,

Pembalakan Liar Membuat Longsor dan Banjir di Aceh

Pembalakan kayu secara liar masih terjadi di Aceh. Kondisi inilah yang mengakibatkan terjadinya bencana longsor dan banjir di Aceh dalam sebulan terakhir.

Pernyataan tersebut disampaikan Gubernur Aceh, Zaini Abdullah, saat menghadiri sosialisasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Pengelolaan Keuangan Negara dan Kesejahteraan Masyarakat, di Gedung AAC Dayan Dawod Banda Aceh, Jum’at (28/11/2014).

Zaini mengatakan bencana banjir dan longsor yang terjadi di Aceh seperti di wilayah barat Aceh membuat Pemerintah Aceh berpikir keras mencari solusinya. “Illegal logging merupakan kegiatan yang mengundang datangnya bencana,” tuturnya.

Kepala Dinas Kehutanan Aceh, Husaini Syamaun tidak menampik apa yang disampaikan Gubernur Aceh. “Ya, modusnya berbeda-beda, termasuk membawa kayu dengan becak. Ada juga penebangan dalam izin hak guna usaha (HGU) yang lama,” kata Husaini saat dihubungi Sabtu (29/11/2014).

Pemerintah Aceh terus melakukan operasi illegal logging. “Selain kekurangan tenaga PPNS dan dana operasional, kami juga kesulitan berhadapan dengan oknum yang membekingi pemanfaatan kayu ilegal tersebut,” ungkapnya.

Husaini meyakinkan bahwa izin pemanfaatan kayu di Aceh sudah tidak ada lagi. “Hanya saja ada HGU lama yang tidak dikelola, namun kayunya masih diambil. Ini masih terjadi.”

Pemerhati lingkungan dan juga anggota Koalisi Peduli Hutan Aceh (KPHA), Jes Putra, mengatakan pemanfaatan kayu di HGU harus ada izin. “Jadi, tidak bisa seenaknya,” tandasnya.

Jes mengungkapkan, pembalakan liar masih marak masih terjadi di  kabupaten di Aceh, seperti Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh Utara, Bener Meriah, Aceh Tengah, Aceh Tenggara, dan Aceh Barat Daya.

“Di Aceh Besar, ada modus membawa kayu olahan dengan becak ke Kota Banda Aceh. Sementara, di Aceh Tengah dan Bener Meriah, kayu ilegal banyak diambil untuk rehabilitasi rekonstruksi pasca-gempa 2 Juli 2013. Hanya saja, dinas terkait belum menetapkan batasan kuota pemenuhan kayunya,” ungkap Jes.

Adi, pemilik becak motor yang hendak membawa kayu ke Kota Banda Aceh, saat ditemui di kawasan Lhoong, Aceh Besar, mengatakan kayu-kayu tersebut diambilnya dari salah satu kilang kayu di Lhoong.

“Kami hanya membawa sampai ke Banda Aceh, satu kubik harganya Rp 2 juta. Tergantung jenis kayunya,” kata Adi.

Dalam perjalanan, Adi mengakui sering disetop oleh oknum. “Kami tidak punya uang. Hanya bisa memberi Rp10 ribu-Rp20 ribu,” ujarnya.

Di Aceh Besar, membawa kayu olahan dengan becak merupakan salah satu modus baru. Foto: Firman
Di Aceh Besar, membawa kayu olahan dengan becak merupakan salah satu modus baru. Foto: Firman

Rawan pembalakan

Sementera itu, Direktur Walhi Aceh, Muhammad Nur, mengatakan setidaknya ada 13 kabupaten di Aceh yang rawan terhadap pembalakan liar.

“Bencana banjir dan longsor yang terjadi di wilayah barat Aceh misalnya, karena selain intensitas hujan yang tinggi juga masih adanya aktivitas pembalakan dan alih fungsi kawasan hutan” ujarnya.

Terhadap bencana banjir dan longsor yang terjadi di Aceh, juru bicara Kaukus Pantai Barat-Selatan Aceh, TAF Haikal, meminta Gubernur Aceh agar melakukan operasi penertiban pembalakan liar tersebut. “Kami minta pemerintah Aceh segera melakukan operasi kayu ilegal dan membawa pelakunya ke proses hukum tanpa pandang bulu,” katanya.

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,