,

Kabut Asap, Bencana Lingkungan yang Menginspirasi Pelukis Palembang Berkarya

Persoalan lingkungan hidup yang terjadi di Sumatera Selatan seperti bencana kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan gambut beberapa waktu lalu telah menginspirasi sejumlah perupa untuk berkarya. Karya tersebut mereka wujudkan dalam bentuk lukisan bertema lingkungan.

Persoalan kabut asap tersebut terlihat jelas dari lukisan karya Rudi Maryanto yang berjudul “Ruang Polusi.”

“Lukisan Rudi ini terinspirasi dari kabut asap akibat kebakaran lahan gambut dan hutan yang terjadi di berbagai wilayah di Sumsel dan Palembang,” ungkap Marta Astrawinata, kuraktor senirupa di Palembang, yang ditemui baru-baru ini di sela Pameran Seni Rupa “Kata” Rupa di Gedung Wanita, Jalan Kapten A. Rivai Palembang. Acara yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Palembang (DKP) ini berlangsung pada 1-6 Desember 2014 lalu.

Marta menambahkan karya Rudi cukup unik karena ditampilkan dalam rangkaian kanvas aneka bentuk, bulat, lonjong, segitiga, asimetris, serta mampu memanfaatkan limbah kayu jati dengan baik untuk memerindah detail karyanya.

Dari 38 karya milik 26 perupa yang ditampilkan, hampir setengahnya bertemakan persoalan lingkungan hidup. Misalnya saja “New Earth” karya Rodiah. A Manan, yang menggambarkan keindahan terbitnya mentari pagi di laut lepas. Ada juga “Unhappy” karya Eliza Dewi yang menggambarkan bunga yang layu dengan kelopak bunga yang berguguran jatuh ke tanah.

Kemudian, karya Fajar Agustono berjudul “Polusi” yang melukiskan seorang gitaris mengenakan masker dengan latar pabrik bercerobong besar yang asapnya memenuhi langit. Karya lain milik Fajar berjudul “Lelah”, bercerita tentang seekor kupu-kupu.

Fuad El Akhmed Phino turut menampilkan karyanya berjudul “Alarm Alam” yang  dibuat dari limbah kayu, triplek, dan kulit pohon membentuk seekor burung.

Sementara, pelukis Halimatus Sadiyah menampilkan karya “Lahan Habis”. Lukisan ini ingin mengambarkan alam yang hijau kian terdesak oleh pembangunan gedung-gedung bertingkat.

Kesadaran bahaya kabut asap

Fajar Agustono, membenarkan peristiwa lingkungan memberi inspirasi bagi karyanya. “Ya, lukisan kan salah satu media untuk mengungkapkan ekspresi. Lukisan “Polusi” inspirasinya dari kabut asap beberapa waktu lalu. Saya ingin menunjukkan kabut asap sangat mengganggu aktivitas masyarakat. Pelajar, anak-anak, orang tua, lansia, pekerja kantor, supir, buruh pabrik, hingga aktivitas berkesenian pun terganggu,” terang Fajar.

“Harapan saya lukisan ini memberikan kesadaran orang yang melihatnya, sehingga peduli lingkungan dengan menjaga hutan dan lahan gambut,” katanya.

Yusuf Susilo Hartono, pemimpin redaksi Majalah Galeri, yang hadir di Palembang sebagai pembicara dalam diskusi bertajuk “Seni Rupa Kita di Era Anything Goes”, mengapresiasi karya seni pelukis Palembang terkait apa yang terjadi di alam dan lingkungan sekitar.

Saat ini, kata Yusuf, di era seni rupa global, tepatnya era wacana estetis “apapun boleh (anything goes)”. Perupa di seluruh penjuru dunia, melalui bantuan media dan teknologi informasi, menciptakan karya dengan semangat tak hanya meniru benda, melainkan juga petualangan ke alam persepsi, ke lapisan terdalam jiwa, hingga ke ambang batas rasa sakit, kegilaan, dan kematian.

“Seharusnya persoalan lingkungan hidup juga lebih jauh dimasuki, pertualangan yang lebih liar dan kaya,” katanya.

“Di pameran ini, sudah ada perupa yang coba memasuki ranah anything goes, dengan memarodikan Monalisa menjadi Malelisa. Di bagian lain, nampak masih kuatnya cengkraman nilai-nilai agama dan tradisi, misalnya karya kaligrafi dan lukisan abstrak berbasis spritualitas, lingkungan alam, dan karya-karya figuratif berlatar sejarah,” ujar Yusuf.

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,