Kematian seekor gajah sumatera yang terjadi di Alue Meuraksa, Kecamatan Teunom, Kabupaten Aceh Jaya, Aceh, pada 18 November 2014, akan terus diusut Kepolisian Aceh Jaya. Gajah betina yang diperkirakan berumur 12 tahun itu ditemukan mati dengan kawat listrik di sekitar lokasi.
Kapolres Aceh Jaya, AKBP Abdul Azas Siagian, Minggu, 23 November 2014 mengatakan, sudah lima orang yang dimintai keterangannya atas kasus kematian gajah tersebut. “Kita akan terus dalami kasus ini, termasuk dalam waktu dekat, polisi akan memanggil anggota Polhut yang pertama sekali menemukan gajah mati itu di Alue Meuraksa, Kecamatan Teunom.”
Abdul Azis mengatakan, awalnya masyarakat melakukan pengusiran kawanan gajah liar sebanyak 15 ekor dengan menggunakan mercon, karena dianggap meresahkan. Namun, dalam pengusiran itu, ada yang mati satu ekor. Kematian ini masih diselidiki apakah ada faktor kesengajaan atau gajah itu terkena sengatan kawat listrik. Jika ada kesengajaan maka pelakunya akan dikenakan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem. “Kita akan konfirmasi ke masyarakat agar bangkai tersebut ditanam dengan menggunakan alat berat,” ujarnya.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Aceh, Genman Hasibuan mengatakan, gajah betina yang mati tersebut berumur 12 tahun. “Diperkirakan, sudah tujuh hari gajah tersebut mati. Di sekitar lokasi ditemukan juga kawat listrik.”
Genman menjelaskan, organ tubuh gajah betina itu sudah hancur sehingga tidak bisa dilakukan otopsi. “Pihaknya sudah menurunkan tim sebanyak 10 orang bersama polisi dan anggota polisi hutan ke lokasi pada 19 November 2014,” ujarnya
Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Aceh Jaya, Saiful Bahri berharap, kasus kematian gajah ini diusut sampai tuntas. Kami persilakan BKSDA dan polisi mengusut kasus kematian gajah di Aceh Jaya. “Kami akan selalu melakukan koordinasi dengan BKSDA,” jelasnya.
Ganggu masyarakat
Sekretaris Desa Alue Meuraksa, Hirman Surdi mengatakan, keberadaan kawanan gajah tersebut meresahkan warga setempat. Menurutnya, kebun sawit milik warga sering diganggu sehingga pengusiran gajah dilakukan dengan menggunakan mercon,” kata Hirman.
Hal senada diucapkan oleh Kepala Desa Panga Pucok, Sulaiman Majid (60). Menurut Sulaiman, warga tidak berani lagi beraktivitas karena tanaman mereka seperti sawit, karet, pisang, maupun padi telah dirusak kawanan gajah.
“Desa Alue Meuraksa, Kecamatan Teunom, hanya berjarak delapan kilometer dari Panga Pucok, Kecamatan Panga. Kawanan gajah liar itu satu kelompok yang sering turun ke wilayah Krueng Sabee, Panga, Teunom, dan Pasie Raya,” jelas Sulaiman.
Tanggapan
Dede Suhendra dari Word Wide Fund (WWF) Aceh, Minggu, 23 November 2014 mengatakan tercatat sudah delapan ekor gajah mati di Aceh di tahun 2014. Dugaan kematian gajah ini ada yang karena diracun atau juga karena konflik dengan masyarakat. “Paling kita khawatirkan adalah adanya perburuan gading,” kata Dede.
Dede menambahkan, kawasan habitat gajah di Aceh saat ini sudah terganggu. “Lintasan gajah sudah terkurung karena alih fungsi hutan menjadi lahan kebun. Wajar bila gajah marah,” katanya.
Menurut Dede, pengusiran gajah liar dengan mercon bukan solusi strategis untuk menjamin bahwa gajah tidak akan kembali lagi. Penanganannya harus jangka panjang dengan mengembangkan skema koridor agar kawasan habitat satwa terlindungi. “Dengan adanya skema koridor tersebut, lahan ekonomi masyarakat dan kawasan habitat satwa sama-sama tidak akan terganggu.”
Terkait kawat listrik yang berada di kebun masyarakat, Dede menilai bahwa kawat tersebut tidak hanya mengancam satwa tetapi juga manusia. Artinya, masyarakat telah menganggap bahwa satwa merupakan hama pengganggu. “Kita masih menunggu pernyataan resmi BKSDA terkait kematian gajah di Alue Meuraksa itu.”
Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh, Muhammad Nur menuturkan bahwa perubahan fungsi hutan akan berdampak pada kehidupan satwa. “Hutan Aceh merupakan benteng terakhir bagi gajah sumatera untuk hidup. Kegiatan konversi hutan menjadi lahan bisnis perkebunan maupun pertambangan dan perluasan bisnis lainya tentunya akan menyempitkan ruang gerak gajah,” tambahnya.
Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio