,

Pemerintah Mulai Tegas Tangkap Kapal Ilegal Fishing

Pemerintah mulai bersikap tegas terhadap kapal-kapal asing yang melakukan penangkapan ikan tanpa izin di wilayah perairan Indonesia. Menteri Koordinator Kemaritiman Indroyono Soesilo mengatakan sikap tegas pemerintah tersebut sebagai pelaksanaan perintah Presiden Joko Widodo terkait pengamanan laut dan penanggulanganan penangkapan ikan tanpa izin atau illegal fishing.

“Pada 19 november, Presiden menegaskan perintah agar aparat penamanan laut agar menenggelamkan kapal asing yang melakukan pencurian ikan,” kata Indroyono yang didampingi Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dan jajaran Kementerian Perikanan dan Kelautan (KKP) dalam jumpa pers di kantor KKP di Jakarta pada Jumat (21/11/2014).

Tindakan tegas dari pemerintah ini berdasar Undang-undang No.45/2009 tentang Perikanan, pada pasal 69 ayat 4 bahwa dalam melaksanakan fungsi dalam ayat 1, penyidik dan atau pengawasan perikanan dapat melakukan tindakan khusus berupa pembakaran dan atau penenggelaman kapal perikanan yang berbendara asing berdasarkan bukti permulaan yang cukup.

Menko Kemaritiman mengungkapkan laporan penangkapan kapal di Laut Natuna pada 19 November 2014,  oleh pengawas perikanan KKP. Lima kapal berhasil ditangkap yaitu  Kapal Motor (KM) Laut Natuna 99 (101 GT), KM Laut Natuna 30 (102 GT), KM Laut Natuna 25 (103 GT), KM Laut Natuna 24 (103 GT), dan KM Laut Natuna 23 (101 GT). Lima kapal itu kini berada di Stasiun Pengawasan SDKP Pontianak, Kalimantan Selatan.

“Lima kapal itu tidak memiliki izin. Semua awak kapal dari negara asing. Kami apresiasi pelaksanaan kerja dari Dirjen PSDKP (Direktorat Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan) yang berhasil menangkap kapal ikan ilegal dan berhasil menangkap 61 orang ABK dari Thailand, yang menggunakan kapal diatas 100 GT (gross tonnage). Penangkapan 5 kapal ini suatu prestasi yang luarbiasa,” katanya.

Dia menjelaskan lima kapal tersebut tidak terdeteksi dalam pemantauan lokasi kapal. Artinya kapal tersebut tidak menggunakan VMS (vessel monitoring sytem) dan dipastikan merupakan kapal penangkap ikan ilegal.

Pada kesempatan tersebut, Dirjen PSDKP KKP  Asep Burhanudin menjelaskan lima kapal tersebut melanggar UU No.45/2009 tentang Perikanan, antara lain pasal 53a  ayat 1 jo pasal 35a ayat 3 yaitu bahwa kapal perikanan berbendera Indonesia yang melakukan penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia wajib menggunakan nakhoda dan anak buah kapal berkewarganegaraan Indonesia.

Kapal tersebut juga melanggar Pasal 7 ayat (2) huruf c juncto Pasal 100 Uu No.45/2009 yang berbunyi Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pengelolaan perikanan wajib mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mengenai: c. daerah, jalur, dan waktu atau musim penangkapan ikan”.

Ketika dicek perizinannya, surat-surat dari lima kapal tersebut palsu. “(Kesimpulannya) tidak ada izinnya. Jadi, notabene kapal itu adalah bodong. Jadi, itu sudah memenuhi syarat kalau kapal itu kita tenggelamkan,” kata Asep.

Sedangkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan lima kapal tersebut terbukti berada di perairan Indonesia, menggunakan nama dan bendera Indonesia, tapi nakhoda dan seluruh ABK merupakan warga Thailand. Dalam kapal tersebut juga disita 2,9 ton ikan hasil penangkapan.

Hasil Moratorium Izin Kapal

Lebih lanjut Menko Kemaritiman menjelaskan selama diberlakukannya moratorium izin kapal, hasil pengawasan terhadap kapal yang beroperasi di perairan Indonesia menunjukkan penurunan jumlah kapal yang beroperasi.

“Dengan dilaksanakan moratorium, data VMS kita terhadap legal, dari 15 Oktober 2014, sebelum moratorium dan 19 november setelah moratorium, jumlahnya berkurang. Sebaran di wilayah Natuna, sebelum dan sesudah, jumlahnya lebih sedikit. Ketika digabungkan antara data VMS kapal dan data satelit.  Semua kapal itu terlihat, ternyata yang dipasang VMS hanya satu kapal,” katanya.

Penurunan kapal ikan yang beroperasi juga terjadi di berbagai WPP, seperti di WPP 718 perairan Arafura.  Dan terlihat banyak sekali kapal penangkapk ikan yang beroperasi tidak menggunakan VMS, sehingga dipastikan merupakan kapal ilegal.

Dari data satelit tersebut juga bisa dilihat jenis dan ukuaran kapal, sehingga bisa diprediksi jumlah penangkapan ikan, dan pada akhirnya dapat diprediksi jumlah kerugian negara dari ilegal fishing tersebut.

KKP memang telah melakukan pemantauan VMS dari seluruh kapal penangkap ikan yang beroperasi di perairan Indonesia selama 24 jam nonstop. Dari pemantauan VMS tersebut bisa dilihat pergerakan dan aktivitas kapal.

“Bila melanggar zona WPP sesuai izinnya maka kapal itu ditangkap. Bila kapal tidak melaporkan VMS-nya karena rusak selama 1 x 24 jam , maka akan diberi peringatan,” kata Indroyono.

ikan dimasukkan ke pick up untuk diolah jadi sardin. Foto : Rhett A. Butler
ikan dimasukkan ke pick up untuk diolah jadi sardin. Foto : Rhett A. Butler

Menteri Kelautan dan Perikanan mengatakan selama moratorium, KKP bakal meneliti dan mengevaluasi izin 1200 kapal, dengan rata-rata hasil tangkapan 600 ton per kapal per tahun.  Susi memprediksi ada 1000 izin kapal yang terbukti tidak benar.

“Di lapangan itu indikasi 1  berbanding 6. Satu izin kapal, ada 6 yang beroperasi. Kalau berhenti semua, ada sangat besar yang bisa diselamatkan,” katanya.

Susi menjelaskan kerugian ilegal fishing tidak hanya diambilnya ikan-ikan dari perairan Indonesia, tetapi lebih penting adalah masalah kedaulatan negara.

“Kerugian yang sangat besar adalah kerugian kedaulatan. Ini tidak bisa dibiarkan. Yang tidak  bisa ditawar, dan tidak bisa dilanggar.  Ini kesadaran dan kebangsaan kita betul betul dipertaruhkan di ilegal fishing. Sumber daya hayati kita sebagai bangsa yang punya etika. Sebagai bangsa yang menghargai ekosistemnya dan sustainable fisheries. Kita wajib tegakkan ini,” tegasnya.

Selain moratorium izin kapal, KKP juga telah mengajukan pelarangan pemindahan muatan di tengah laut (transshipment).  “Perundang-undangan soal transshipment di tengah laut masih menunggu diundangkan oleh Menteri Kumham,” lanjutnya.

Susi menjelaskan banyak sekali indikasi terjadinya bongkar muat perikanan di tengah laut. Hal tersebut mempengaruhi kelangsungan industri perikanan di Indonesia, karena hasil tangkapan tidak dibawa ke pelabuhan dan tidak diolah oleh industri perikanan dalam negeri.

Transshipment juga mendukung ilegal fishing, karena banyak kapal asing mengkonsumsi BBM yang dipasok dari dalam negeri, termasuk pembelian logistik kapal.

Oleh karena itu, tambah Susi, moratorium izin kapal dan pelarangan transshipment akan merevitalisasi industri perikanan di Indonesia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,