Berada di ketinggian sekitar 800 mdpl, Lamas termasuk salah satu daerah subur di Region San Martin, Peru. Daerah di pedalaman Peru ini menjadi rumah berbagai tanaman termasuk kopi, kakao, asparagus, dan…koka!
Koka merupakan bahan dasar kokain, narkotika ilegal di banyak negara termasuk Peru. Namun, petani lokal telah menanam koka turun temurun dan menggunakan daun sebagai bahan minuman sehari-hari. Bagi warga lokal, koka diseduh sebagai minuman layaknya teh ataupun obat.
Meskipun ilegal, masih banyak petani Peru menanam koka dan memperdagangkan. Menurut laporan Badan PBB untuk narkoba dan kejahatan (UNODC) dan pemerintah Peru, tanaman koka di negara ini sekitar 60,400 hektar.
Peru merupakan negara produsen koka dan kokain terbesar di dunia bersama Kolumbia dan Bolivia, dua negara tetangganya.
Kurun waktu 1980-an hingga akhir 1990-an, muncul pemberontakan di Peru dimotori Partai Komunis Peru (CCP). Dalam bahasa lokal partai ini dikenal dengan Sendero Luminoso. Basis mereka di pedalaman Peru, termasuk Lamas. Muncul pula sempalan CCP lebih radikal seperti Túpac Amaru Revolutionary Movement (MRTA). Aliran politik mereka adalah Marxis, Leninis, dan Maois. Kedua kelompok itu kerap menculik dan membunuh warga yang tidak setuju dengan ideologi mereka. Pemerintah Peru pun menyebut mereka sebagai kelompok teroris.
Lamas, berjarak sekitar 1,5 jam perjalanan dengan pesawat dari Lima, ibu kota Peru, salah satu basis mereka. Petani lokal turut mendukung kelompok ini dengan menanam dan mengolah koka menjadi kokain.
Hildebrando Cardenas Salazar, 36 tahun, termasuk anak muda dengan masa kecil melalui fase ini. “Menanam dan mengolah koka hingga menjadi kokain kegiatan petani sehari-hari,” katanya, pertengahan November 2104 di Lamas.
Kokain dijual ilegal ke pasar lokal maupun internasional. Muncullah istilah narkoterorisme, bisnis narkoba ilegal untuk mendanai gerakan terorisme.
Sejak 1988, pemerintah Peru melarang budidaya koka. Pada 1993-1994, pemerintah mulai mengawasi ketat. Petani tetap saja menanam.
Masa pemerintahan Alberto Fujimori, mulai 1991, pemerintah Peru perang besar-besaran terhadap Partai Komunis Peru dan Gerakan Revolusioner Tupac Amaru. Begitu pula dengan perang terhadap narkoba ilegal, sumber pendanaan utama kelompok ini.
Pemerintah Peru mengajak warga melawan, melatih, dan mempersenjatai mereka. Kebijakan ini yang membuat Alberto Fujiomori, Presiden Peru keturunan Jepang, dituduh melanggar hak asasi manusia (HAM).
Sejak 1999, 56 petani Lamas mendirikan Koperasi Oro Verde. Nama ini dari bahasa Spanyol berarti emas hijau, mengacu pada koka yang saat itu menjadi sumber pendapatan utama. Namun, pasar koka menurun, seiring perang besar-besaran terhadap terorisme dan narkoba ilegal, petanipun beralih. Mereka tak lagi menanam koka.
Dengan bantuan Badan PBB, para petani Lamas membudidayakan kopi dan kakao, yang memang sudah tumbuh subur di pegunungan Lamas. Pertanian mereka organik. Koperasi ini berkembang cepat. Hanya dua tahun setelah terbentuk, petani mendapatkan sertifikasi organik dan fair trade.
Kini Oro Verde memiliki 1.350 anggota di mana 500 petani kakao dan 850 petani kopi. Dari 1.350 anggota, 75% warga asli (indigineus people). Mereka tak hanya di Lamas juga provinsi tetangga seperti San Martin, Picota, dan Eldorado. Komoditas mereka bertambah dengan asparagus dan madu.
San Martin, termasuk pusat produksi kopi di Peru. Tiap tahun, ia menghasilkan 30.000 ton kopi. Komoditas ini diekspor terutama ke perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat, Kanada, dan Eropa.
Untuk kakao mereka menghasilkan 1.200 ton per tahun. Sekitar 250 ton di jenis fino de aroma yang disebut-sebut sebagai kakao terbaik dunia.
Hilderbrando,direktur koperasi mengatakan, Oro Verde menembus pasar internasional karena dua alasan. Pertama, pasar internasional untuk kakao dan kopi memang besar. Kedua, ada sertifikasi organik dan fair trade untuk dua komoditas itu.
Anggota koperasi, Felix Terero Amasifun Sangama (23) mengatakan, kakao komoditas penting bagi petani karena bagus untuk bisnis. Dia tertarik menjadi petani melanjutkan pekerjaan orang tua.
Felix sebelumnya tidak tahu tentang kakao. Setelah kakao menjadi produk andalan petani Lamas, Felix menambah pengetahuan.
Dia kini menambah keterampilan dalam mengawasi mutu dengan kursus pemantauan kualitas kakao. Saat ini Felix magang di Koperasi Oro Verde sebagai penguji coba kualitas kakao produksi petani.
Melalui anak-anak muda seperti Felix, petani Lamas memiliki masa depan lebih cerah. Jika pada 1990-an Lamas masuk titik merah daerah berbahaya, kini mereka masuk titik hijau, wilayah penting produsen produk pertanian. (Habis)