,

Hutan Sulteng Tidak akan Hilang jika Tetap Dijaga

Kepala Dinas Kehutanan Sulawesi Tengah, Nahardi, menanggapi positif prediksi Relawan Orang dan Alam (ROA) yang mengatakan bahwa hutan Sulteng akan habis dalam kurun waktu 16 tahun.

“Saya kira kita tanggapi positif saja. Pernyataan itu mengingatkan kita semua agar lebih bijak mengelola sumber daya alam dan menjaga hutan,” kata Nahardi usai mengikuti acara Hari Menanam Pohon Indonesia (HMPI) di Bukit Soeharto, Sigi, Sulawesi Tengah, Selasa, (2/12/14).

Kesadaran masyarakat untuk mencintai lingkungan harus dibangun sejak dini sehingga kita bisa mewariskan hutan yang rindang kepada anak cucu di masa mendatang. Pemerintah Sulteng melalui Dinas Kehutanan juga telah melakukan langkah antisipasi kerusakan hutan melalui moratorium perizinan. “Kami mempertahankan hutan yang masih ada, hutan yang masih bagus, dan masih utuh.”

Nahardi melanjutkan, Dinas Kehutanan juga melakukan gerakan rehabilitasi hutan yang tandus. Sebanyak 4.663.738 batang pohon telah ditanam tahun 2014. “Itu semua dilakukan untuk mempertahankan hutan Sulteng,” ujarnya.

Kepada Mongabay Indonesia, Kepala BPDAS Palu-Poso, Eko Gathut Wirawanto mengatakan, kekhawatiran akan hilangnya hutan Sulteng dalam kurun waktu 16 tahun seperti yang diprediksi ROA tidak akan terjadi. Dengan catatan, semua elemen masyarakat dan Pemerintah Sulteng melakukan gerakan penanaman 1 miliar pohon.

Untuk mengantisipasi terjadinya kekhawatiran itu, Eko menyebutkan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Palu-Poso saat ini sudah mempunyai penyemaian permanen dengan kapasitas  1 juta pohon.

“Kalau ada masyarakat yang ingin menanam pohon silakan datang ke BPDAS. Untuk tanaman buah-buahan kami hanya menyiapkan 30 persen dan selebihnya tanaman kayu sebanyak 70 persen. Tanaman kayu yang paling cocok di daerah ini adalah mahoni dan trembesi,” urainya.

Eko juga menaruh harapan pada masyarakat agar tidak larut dalam kekhawatiran tersebut. Pihaknya akan merangkul masyarakat untuk mendorong gerakan menanam 1 miliar pohon sehingga kekhawatiran itu tidak akan terjadi.

Inilah kondisi hutan yang berubah menjadi lapangan setelah tambang nikel beroperasi. Jika tidak dijaga, bukan tidak mungkin Sulteng akan kehilangan hutannya dalam 16 tahun kedepan. Foto: Christopel Paino

Ayub, warga Palu sangat menyayangkan jika dalam kurun waktu 16 tahun mendatang hutan Sulteng akan habis.

“Kalau melihat catatan ROA yang menyebutkan kurang lebih 1.100 industri pengelola kayu yang ada di Sulawesi Tengah namun hanya sekitar 310 yang aktif, itupun hanya empat perusahaan yang terdaftar verifikasi legalitas kayunya (VLK), saya sebagai masyarakat awam khawatir,” terangnya.

“Saya berharap, pemerintah dan penegak hukum bisa menekan laju kerusakan hutan melalui aturan-aturan yang ada. Tidak lupa menerapkan sanksi tegas terhadap pelaku kejahatan di sektor lingkungan. Jika hal itu diterapkan, keberlangsungan pemanfaatan sumber daya alam dapat kita rasakan bukan hanya hari ini atau esok, tetapi juga di masa akan datang,” harap Ayub.

Sebelumnya, Givents, Koordinator Riset dan Kampanye ROA, memprediksi kurang dari 16 tahun hutan di Sulteng akan habis. Pernyataan tersebut didasarkan pada Dokumen Strategi Daerah REDD+ Provinsi Sulawesi Tengah yang menuliskan ada 902.776 hektar luas hutan Sulteng berkurang yang sudah disahkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2014-2030.

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,