Bupati Donggala Diperiksa Polda Sulteng Terkait Carut Marut Tambang

Bupati Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, Kasman Lassa, diperiksa penyidik Direktorat Kriminal Khusus (Ditkrimsus) di Markas Kepolisian Daerah (Mapolda) Sulteng sekitar tiga jam. Pemeriksaan ini dilakukan Selasa, (18/11), terkait persoalan tambang yang ada di wilayah itu.

“Saya dipanggil penyidik kepolisian untuk dimintai klarifikasi terkait segala persoalan tambang di Donggala,” kata Kasman Lassa, kepada Mongabay.

Menurut Kasman, saat ditanya penyidik ia menjelaskan alasan mengapa melakukan moratorium izin usaha pertambangan (IUP) di Donggala. Sebab, selama ini banyak permasalahan tambang di daerahnya.  Di Kabupaten Donggala sendiri, IUP-nya dibagi berdasarkan empat kelas yaitu IUP masih berlaku, berlangsung, berlangsung tetapi ada catatan, dan dihentikan.

“Kebijakan moratorium IUP dan hasilnya yaitu 70 IUP ini sudah diserahkan ke KPK. Dari 70 IUP tersebut, ada sebagian IUP yang masih berlaku,” ungkapnya.

Selain itu, Kasman Lassa juga dimintai keterangan terkait dengan masalah IUP yang dimiliki PT. Mutiara Alam Perkasa (MAP) yang dianggap bermasalah. Menurutnya IUP PT. MAP yang ia tanda tangani bukanlah IUP perpanjangan, namun IUP perubahan dari IUP yang ditandatangani oleh bupati sebelumnya.

“Ada dua diktum yang berbeda. Diktum pertama dinyatakan berlakunya IUP selama lima tahun dan diktum kedua berlaku sampai dengan tanggal 15 Januari 2014. Tanggal penetapan 22 April 2010. Berarti IUP yang ditandatangani bupati yang lama masa izinnya hanya 3 tahun 9 bulan berarti tidak sama dengan yang tertera di diktum satu. Diktum kedua inilah yang diperbaiki, bukan diperpanjang,” jelas Kasman Lassa.

Kasman mengatakan, untuk memperbaiki diktum kedua itu harus melalui proses yang panjang; harus  ada kajian dan ada permohonan dari perusahaan kepada bupati. Atas dasar permohonan itu, kemudian didisposisikan kepada Kepala Dinas Pertambangan ESDM.

“Dalam disposisi, saya menyebutkan bahwa pelajari maksud isi surat ini sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya.

Berdasarkan surat Direksi PT. MAP tertanggal 6 Oktober 2014 yang ditujukan kepada Pemda Donggala, perusahaan itu memohon kepada bupati sebagai pemegang wewenang dapat memberikan jalan keluar dari persoalan pertentangan norma yang terdapat dalam diktum satu, diktum kedua, dan diktum kesepuluh. Berdasarkan permohonan tersebut, maka lahirlah SK Nomor 88.45/0665/DESDM/2014 tertanggal 21 Oktober 2014 tentang perubahan diktum kedua SK Bupati Nomor 188.45/0243/DESDM/2010 tertanggal 22 April 2010.

“Alasan itulah yang menjadi dasar saya sebagai bupati mengambil tindakan hukum dalam upaya penyelesaian ketidakpastian masa berlakunya IUP yang dimiliki oleh PT. MAP. Jadi, sekali lagi saya tegaskan saya tidak memperpanjang IUP PT. MAP melainkan melakukan perbaikan sekaligus perubahan, dan SK yang baru itu masih menjadi SK satu- kesatuan dengan SK yang lama,” jelasnya.

Selain itu, Kasman juga mengklarifikasi soal kehadirannya di Desa Batusuya pada tanggal 3 Maret 2014 yang dianggap masyarakat memuluskan jalannya pengangkutan material milik PT. MAP. Menurutnya kehadiran di Desa Batusuya itu tidak sendiri, melainkan bersama dengan semua unsur Muspida Donggala.

Saksi

Selain bupati, kepolisian juga memeriksa mantan Kadis ESDM Donggala, Saliman Simanjuntak sebagai saksi dalam kasus tambang galian C di Desa Batusuya, Kecamatan Tombusabora, Kabupaten Donggala yang selama ini banyak menuai protes dari masyarakat Donggala.

“Sekitar empat jam, saya dimintai keterangan bagaimana kronologis penerbitan IUP di Kabupaten Donggala tahun 2010,” kata Saliman Simanjuntak yang ditemui usai menjalani pemeriksaan.

Menurutnya, saat ia menjabat Kadis ESDM Donggala, ia menerapkan aturan sesuai dengan amanat surat edaran Kementerian ESDM yang mengacu pada Paraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 pasal 112 huruf a.

“PP 23 itu diterbitkan 1 Februari 2010. Jadi paling lambat 1 Mei 2010 semua persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam PP 23 pasal 112 huruf a, untuk badan usaha meliputi IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi mineral logam dan batubara segera disesuaikan,” jelasnya.

Saliman menjelaskan, saat itu dinas mengundang semua pengusaha tambang di Donggala untuk mensosialisasikan PP 23 tersebut. Dalam rapat, dinas menjelaskan kepada semua pengusaha tambang yang hadir agar segera membuat permohonan karena akan ada penyesuaian untuk mengikuti aturan yang baru tentang pertambangan, dan meminta mereka mengikuti apa yang ada dalam aturan tersebut.

Aturan itu menyebutkan bagi yang belum mati kontrak pertambangannya, akan disesuaikan untuk menerbitkan IUP. Bagi pengusaha tambang yang saat itu sudah mati izinnya, disarankan untuk memohon perpanjangan atau membuat izin baru. Waktu itu, ada yang merupakan izin-izin baru, dan sebagian besar merupakan izin-izin penyesuaian.

“Sebagian besar izin-izinnya berakhir di tahun 2013. Dan semua perusahaan tambang di Donggala saat itu sudah memperpanjang IUP, kecuali PT. MAP,” katanya.

Saliman sangat menyesalkan ulah PT. MAP yang tidak mau melakukan perpanjangan IUP sehingga berujung pada persoalan hukum. Karena ulah perusahaan ini, katanya, Kepala Dinas ESDM Donggala sekarang, Syamsu Alam, telah ditetapkan sebagai tersangka.

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,