar para petani tidak dirugikan. “Iya saya juga sudah dengar laporan bahwa perkebunan sawit ini merusak hasil pertanian warga, dan banyak yang gagal tanam ini, akan kita carikan jalan keluarnya,” katanya akhir Oktober 2014 lalu.

Hal tersebut juga disampaikannya saat paparan di KPK pada 14 Oktober 2014 lalu terkait adanya perusakan lingkungan yang diakibatkan oleh perkebunan sawit.

“Tapi, intinya pemerintah akan melihat dulu apakah betul dengan adanya perkebunan sawit ini mengakibatkan kegagalan tanam bagi para petani atau tidak. Kita lihat dulu dalam kurun waktu satu tahun kedepan dan akan kita evaluasi tahun depan,” jelasnya.

Ditambahkannya, pihaknya juga akan mencari jalan keluar terkait permasalan ini, misalnya cukup membuat drainase untuk pembuangan airnya sehingga tidak menggenangi persawahan masyarakat atau dengan cara lainnya.

Kalau solusi tidak berhasil, kata Iskandar, pihaknya akan segera berkonsultasi dengan Provinsi Sumsel untuk mencari jalan keluar lainnya. “Misalnya, apakah kita perlu melakukan moratorium bagi ijin yang sudah kita keluarkan atau tidak.”

Anwar Sadat, Ketua Serikat Petani Sriwijaya (SPS), menjelaskan persoalan gagal tanam padi tersebut menunjukkan bahwa kinerja pemerintahan dalam mengembangkan perkebunan tidak pernah mempertimbangkan nasib para petani.

Sudah seharusnya pemerintah OKI melakukan review perizinan perkebunan sawit, termasuk pula mengkaji AMDAL-nya. “Faktanya sudah jelas merugikan para petani. Kini tinggal bagaimana pemerintah OKI benar-benar mengambil langkah yang tidak merugikan para petani. Moratorium merupakan langkah yang harus dilakukan saat ini. Yang sudah ada saja menyebabkan nasib petani terpuruk, apalagi ditambah yang baru atau dikembangkan perkebunannya,” kata Sadat.

“Pemerintah OKI yang akan mengembangkan pembangunan dari desa harus mengutamakan para petani. Petani merupakan warga utama desa,” katanya.

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,