, ,

Soal Reklamasi Teluk Benoa, Ini Kata Menteri Susi

Perempuan ini berjalan sigap menuju podium. Rambut ikal digulung sedikit lalu dijepit seadanya. Dia berbicara pelan tetapi nada tegas tentang konsep pelestarian laut. Itulah gaya Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, kala menghadiri pembukaan Bali Tuna Conference “Mainstreaming Sustainable Tuna Management in the Asia-Pacific” di Kuta, Kamis (20/11/14).

Dengan suara bariton dan agak serak, Susi mengulang-ulang kata sustainability (pengelolaan laut keberlanjutan) dalam pidato itu.

 Soal pelestarian laut, di Bali, tengah hangat rencana reklamasi Teluk Benoa, yang mendapat banyak perlawanan berbagai kalangan.  Warga khawatir dan was-was reklamasi  bakal menimbulkan berbagai kerugian bagi lingkungan dan manusia . Menteri Susi pun menanggapi rencana ini.

Menurut dia, proyek reklamasi ini harus dipelajari, dianalisis mendalam apalagi di sebuah teluk yang berdampak luas, misal tentang buangan sampah.

“Harus di-assesment sangat baik hingga ada alternatif. Pembangunan tanpa perlu rekamasi tentu lebih baik, tentu saya pelajari. Kita mau bangun, its much better doesn’t change the environmental it self. Perlu dipelajari, study dan assessment,” katanya.

Ketika ditanya, mengatakan, belum mengetahui tentang pengeluaran izin lokasi reklamasi pada investor era Presiden SBY.  Katanya, belum pernah membaca karena fokus pada penertiban kapala ilegal di perairan Indonesia.

Namun, kata Susi, proyek besar seperti reklamasi harus menimbang tata kelola lingkungan.”Reklamasi besar untuk proyek properti mesti memikirkan keuntungan dan kerugian.”

Dia menekankan, harus berhati-hati dalam memutuskan proyek yang melibatkan kontur, perspektif, dan kontruksi alam itu sendiri. “Harus selalu long-long study assessment. Bila benar, tidak ada salahnya. Kalau tak benar,  stakeholder kehilangan benefit dari ekosistem.” 

Pengelolaan laut Lestari

Dalam pertemuan itu, Susi menekankan beberapa kali kata konservasi disertai penekanan para jejaring industri usaha tuna menyadari perlu tata kelola berkelanjutan karena sumber makin terbatas.“Kita harus mengelola keberlanjutan usaha perikanan untuk memastikan kesediaan tanpa melupakan sumber daya alam itu sangat terbatas,” katanya.

Indonesia, katanya, tidak lagi menjadi pemain utama bisnis tuna jika tak segera memastikan regulasi seperti larangan menangkap bayi ikan, penangkapan ramah lingkungan, dan memberikan insentif nelayan tangkap kecil.

Dalam pertemuan di Bali itu sekaligus  me-launching “Indonesia Tuna Fisheries Management Plan”.  Diikuti dengan Bali Statement yang berisikan komitmen kepatuhan stakeholders perikanan tuna Indonesia untuk melaksanakan rencana aksi itu. Foto: Luh De Suryani
Dalam pertemuan di Bali itu sekaligus me-launching “Indonesia Tuna Fisheries Management Plan”. Diikuti dengan Bali Statement yang berisikan komitmen kepatuhan stakeholders perikanan tuna Indonesia untuk melaksanakan rencana aksi itu. Foto: Luh De Suryani

Ada banyak tantangan konservasi laut di Indonesia, seperti sampah, penangkapan ikan ilegal, dan rencana reklamasi sejumlah pesisir.

Susi salah satu pejabat yang menarik perhatian karena membuat sejumlah gebrakan. Guna melestarikan perikanan, sesaat setelah dilantik dia memetakan dan pencabutan izin kapal-kapal ikan yang terindikasi illegal fishing. Susi juga mengeluarkan penghentian sementara izin penangkapan ikan baru. Tujuannya, memberi kesempatan anak-anak ikan dan juvenil berbagai sumberdaya ikan termasuk tuna tumbuh dan berkembangbiak.

Susi ingin memastikan semua usaha berbasis kelautan harus mengutamakan keberlajutan. “Kita harus cepat, kalau lambat nanti hilang semua. Harus tata kelola kembali kaidah pelestarian sumber daya.” Misal, dia ingin memastikan penangkapan ikan di area tangkap bukan bertelur.

Enam bulan ini,  KKP terus memverifikasi kapal-kapal yang beroperasi. Yang tidak ramah lingkungan tidak akan diizinkan walau ada stakeholder yang tak menyukai kebijakan ini. Kemudian akan ada pembatasan atau kuota. “Kita tak ingin dianggap negara yang tak mengerti sustainability.”

Dalam Bali Tuna Conference  yang menghadirkan narasumber dari sejumlah organisasi perikanan tuna internasional dan praktisi tuna nasional ini Susi me-launching “Indonesia Tuna Fisheries Management Plan”.  Diikuti dengan Bali Statement yang berisikan komitmen kepatuhan stakeholders perikanan tuna Indonesia untuk melaksanakan rencana aksi itu.

Kondisi geografis yang diapit dua samudera, yakni Pasifik dan Hindia menjadikan Indonesia sebagai habitat tuna terbesar di dunia.

Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi KKP Lilly Aprilya Pregiwati menyebut data produksi tuna lima tahun terakhir menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara penghasil tuna terbesar di dunia.

Tercatat, rata-rata produksi tuna, cakalang dan tongkol yang mencapai lebih dari 1,1 juta ton per tahun dengan nilai perdagangan Rp 40 triliun. Berdasarkan data FAO melalui State of World Fisheries and Aquaculture (SOFIA) 2014, sekitar 6,8 juta metrik ton berbagai jenis tuna ditangkap di seluruh dunia. Dari jumlah itu, sekitar 4,5 juta ton berasal dari produksi utama tuna, seperti albacore, bigeye, bluefin, skipjack dan yellowfin.

Pada tahun sama, secara global Indonesia berhasil memasok lebih 16% total produksi tuna dan sejenisnya.

Fair trade pertama di dunia

Dalam pameran Konferensi Tuna ini ada upaya usaha keberlanjutan oleh Yayasan Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI). Lembaga ini mengklaim mendapat sertifikat perdagangan berkeadilan atau fair trade pertama di dunia pada November ini.

Mekanisme fair trade dilakukan dalam satu mata rantai, yakni antara eksportir PT Harta Samudra di Ambon dengan empat kelompok nelayan di Ambon dan Buru di Maluku serta pembeli, Anova dari Amerika Serikat.

“Standar fair trade ini meliputi ramah lingkungan, sustainability, pemberdayaan nelayan seperti fasilitas kesehatan dan keamanan di laut,” kata Bestson Simarmata, manajer operasional MDPI.

Dia mengatakan, dampak terlihat pada nelayan yang menangkap tuna hanya dengan memancing memakai sampan ini. Pembeli menambahkan uang 10% dari hasil tangkapan yang langsung ditransfer ke rekening kelompok nelayan.

Susi Pudjiastuti,  Menteri Kelautan dan Perikanan, tengah berbincang di sela-sela acara pembukaan Bali Tuna Conference “Mainstreaming Sustainable Tuna Management in the Asia-Pacific” di Kuta, Kamis (20/11/14). Foto: Luh De Suryani
Susi Pudjiastuti, Menteri Kelautan dan Perikanan, tengah berbincang di sela-sela acara pembukaan Bali Tuna Conference “Mainstreaming Sustainable Tuna Management in the Asia-Pacific” di Kuta, Kamis (20/11/14). Foto: Luh De Suryani
Artikel yang diterbitkan oleh