Meski Telah Kumpulkan 9,95 Miliar USD, GCF Belum Salurkan Dana Iklim Global

Konferensi tahunan perubahan ikilm atau Conference of the Parties (COP) ke-20 dari Kerangka Kerja untuk Konvensi Perubahan Iklim PBB (UNFCCC)  yang digelar di Kota Lima, Peru, telah memasuki minggu kedua dari penyelenggaraan selama 1 – 12 Desember 2014.

Salah satu isu perundingan yang dicermati semua pihak adalah tentang pendanaan, yang dibahas dalam berbagai jalur perundingan dalam COP ke-20. Suzanty Sitorus, koordinator perundingan isu pendanaan Delegasi RI untuk COP20 mengatakan konferensi membahas laporan dari Board of the Green Climate Fund (GCF) yang pada tahun 2014 melakukan tiga kali pertemuan. Board GCF memulai pertemuan pertamanya pada Agustus 2012.

“Hingga saat ini GCF belum menyalurkan pendanaan ke negara berkembang dan Board GCF masih menyelesaikan berbagai kebijakan, sistem dan prosedur terkait operasionalisasi penuh GCF,” kata Suzanty melalui surat elektronik kepada Mongabay.

Selama tahun 2014, Board GCF berhasil mengambil beberapa keputusan kunci, antara lain mengenai kebijakan akreditasi. Semua lembaga yang berminat untuk mengakses pendanaan dari GCF, baik sebagai implementing entity (entitas pelaksana) maupun sebagai intermediary (perantara), harus mendapatkan akreditasi dari Board GCF sebelum menyampaikan proposal. Proses akreditasi online telah resmi diluncurkan pada tanggal 17 November 2014.

Suzanty menjelaskan selama 2014, Board GCF melaksanakan initial resources mobilization dan hingga 20 November 2014 berhasil menggalang dana lebih dari 9 miliar USD, yang bila digabungkan dengan kontribusi yang telah masuk sejak awal menjadi 9,95 miliar USD.

“Dengan dana tersebut, GCF menjadi dana multilateral perubahan iklim yang memiliki komitmen pendanaan terbesar. Bandingkan dengan Global Environment Facility (GEF) yang proses replenishment terakhir (ke-6, tahun 2014) menghasilkan komitmen sebesar 4,43 miliar USD (untuk perubahan iklim dan isu-isu lain dari berbagai konvensi PBB mengenai lingkungan) dan Climate Investment Facility (CIF) yang dikelola oleh bank-bank pembangunan multilateral dan sejak 2008 menggalang sebesar 8 miliar USD,” katanya.

Meski masuk sebagai negara berkembang, Indonesia turut berkontribusi memberikan komitmen pendanaan kepada GCF sebesar 250.000 USD pada Februari 2014,  sebagai bagian dari total dana 9,95 miliar USD.

“Kontribusi tersebut memang kecil bila dibandingkan pledges dari negara-negara lain, tapi saat itu sangat diapresiasi oleh negara-negara maju karena dinilai memberikan dorongan dan dasar untuk mereka melakukan persiapan di dalam negerinya termasuk melobi parlemen mereka untuk menyetujui anggaran kontribusi ke GCF,” katanya.

Kesiapan negara-negara berkembang untuk mengakses pendanaan menjadi persoalan penting operasionalisasi GCF. Oleha karena itu, GCF memiliki program khusus yang disebut Readiness and Preparatory Support Programme (RPSP) untuk membantu negara berkembang melakukan: penguatan national designated authority/focal point (NDA/FP) yang menjadi penghubung dengan GCF dan juga mengkoordinasi pengusulan lembaga dan proposal dari tiap negara berkembang; meningkatkan kapasitas lembaga-lembaga nasional agar berhasil dalam proses akreditasi; mempersiapkan proposal proyek dan program adaptasi dan mitigasi yang akan diajukan kepada GCF.

“Isu kesiapan negara berkembang yang diangkat di negosiasi adalah modalitas untuk meningkatkan kesiapan, mengingat Sekretariat GCF masih baru, sementara minat dari negara berkembang sangat tinggi,” jelas Suzanty.

GCF menargetkan pada bulan Maret 2015 sudah ada lembaga-lembaga yang terakreditasi dan sekitar Juni/Juli 2015 Board GCF telah menyetujui proposal proyek/program.

Dia menerangkan Indonesia merupakan salah satu dari 4 negara pertama yang menjadi penerima RPSP. Alokasi RPSP per negara per tahun kalender hingga satu juta USD. Saat ini Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) menjadi National Designated Authority (NDA) untuk GCF di Indonesia.

DNPI bekerjasama dengan Kementerian Keuangan dan Sekretariat GCF sedang melaksanakan berbagai kegiatan untuk memperkuat kesiapan lembaga-lembaga nasional agar dapat mengakses langsung pendanaan tanpa melalui perantara lembaga multilateral.  Indonesia menargetkan pada bulan Maret 2015 setidaknya ada 3 lembaga nasional yang terakreditasi.

Selain melalui negosiasi di UNFCCC, Delegasi Indonesia memperjuangkan kepentingan nasionalnya melalui pertemuan Board Green Climate Fund. Indonesia menjadi anggota Board Green Climate Fund sejak tahun 2012, diwakili oleh Wakil Kementerian Keuangan, Bambang Brodjonegoro pada tahun 2012-2013 dan Irfa Ampri dari Kementerian Keuangan sejak tahun 2013 hingga sekarang.

Komitmen pendanaan Norwegia

Norwegia memberikan komitmen pendanaan sebesar 1,6 miliar NOK atau 258 juta USD selama empat tahun ke depan kepada GCF. Dengan komitmen ini, maka total komitmen dana yang dikumpulkan GCF menjadi 9,95 miliar USD.

“The Green Climate Fund punya potensi yang sangat besar dan dapat memainkan peranan kunci dalam mencapai sebuah kesepakatan ikilm global di Paris pada tahun 2015,” kata Menteri Luar Negeri, Borge Brende seperti dikutip dari laman Kementerian Luar Negeri Norwegia.

Komitmen Norwegia melengkapi komitmen Spanyol dan Kanada. Pada 28 November 2014 atau tiga hari sebelum penyelenggaraan COP ke-20, pemerintah Spanyol mengumumkan komitmennya untuk memberikan dana sebesar 120 triliun Euro kepada GCF. Sedangkan Pemerintah Kanada untuk memberikan pendanaan sebesar 300 juta dolar Kanada kepada GCF.

Dalam konferensi tahunan perubahan iklim, negara berkembang dan negara dunia ketiga memang selalu mendesak negara maju untuk mobilisasi pendanaan sebesar 100 miliar USD per tahun sampai 2020 seperti yang dijanjikan pada COP-15 di Kopenhagen, Denmark, pada 2009.

Pendanaan tersebut sangat penting untuk mendukung aksi mitigasi dan adaptasi di negara berkembang hingga tahun 2020 untuk membantu dunia menjaga peningkatan suhu rata-rata tidak lebih dari 2 derajat Celcius dibandingkan dengan tingkat suhu sebelum Revolusi Industri. Jumlah komitmen tersebut sebetulnya jauh lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan pengurangan emisi dan adaptasi perubahan iklim di sekitar 129 negara berkembang yang menjadi Pihak UNFCCC.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,