Temuan jenis burung sikatan baru di penghujung 2014, membuktikan bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya akan jenis keragaman burungnya. Jenis sikatan yang diberi nama Sulawesi streaked-flycatcher atau sikatan sulawesi ini dirilis dalam Jurnal Ilmiah PlosOne edisi 24 November 2014. Tim ini terdiri dari gabungan peneliti Princeton University, Michigan State University, dan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yaitu Dewi M. Prawiradilaga dan Dadang Dwi Putra.
Berton C. Harris dari Michigan State University, penulis artikel ini tidak mampu menyembunyikan kegembiraannya. Menurutnya, mampu menemukan satu jenis baru dari sekitar 98 persen jenis burung yang telah dikenali di dunia merupakan hal yang luarbiasa.
Awalnya, ketika pertama kali terlihat di hutan Sulawesi tahun 1997, jenis ini dianggap sebagai jenis sikatan yang telah dikenal sebelumnya yaitu sikatan burik (Muscicapa griseisticta). Karena cirinya yang tidak jauh berbeda, yaitu memiliki ukuran tubuh mungil antara 12-14 cm serta warna bulu tubuh yang coklat keabu-abuan bagian atas dan bagian tubuh bawahnya berwarna putih dengan coretan abu-abu juga.
Wilayah persebarannya juga berada di kawasan Wallacea, kecuali tidak ditemukan di Nusa Tenggara Barat. Sementara habitatnya, berada di tepi hutan yang telah terbuka dan padang rumput. Umumnya, keberadaannya di Sulawesi terlihat mulai dari dataran rendah hingga ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut.
Namun, setelah dilakukan penelitian lebih lanjut, jenis yang awalnya diduga sebagai sikatan burik ini ternyata merupakan jenis baru yang dinamakan Sulawesi streaked-flycatcher.
Jadi apa yang menyebabkan sikatan sulawesi dianggap sebagai jenis baru?
Menurut para peneliti terdapat perbedaan mendasar pada spesies baru yang bernama ilmiah Muscicapa sodhii ini. Perbedaannya terlihat pada sayap dan kedua ekornya yang lebih pendek ketimbang sikatan burik. Tenggorokannya juga berbintik dengan paruh yang agak miring.
Uniknya, saat dilakukan serangkaian tes DNA, hasilnya menunjukkan bahwa Sulawesi streaked-flycatcher ini berbeda dengan anggapan awal bahwa ia merupakan sikatan burik tadi. Malahan, hasil menunjukkan bahwa jenis ini kekerabatannya lebih dekat pada sikatan bubik thailand atau Muscicapa dauurica siamensis. Apakah ini sebuah kesalahan pengamatan karena Sulawesi streaked-flycatcher berbeda jauh dengan dugaan sebelumnya?
Pamela Rasmussen, peneliti dari Michigan State University, mengatakan bahwa rekaman yang dibuat saat pertama kali jenis ini dilihat sungguh sangat membantu. Meski suaranya mirip dengan jenis sikatan bubik yang memiliki nada seperti peluit, namun suara yang dihasilkan oleh sikatan sulawesi ini lebih tinggi tinggi bila dibandingkan dengan jenis sikatan lainnya.
Identitas Sulawesi streaked-flycatcher ini terkuak setelah Harris dan beberapa rekannya mengunjungi Sulawesi Tengah untuk melakukan penelitian jenis ini pada Juli 2011 dan Juli 2012. Kala itu, Haris dan tim memfokuskan pencarian pada lokasi Danau Tambing dan seputaran Taman Nasional Lore Lindu, serta Anaso, Badaeha, dan Baku Bakulu. Namun, pencarian yang dilakukan dengan mempersempit lokasi pencarian di Badaeha dan Baku Bakulu tidak membuahkan hasil.
Setahun berselang, Haris dan tim kembali lagi. Kali ini, fokus pengamatan dilakukan di Baku Bakulu yang berada di luar Taman Nasional Lore Lindu. Setelah bertahan di tenda selama seminggu, akhirnya pada 21 Juni 2012, tim ini berhasil melihat sikatan sulawesi sebagaimana pertama kali terlihat tahun 1997. Pencarian ini tentunya menggembirakan, setelah 15 tahun dilakukan penelitian. Untuk statusnya sendiri, sikatan sulawesi tidak berada dalam bahaya kepunahan.
Sikatan merupakan jenis burung pemakan serangga. Ciri utamanya adalah kepala bulat dengan paruh yang runcing kecil. Perbedaan jantan dan betinanya dapat dilihat dari warna bulu sang jantan yang sebagian besar berwarna cerah sementara si betina berwarna buram. Jenis ini suka mencari makanan dalam kelompok campuran dengan jenis lain.
Wilayah Wallacea
Ria Saryanthi, Head of Communication and Knowledge Centre Burung Indonesia, mengatakan bahwa Wallacea merupakan salah satu kawasan yang menyimpan keragaman hayati sangat tinggi, namun masih belum banyak dilakukan penelitian di sana. Kawasan ini terdiri dari ribuan pulau yang berada di antara kawasan Oriental dan Australasia. Pulau-pulau tersebut dimasukkan dalam tiga kelompok yaitu Sulawesi dan pulau satelitnya, Kepulauan Maluku, serta Kepulauan Nusa Tenggara.
Berdasarkan data terbaru Burung Indonesia, Wallacea merupakan wilayah kaya avifauna. Sedikitnya, ada 307 jenis burung yang terbatas sebarannya hanya di kawasan ini. Jumlahnya mencakup 40 persen dari total 767 jenis burung yang terdata di Wallacea. Selain itu, sekitar 273 jenis (64%) burung endemis yang ada di Indonesia berada di wilayah Wallacea.
Penemuan jenis baru sangat mungkin ditemukan di Wallacea mengingat wilayah ini kaya akan keragaman hayati. Hal yang patut ditekankan menurut Ria Saryanthi adalah Wallacea tidak hanya penting bagi jenis burung akan tetapi juga bagi jenis satwa lainnya, misalnya babirusa (Babyrousa babirussa).
Indonesia sendiri merupakan negara yang memiliki kekayaan jenis burung dalam hal burung endemis, juga dalam jumlah jenisnya. Sebelum jenis sikatan sulawesi ini dicatat sebagai jenis baru, berdasarkan kajian Daftar Merah BirdLife International, Indonesia di tahun 2014 memiliki jumlah jenis burung sebanyak 1.666 jenis. Sementara, jumlah jenis burung yang ada di dunia sekitar 10.425 jenis.
Rujukan:
Harris JBC, Rasmussen PC, Yong DL, Prawiradilaga DM, Putra DD, et al. (2014) A New Species of Muscicapa Flycatcher from Sulawesi, Indonesia. PLoS ONE 9(11): e112657.doi: 10.1371/journal.pone.0112657