Pusat Studi Kewirausahaan Universitas Atma Jaya Yogyakarta (Puswira UAJY) melalui Mata Kuliah Kewirausahaan Fakultas Ekonomi menyelenggarakan serangkaian acara bertajuk Hiuphoria. Acara ini sebagai bentuk kampanye penyelamatan hiu di Indonesia dan belahan dunia umumnya yang terus berkurang jumlahnya karena perburuan. Bekerja sama dengan Save Sharks Indonesia, Hiuphoria diselenggarakan pada Jumat, 5 Desember 2014 pukul 16.00 sampai 22.00 WIB di Foodcourt Jogja Expo Centre (JEC).
Ketua panitia Hiuphoria, Immanuel TB Manullang mengatakan mereka ingin menyadarkan masyarakat bahwa daging hiu tidak aman untuk dikonsumsi karena mengandung mercury. Selain itu, kampanye ini juga bertujuan untuk menyelamatkan populasi hiu di Indonesia yang mulai terancam. “Karena itulah kami menyelenggarakan kampanye ini tetapi dikemas dalam konsep berbeda,” tutur Immanuel.
Hiuphoria digelar berbentuk running on the track yaitu lari santai sejauh lima kilometer pada malam hari dengan menggunakan glow. Masyarakat cukup antusias, terbukti ada 1000 1000 peserta yang ikut. Para peserta berlari dari titik pertama di Jalan Janti, Banguntapan, Bantul hingga ke titik kedepalan. Setelah mengikuti running on the track para peserta akan mengikuti kampanye penyelamatan hiu yang disampaikan oleh Save Sharks Indonesia.
“Bila jumlah hiu semakin menurun apalagi sampai punah, berarti no more udang, no more kerapu. Ekosistem biota laut lainnya terancam,” katanya. Karena hiu merupakan predator tertinggi dalam rantai makanan sehingga memiliki peranan penting di dalam ekosistem biota laut.
Selain running on the track, Hiuphoria memiliki serangkaian acara lainnya seperti Selfie Contest, Speak up Save Sharks, Live music, DJ Performance, Doorprize dan Glow Party.
Dalam catatan WWF Indonesia menjelaskan, hiu merupakan satu spesies yang populasinya terancam punah. Melonjaknya jumlah permintaan sirip hiu dan produk-produk hiu lainnya telah menyebabkan terjadinya penangkapan besar-besaran terhadap hiu. Data FAO tahun 2010 menujukkan bahwa Indonesia berada pada urutan teratas dari 20 negara penangkap hiu terbesar di dunia.
“Mendukung perlindungan hiu bukan semata-mata untuk hiu itu sendiri, namun karena peran pentingnya untuk menjaga ketersediaan pangan kita dari sektor kelautan,” kata Efransjah, CEO WWF-Indonesia.
Sebagai predator teratas, hiu mengkontrol populasi hewan laut dalam rantai makanan. Dengan demikian, populasi hiu yang sehat dan beragam berperan penting untuk menyeimbangkan ekosistem laut, termasuk menjaga kelimpahan ikan-ikan yang dikonsumsi manusia.
Praktik keji tersebut dilakukan terhadap 38 juta hiu setiap tahunnya (Clarke, 2006) dari sekitar 26-73 juta hiu yang tertangkap dalam aktivitas perikanan dunia (Fordham, 2010). Ini berarti sekitar 1-3 individu hiu tertangkap setiap detiknya. Di sisi lain, hiu adalah ikan yang perkembangbiakannya lambat serta menghasilkan sedikit anakan sehingga rentan eksploitasi berlebih.
Secara umum, sirip hiu atau terkadang bagian tubuh lainnya didapatkan dengan memotong sirip mereka hidup-hidup atau disebut Shark Finning. Lalu, hiu tanpa sirip tersebut dibuang ke laut dalam keadaan masih bernyawa untuk kemudian mati secara perlahan.
“Pengelolaan hiu yang berkelanjutan menjamin potensi laut Indonesia semakin bermanfaat bagi kehidupan manusia,” tambah Efransjah.