,

Duh! Kukang di Kalimantan Dijual Melalui Media Sosial

Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat mengevakuasi satu individu kukang kalimantan (Nycticebus menagensis) di Kota Singkawang, Kalimantan Barat, Selasa (02/12/2014) lalu. Kukang ini, rencananya akan dijual oleh seorang pelajar melalui akun jual beli di facebook.

“Kita mendapati seorang pelajar berinisial AS, yang akan menjual kukang dari akun jual beli facebook. Saat ini, sedang dibuat berita acaranya oleh petugas BKSDA Singkawang,” ujar Kepala BKSDA Kalbar Sustyo Irianto, Minggu (14/12/2014).

Yang jelas, setelah diberikan penjelasan, pelajar tersebut bersedia menyerahkan kukang tersebut kepada petugas.

Awalnya, dua pekan lalu, AS memposting foto kukang, di sebuah grup jual beli media sosial, facebook. AS menyatakan, akan menjual kukang, yang dibelinya dari seorang petugas kepolisian. Harga yang ditawarkan Rp 350 ribu.

Berbagai tanggapan datang. Ada yang menawar lebih rendah, dengan alasan istrinya tengah mengidam. Ada pula yang menawar harga dua kali lipat, bahkan cenderung mendesak. Namun, tidak sedikit yang kemudian menasehati bahwa menjual kukang bisa dijerat pidana.

Pro kontra terjadi di status AS. Hingga akhirnya, AS menghapus komen dan fotonya di grup tersebut.

Tim penyidik pegawai negeri sipil memantau hal tersebut. Penyidik pun melakukan pendekatan persuasif dan akhirnya berhasil menyelamatkan kukang tersebut.

“Pelajar ini tidak tahu bila kukang merupakan satwa yang dilindungi. Setelah didatangi tim dan diberikan penyadartahuan, akhirnya ia bersedia menyerahkan,”kata Sustyo.

Saat ini, kukang tersebut tengah diperiksa kondisinya untuk kemudian direhabilitasi terlebih dahulu, sebelum dilepasliarkan.

Ancaman hukuman memelihara kukang atau yang biasa disebut malu-malu ini,  penjaran maksimal lima tahun dan denda sebesar Rp 200 juta, seperti yang tercantum dalam UU No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem.

Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem pasal 21 ayat II disebutkan bahwa, kukang termasuk hewan dilindungi. Hewan  ini dilarang untuk dieksploitasi, seperti diburu, dipelihara, diperjualbelikan maupun dimanfaatkan bagian tubuhnya.

Meski kukang telah dikategorikan Appendix 1 CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) yang artinya tidak boleh diperdagaangkan, namun perdagangan ilegal tetap saja terjadi.

Di Indonesia, berdasarkan ekologi dan persebarannya, terdapat tiga spesies kukang: kukang jawa (Nycticebus javanicus), kukang sumatera (Nycticebus coucang), dan kukang kalimantan (Nycticebus menagensis). Berdasarkan data IUCN (International Union for Conservation of Nature), kukang jawa masuk dalam status Kritis (Critically Endangered/CR), sementara kukang sumatera dan kukang kalimantan statusnya adalah Rentan (Vulnerable/VU).

Indonesia memiliki tiga jenis kukang yaitu kukang jawa, kukang sumatera, dan kukang kalimantan. Foto: YIARI

Pedagang satwa rambah media sosial

Hepy Hendrawan, aktivis lingkungan hidup di Kalimantan Barat menyatakan, pasar perdagangan satwa di Kalimantan Barat tetap hidup karena adanya permintaan yang tinggi terhadap satwa dilindungi, “Baik dalam keadaan hidup atau  mati.”

Bahkan, sebelum penegakan hukum terhadap kegiatan illegal logging ketat, satwa dilindungi merupakan usaha sampingan para pekerja kayu di hutan. Satu individu (anak) orangutan, biasanya dihargai Rp 500 ribu hingga jutaan rupiah. Di Thailand, orangutan dijadikan pertunjukan tinju. Bahkan diadakan pertaruhan untuk pertandingan tersebut.

“Jenis-jenis burung langka juga menjadi hal yang kerap diperjualbelikan secara online. Keberadaan media sosial, semakin mempermudah para penjual dan pembeli untuk bertransaksi. Di dunia maya, pembeli bisa melihat langsung satwa-satwa yang diperdagangkan,” kata Hepy.

Kesulitan memantau perdagangan satwa liar di internet, juga dinyatakan  Sustyo Irianto. “Memang susah untuk memantau jual beli melalui dunia maya. Tetapi dengan keterbatasan yang ada, kita mencoba mengawasinya, dengan kata kunci tertentu.”

Cina pasar terbesar

Hepy pernah melakukan riset terkait perdagangan hewan dilindungi tersebut. Sebuah warung kopi di kawasan Jalan Tanjungpura, merupakan tempat pertemuan pembeli dan penjual. Si pemilik warung adalah perantara. Dia bertugas mencari pembeli dari luar negeri. Cina merupakan negara pasar terbesar satwa langka. Apalagi, saat ini lebih mudah menjual satwa dalam keadaan mati. Untuk offset maupun hanya diambil bagian tubuhnya.

Si pemilik warung kopi, bahkan memfasilitasi distribusi barang pesanannya dari daerah-daerah asal hewan tersebut. Paruh enggang atau trenggiling, dibawa melalui mobil box ke Pontianak. Jika harga cocok, biasanya langsung dikirim ke luar negeri. Akhir-akhir ini, para penyelundup menggunakan jasa ekspedisi udara.

Harga yang tinggi juga menjadi salah satu daya tarik bisnis haram ini. Khususnya paruh enggang, harganya mulai dua juta rupiah. Harga ini bisa naik dua kali lipat di negara tujuan. “Makin sulit didapat, makin tinggi pula nominalnya,” tutur Hepy.

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,