,

Wow.. Kerugian Akibat Illegal Fishing Kapal Asing Mencapai 20 Miliar USD Per Tahun

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan pihaknya telah melakukan perhitungan kasar terhadap kerugian dari sektor kelautan akibat pengambilan ikan ilegal alias illegal, unreported and unregulated (IUU) fishing oleh kapal asing dan kapal Indonesia yang tidak berizin mencapai maksimal 20 miliar USD per tahun.

“Kerugian mendekati 12-15 miliar USD. Maksimal 20 miliar USD. Saya berkeyakinan sekitar 12,5 miliar USD,” kata Susi dalam acara pertemuan bersama pimpinan media massa (chief editors meeting) di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di Jakarta, pada hari Senin (01/12/2014).

Dia mendapatkan perkiraan angka kerugian tersebut setelah melakukan blusukan dan bertemu nelayan para pemilik kapal tangkap ikan di berbagai lokasi, seperti di Pengandaran dan pesisir pantai utara (pantura) Jawa. Dari nelayan disebutkan pendapatan kapal Indonesia berbobot 60-70 gross tonnage (GT) yang hanya menangkap ikan tongkol berkisar Rp 3 – 6 miliar, dengan angka moderat sekitar Rp 4 – 5 miliar per tahun.

Padahal ada berbagai jenis ikan dan spesies laut yang bernilai jual lebih tinggi dibandingkan ikan tongkol, seperti ikan tuna, ikan napoleon, udang, lobster, teripang, kerang, dan sebagainya yang ditangkap dan dibawa keluar negeri oleh kapal-kapal asing.

“Ikan yellow fin itu harga dua kali ikan tongkol. Kalau kapal trawler besar di timur Indonesia, seperti di Merauke, ngambilnya mesti udang, dengan harga  Rp 70 – 100 ribu per kg. Harga ekspor udang mix 11 USD per kkg. Harga udang berkepala sekitar 7-8 USD,” kata Susi.

Data dari KKP menyebutkan ada sekitar 1200 – 1300 izin kapal berbobot lebih dari 30 GT di seluruh perairan Indonesia.  Dan dia mendapatkan informasi dari sumber yang terpercaya bahwa jumlah kapal penangkap ikan ilegal berjumlah lima kali lipat dari kapal resmi, yang berarti sekitar 6000 – 7500 kapal.

Oleh karena itu, Menteri Kelautan dan Perikanan mantap untuk melakukan moratorium perizinan kapal dan pengaturan serta pembatasan penangkapan ikan di perairan Indonesia. Dia juga telah bertemu dengan duta besar negara tetangga dan negara sahabat tentang moratorium ini dan penegakan hukum terhadap kapal asing di Indonesia.

“(Kepada kapal asing) do not anymore fishing di Indonesia. Saya ngomong di depan para Dubes. Dubes ngomong kalo masih ada (kapal asing menangkap ikan di perairan Indonesia), silahkan diproses hukum. Apa yang akan kita lakukan itu sudah sangat biasa,” katanya.

Sesuai aturan perikanan dunia, kapal asing dilarang menangkap ikan di perairan suatu negara. Pelarangan tersebut merupakan hal yang wajar terjadi di dunia.

“(Pelarangan penangkapan ikan di suatu negara oleh negara lain) sudah terbiasa dilakukan di negara-negara lain di dunia. Kenapa kita mesti takut dengan hubungan denengan negara tetangga terganggu oleh itu. Ini tidak perlu dipertanyakan. Untuk kedaulatan (negara, pelarangan) tidak perlu keraguan. Dan setiap negara memberlakukan peraturan yang sama. Kita juga sudah punya undang-undang untuk itu (UU Perikanan),” katanya.

Maka menjadi hal yang wajar penangkapan ikan dilakukan oleh orang pribumi suatu negara dan pengolahan ikannya dilakukan di dalam negeri.

Pemberantasan dan penangkapan kapal asing

Susi menjelaskan sejak diberlakukannya moratorium, jumlah kapal penangkap ikan yang beroperasi di Indonesia jauh berkurang. Hal itu menandakan banyak kapal asing dan ilegal yang selama ini melakukan penangkapan ikan.

Dia menyebutkan data dari satelit dan data monitoring kapal (vessel monitoring system / VMS), ada sekitar 933 kapal ikan yang beroperasi pada tanggal 25 Oktober 2014 atau sebelum moratorium. Dan setelah moratorium diberlakukan pada awal November 2014, kapal yang beroperasi hanya 164 unit. “Ada 933 kapal yang tidak punya VMS, yang berarti tidak benar perizinannya, sehingga mereka pada pulang,” jelasnya.

Sesuai UU No.45/2009 tentang Perikanan menyebutkan pemerintah berhak melakukan penegakan hukum berupa penenggelaman kapal yang terbukti kapal asing ilegal. Susi menjelaskan sejak moratorium diberlakukan, KKP telah ditangkap enam kapal asing yaitu 5 kapal dari Thailand dan satu kapal dari Vietnam. Dan TNI Angkatan Laut telah menangkap empat kapal asing.

“Kita berhak (melakukan penenggelaman kapal). Tinggal lapor Menko Kemaritiman, kapal yang sudah kita tangkap, kita bakar. Saya ketemu dengan Dubes thailand. Dia mengucapkan mohon maaf karena ada nelayan Thailand yang berlayar di Indonesia,” katanya.

Pada kesempatan tersebut, Dirjen Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP, Asep Burhanudin mengatakan sesuai pasal 69 ayat 4 UU Perikanan menyebutkan aparat pemerintah dapat melakuakn tindakan khusus berupa penenggelaman kapal bila telah ada cukup bukti permulaan yaitu adanya anak buah kapal asing, tidak ada surat izin kapal dan secara fisik terbukti kapal asing tersebut berada di wilayah Indonesia.

Akan tetapi proses penenggelaman kapal, kata Asep, mengalami kendala seperti peralatan dan keselamatan aparat pemerintah maupun nelayan asing yang ditangkap.

“Senjata yang kita miliki 12,7 mm. (Kapal ditembak) sampai habis (peluru) satu gudang tidak akan tenggelam kapal itu, hanya bolong-bolong saja. Jadi memang perlu dari TNI AL. ataupun kalau dibakar bisa,” jelasnya.

Nelayan tradisional yang kesulitan karena dampak pencemaran laut, pesisir pantai maupun konversi hutan mangrove ke perkebunan. Foto: Andreas Harsono
Nelayan tradisional yang kesulitan karena dampak pencemaran laut, pesisir pantai maupun konversi hutan mangrove ke perkebunan. Foto: Andreas Harsono

Asep mengatakan pihaknya juga mempertimbangkan keselamatan baik ABK kapal asing yang ditangkap maupun aparat pemerintah. Dia mengilustrasikan jumlah pegawai KKP dalam satu kapal pengawas berkisar 20 orang, sedangkan lima kapal asing yang ditangkap bisa mempunyai ABK sekitar 60 orang.

“Dari sisi keselamatan, lima kapal itu jumlahnya 60 orang personil. Kalau kita tenggelamkan di tengah laut, ABK kita cuma 20. Kalau kita mengamankan 60 dalam satu kapal kita, itu satu banding tiga, bisa hilang kapal kita jangan-jangan,” katanya.

Oleh karena itu, Menteri Kelautan dan Perikanan mengatakan pada Senin kemarin (01/12/2014) pihaknya telah melakukan penandatanganan kerjasama bersama TNI Angkatan Laut untuk penegakan hukum kapal asing di perairan Indonesia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,