, ,

Alamak!!! Korupsi Sektor Sumber Daya Alam Menggila

ICW dan beberapa organisasi masyarakat sipil melaporkan kasus dugaan korupsi sumber daya alam di beberapa daerah ini ke KPK.

Indonesia Corruption Watch bersama beberapa organisasi lingkungan hidup mengungkapkan indikasi korupsi sektor pengelolaan sumber daya alam dari investigasi enam daerah yakni Aceh, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, NTT, Sulawesi Utara dan Jawa Timur. Temuan dari beberapa kasus terindikasi korupsi pada sektor tata kelola hutan dan lahan ini menyebabkan kerugian negara sekitar Rp201,82 triliun.

“Ada pengeluaran izin land clearing terhadap perusahaan di kawasan ekosistem Leuser di Aceh Tamiang. Akibat izin negara rugi Rp58,7 miliar. Ini hasil perkiraan. Hitungan bersama ICW melalui tegakan kayu hilang. Kasusnya sudah kontruksi, kita laporkan ke KPK,” kata aktivis HaKa, Bagus dalam konferensi pers di Jakarta, pekan lalu.

Dia enggan menyebut perusahaan itu, tetapi menyertakan nama itu dalam laporan ke KPK. Pemberi izin di lahan seluas 1.470 hektar pejabat Gubernur Aceh tahun 2012. “Kita menginvestigasi dalam enam bulan.”

Rully Darmadi, aktivis Jatam Kaltim mengatakan, indikasi korupsi di pertambangan Berau. Salah satu, perusahaan batubara, PT Kaltim Jaya Bara. Perusahaan itu sudah eksploitasi selama tujuh tahun tetapi belum memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan. Kerugian negara Rp241,04 miliar.

“Kabupaten ini terkespos di media masalah sumber daya laut, tetapi Berau punya tambang sangat bagus. Pengelolaan bermasalah, salah satu perambahan kawasan hutan untuk pertambangan.”

IUP yang dikeluarkan Bupati Berau karena  tak berizin berarti perusahaan tidak membayar pajak. Dia berharap, kasus korupsi ini bisa jadi agenda pemerintah pusat. Sebab, kerugian negara lebih besar dibandingkan korupsi pengadaan barang dan jasa. Korupsi sektor SDA kurang mendapatkan perhatian.

Aktivis Malang Corruption Watch, Akmal Adi Cahya juga bicara. Dia mengatakan, indikasi korupsi dalam pertambangan pasir besi diperkirakan merugikan negara Rp600 miliar.

“Di Jatim, banyak pertambangan terindikasi masalah. Di Malang terlihat jelas. Modus sama. Hutan jadi pertambangan tanpa izin pinjam pakai kawasan. Tambang pasir besi berdiri di hutan lindung,” katanya.

Pertambangan ini menggunakan alat berat. Padahal, dokumen yang mereka peroleh izin pertambangan rakyat. Seharusnya,  tak boleh memakai alat berat. Salah satu pemegang izin pertambangan adalah anggota DPR. Akmal enggan menyebut nama.

Kerugian negara lain dari pengusahaan teh di kawasan hutan lindung Bukit Dingin, Kota Pagar Alam, Sumsel. Negara rugi Rp36,6 miliar. Selain itu pengusahaan perkebunan sawit di Suaka Marga Satwa Dangku, Musi Banyuasin-Sumsel merugikan negara Rp118,32 miliar. Kasus lain, pengusahaan tambang mangan di Manggarai-NTT merugikan negara Rp11,14 miliar.

“Ada beberapa perusahaan, poin kami tidak ingin menuduh menyebut satu. Kami hanya ingin menegaskan, ada keterlibatan partai politik dari pertambangan di sana.  Coba check kader-kader partai di daerah. Apakah menaati peraturan  dengan benarhingga bisa menjaga citra penyelenggara. Penambangan ini tidak hanya perusahaan. Bisa jadi korporasi, bisa perorangan yang punya kuasa. Izin menggunakan pertambangan rakyat,” kata Akmal.

Tama S Langkun dari ICW mengatakan, kasus lama yang diungkap pertambangan Pulau Bangka. Jika dibiarkan, dalam 20 tahun kerugian negara dari pertambangan itu bisa Rp200,75 triliun.

“ Izin di Bangka ditandatangani Jero Wacik. Ini jadi catatan penting akhir jabatan dia jadi tersangka. Izin keluar di masa moratorium. Ini seperti ada kesepakatan. Gubernur seolah diam, merasa investasi menguntungkan.”

“Jokowi sibuk dengan mafia migas. Tetapi korupsi pengelolaan SDA luput dari perhatian.Pemerintah melihat ini kurang seksi. Beda dengan Century. Padahal kerugian sangat besar.”

Modus korupsi di pengelolaan SDA antara lain, dengan merambah hutan baik ilegal, penebangan di kawasan konservasi, memanipulasi perizinan, sampai tidak membayar dana reklamasi. Juga menggunakan broker untuk mengurus perizinan, menggunakan proteksi (back-up) dari oknum penegak hukum serta memanfaatkan posisi sebagai penyelenggara negara untuk perusahaan pribadi.

“Kami menuntut pemerintah review perizinan yang berhubungan dengan SDA di enam wilayah temuan kami. Juga mencabut izin korporasi yang kami temukan bermasalah.”

ICW juga mendesak Presiden menyiapkan strategi melawan mafia SDA. Penegak hukum harus fokus mengejar mafia SDA dan memastikan tidak ada oknum yang memberikan proteksi kepada pencuri SDA.

Artikel yang diterbitkan oleh