, ,

Investor Yakinkan Reklamasi Benoa Tak Rusak Lingkungan. Benarkah?

Pada Senin (8/12/14) ini ada seminar bertajuk “Pro Kontra Revitalisasi Teluk Benoa,” di Denpasar, Bali. Namun, hanya judul bahas pro kontra,  sedang  pembicara, semua pendukung reklamasi. Tak ada perwakilan yang kontra, seperti, dari Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa (ForBALI). Kursi-kursi berpita warna keemasan di ballroom Hotel Inna Jl Veteran, penuh.

Investor dan ahli pendukung reklamasi hampir 700 hektar hadir. Investor dari PT. Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI) berbicara guna meyakinkan reklamasi menguntungkan Bali dan alam sekitar.

Heru Budi Wasesa, Direktur TWBI dengan nada gusar mengumbar pernyataan. “Secara fisik kami tak merugikan, saya komitmen punya janji ke masyarakat. Jika diizinkan dan melakukan perusakan lingkungan, marjinalkan warga, saya orang pertama kali menggantung TWBI dan gantung diri di Pulau Pudut,” katanya.

Dia membantah sejumlah tuduhan. “Ada tuduhan warga tak boleh masuk, jadi kawasan eksklusif. Ndak mungkin, kami bangun kanal biar nelayan masuk 24 jam. Tidak mungkin kami eksklusif.” Lalu, penolakan warga dengan alasan persaingan usaha, juga tak benar. TWBI, tak akan membuat bisnis watersport seperti yang ada di Tanjung Benoa, tetangga Teluk Benoa.

Dia juga kesal sinisme pada sang bos. “Emang kenapa pak Tommy Winata, apa salahnya? Apa yang sudah kami lakukan di Bali? Kami punya hotel sudah balik modal. Kalau tiap keuntungan tak boleh dibawa ke Jakarta harus diaplikasikan ke warga. Saat bom Bali kami membangun Discovery Mall.”

Marvin Lieano, komisaris TWBI mempresentasikan rencana pembangunan di Teluk Benoa memperlihatkan belasan model yang diklaim setara bintang lima dan enam, antara lain, pusat perdagangan produk Bali dan nasional ke seluruh dunia, pusat konvensi dan selebrasi dunia. “Kalau memakan usaha lain, apa yang dimakan? Konsep waterfront yang kita jual, yang kita jual bukan pantai tapi air, mangrove,” katanya.

Sumber: presentasi perusahaan
Sumber: presentasi perusahaan

Dia  menambahkan, akan dibangun sekolah, universitas dan rumah sakit bertaraf internasional. “Saat APEC semua bawa tim medis, orang internasional tak percaya dengan kualitas kita.” Dia juga menyebut kawasan mewah di Teluk Benoa berbeda dengan kebanyakan resor mewah tetapi di belakang kumuh.

Menurut Marvin, tak mungkin buang-buang uang triliunan dalam reklamasi ini. “Kita tak buang Rp30 triliun ke laut nanti semua digantung Tommy Winata.” Proyek ini, untuk 50 tahun ke depan. Pajak daerah bisa didapat Bali disebut-sebut besar seperti PPN dari Rp30 triliun sekitar Rp3 triliun, pajak hotel dan restoran, dan lain-lain.

Di awal seminar, tiga akademisi mempresentasikan dan meyakini revitalisasi berbasis reklamasi menguntungkan dan tidak merusak lingkungan. Dimulai dari Prof. Dietriech Geoffery Bengen, bidang pengelolaan pesisir dan guru besar di Institut Pertanian Bogor (IPB) yang menjadi tim ahli TWBI. Presentasi sama dengan penjelasan-penjelasan tentang perlindungan bakau dan biota laut di teluk.

Di sekitar Benoa ada 1.373 hektar kawasan mangrove dengan dominan Sonneratia alba atau prapat yang kondisi harus mendapat air laut. Eustaria kaya karena dapat air laut dan darat. Biota juga kaya ada benthos, plankton, tumbuhan laut.

Abrasi dan erosi Pudut di dalam area teluk makin keras. Keluar masuk perahu nelayan makin sulit karena pendangkalan yang makin besar. “Air laut makin susah ke mangrove, perlu flushing atau limpasan. Salinitasnya makin jauh ke mangrove karena makin dangkal.”

Revitalisasi dengan membuat pulau penyangga dia klaim sebagai mitigasi kalau ada arus kencang atau evakuasi. “Paling optimal 700 hektar, harus ada ruang terbuka hijau 40%,” kata Bengen. Kalau reklamasi bisa jalan, banyak kenikmatan seperti nelayan jadi guide wisata mancing.

Prof. Herman Wahyudi dari bidang geoteknik Institut Teknologi Surabaya menuding masyarakat baru mendengar revitalisasi berbasis reklamasi sudah alergi. “Dulu memang sebelum Perpres lahir reklamasi keliru, asal nimbun. Pasi lari ke mana-mana rusak lingkungan.”

Dia mengaku sudah memperhitungkan teknis dan dampak timbunan. Untuk itu reklamasi disusun berbentuk pulau-pulau kecil. Herman mengklaim tak ada potensi banjir, erosi, dan sedimentasi.

“Direncanakan dengan timbunan pulau dan bangunan yang cukup tinggi beserta fasilitas penunjangnya sebagai area tempat pelarian masyarakat menghindar dari gelombang tsunami. Karena memang masuk zona rentan tsuami.”

Stabilitas pada keruntuhan juga disebut sudah diperhitungkan. Kalaupun ada peristiwa longsor akibat material timbunan,tidak mengenai tiang eksisting jalan tol dan area hutan bakau.

Lalu ada Dedi Tjahjadi Abdullah bidang sumber daya air ITB dari teknik sipil. Limpasan air dari sejumlah daerah aliran sungai di teluk diklaim tak mungkin membuat rob atau banjir kawasan sekitar. Kenaikan air juga menurutnya sangat rendah sekitar 14 sentimeter menurut hitung-hitungannya. “Kalau ada pulau-pulau (hasil reklamasi) pasti ada yang bersihkan sedimennya.”

Kawasan ini,  masuk area rentan tsunami tetapi  akan terlimpasi karena tinggi gelombang sekitar empat meter sementara timbunan reklamasi lebih tinggi dari itu.

Balai Pemberdayaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar Ikram M. Sangaji mengaku murid Bengen juga menjadi pembicara dan menyatakan belum ada satu kesepahaman konservasi kawasan.

“Sumberdaya harus punya nilai ekonomi. Amed dan Tulamben tak ada penetapan status (zonasi) tapi banyak perputaran uang. Lingkungan harus dikelola agar memberi nilai tambah.”

Dia mendorong tiap perencanaan wilayah mengacu ekonomi berkelanjutan tanpa abaikan ekologis dan sosial. Setelah reklamasi, dia berharap penghasilan warga lebih besar.

Sumber: presentasi perusahaan
Sumber: presentasi perusahaan

Dampak buruk reklamasi

Berbeda dengan ungkapan  I Ketut Sarjana Putra, Vice President Conservation International (CI). Lembaga ini membuat studi awal mengenai dampak reklamasi di Teluk Benoa. Riset ini dirilis tahun lalu menarik perhatian banyak pihak karena membuat modelling. “Kami ingin melanjutkan study ini karena belum sempurna untuk mengetahui dampak proyek dan bagaimana harus mengantisipasi,” katanya yang bekerja di bidang lingkungan lebih 30 tahun ini.

Studi ini, katanya, sebagai bagian mewujudkan pembangunan Bali lebih sustainable dan komprehensif. “Studi ini pengetahuan yang harus kita bagi. Kita tak ingin dampak buruk reklamasi Serangan tak terjadi dan tidak tahu solusi.”

Jika terjadi hujan, ada DAS yang air mengalir ke teluk. Sekitar 7,9 juta kubik meter mengalir ke sini, hingga risiko rob sangat besar. Air diperkirakan naik empat meter di dalam teluk jika reklamasi 80%. Modelling yang dibuat CI Indonesia ketika itu reklamasi 80% teluk karena dalam surat izin pemanfaatan yang dikeluarkan Gubernur Bali untuk TWBI, tertulis lebih 800 heltar.

Dia menyebut, ada dua spot diving hilang di Sanur karena reklamasi Serangan. “Padahal dulu orang tak perlu pakai speedboat untuk ke spot diving, hingga mahasiswa mudah bisa akses tanpa biaya mahal.
Sebaran terumbu karang di pesisir selatan sampai timur termasuk Sanur, Nusa Dua, Benoa, sampai Teluk Benoa harus dilindungi.

“Sebagai pulau kecil harus hati-hati mengelola Bali. Harus membangun kawasan konservasi perairan.”  Menurut dia, banyak spesies belum ditemukan, misal Euphyllia baliensis yang baru-baru ditemukan.

Dari sisi ekologi, teluk itu sebuah sistem tak stabil dan selalu mencari bentuk atau titik seimbang.

Aksi berlanjut

Warga penolak reklamasi juga terus aksi. Terakhir, Jumat (28/11/14), dikoordinir ForBALI, ribuan massa longmarch ke kantor DPRD Bali minta parlemen membuat pansus tentang rencana reklamasi karena ditenggarai ada sejuamlah penyimpangan. Mulai proses pemberian izin dan rekomendasi sampai perpres yang merevisi kawasan konservasi di Teluk Benoa oleh mantan Presiden SBY. “Penolak reklamasi seperti yatim piatu karena gubernur dan DPRD tak peduli,” kata I Wayan Suardana, Koordinator ForBALI.

Aksi lanjutan penolak rencana reklamasi Teluk Benoa. Mereka sudah melihat contoh gagal reklamasi di Pulau Serangan, tetangga Teluk Benoa. Namun, pro reklamasi bergerak. Berbagai spanduk sampai seminar diadakan. Mereka mempopulerkan istilah revitalisasi Teluk Benoa atau revitalisasi berbasis reklamasi, begitu salah satu ahli dari mereka menyebutnya. Foto: Luh De Suryani
Aksi lanjutan penolak rencana reklamasi Teluk Benoa. Mereka sudah melihat contoh gagal reklamasi di Pulau Serangan, tetangga Teluk Benoa. Namun, pro reklamasi bergerak. Berbagai spanduk sampai seminar diadakan. Mereka mempopulerkan istilah revitalisasi Teluk Benoa atau revitalisasi berbasis reklamasi, begitu salah satu ahli dari mereka menyebutnya. Foto: Luh De Suryani
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,