Buku: Kisah dari Lubuk Beringin

Pada Agustus 2000, sebanyak 23 perempuan Dusun Lubuk Beringin, Kabupaten Bungo, mengadakan yasinan setiap Jumat sore. Yasinan ini hanya melibatkan kaum perempuan.

Seusai wirid, mereka leluasa mendiskusikan hal-hal berkaitan keuangan rumah tangga. Diskusi ini berlangsung setiap hari di tepian pemandian. Dari situ lahirlah gagasan membuat lembaga keuangan mikro. Mereka menyebut lembaga itu dengan nama “Dahlia.”

Begitulah penggalan paragraf awal dalam buku “Namaku Dahlia” yang ditulis Syafrizaldi. Aal Jepang, begitu biasa dipanggil meluncurkan buku 24 November lalu di Jambi. Aal juga Manager Program Flora dan Fauna Indonesia (FFI) di Aceh.

Buku ini, kata Aal, bercerita tentang kisah inspiratif kaum perempuan di Dusun Lubuk Beringin yang selama 15 tahun mendirikan Koperasi Dahlia. Ia menjadi unit simpan pinjam warga.  “Sekarang modal berputar sudah Rp500 juta. Mereka berusaha melawan kemiskinan dengan cara positif,” katanya kepada Mongabay.

Namun, peristiwa yang melatarbelakangi pembentukan Koperasi Dahlia tidak diuraikan. Kata Aal,  berkali-kali mempertanyakan itu kepada warga, tetapi tak pernah terjawab.

Dia mengatakan, banyak peristiwa konflik di sana tetapi mereka memandang sebaliknya. “Dulu, Lubuk Beringin salah satu lokasi pembalakan liar. Anehnya masyarakat tidak merasa terancam. Mereka menyambut ramah pembalak liar. Bahkan masyarakat sering menyuguhi minum teh di rumah. Ada perbedaan cara pandang bukan? Mungkin karena masyarakat kelewat ramah?”

Dusun Lubuk Beringin, pintu masuk ke kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Pembalakan liar besar-besaran terjadi awal 1970-an hingga akhir 1980-an. Klimaksnya 1998-1999. Ia juga hutan desa pertama di Indonesia dengan izin keluar era Menteri Kehutanan, MS Kaban pada 2009.

Berapa lama mengerjakan buku ini? “Saya mulai April 2014. Tidak sampai setahun. Kebetulan, sebelumnya saya juga pernah bolak balik ke sana. Jadi bahan-bahan dasar sudah ada. Saya mengerjakan buku ini setiap akhir pekan. Di sela-sela kesibukan bekerja untuk NGO di Aceh.”

Buku ini bukan pertama ditulis Aal. Sebelumnya, dia menulis buku Riak-riak Mendesau, Lentera Kampung Hutan. Semua hasil kerjasama dengan SSS Pundi Sumatera. “Paling tidak buku ini menambah sederetan kisah-kisah perjuangan masyarakat yang berusaha melawan kemiskinan,” katanya.

Namaku Dahlia, begitu juudl buku yang menceritakan kegigihan perempuan-perempuan Lubuk Beringin, membangun koperasi hingga berkembang. Foto: dokumentasi Syafrizaldi
Namaku Dahlia, begitu judul buku yang menceritakan kegigihan perempuan-perempuan Lubuk Beringin, membangun koperasi hingga berkembang. Foto: dokumentasi Syafrizaldi
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,