, , ,

Vonis 1 Tahun 10 Bulan bagi Dua Penolak Tambang Bangka

Pengadilan Negeri Minahasa Utara menjatuhi vonis satu tahun 10 bulan penjara, pada Y Tuhema dan F Kaongan, dua warga Desa Kahuku, Bangka, yang didakwa membakar alat berat PT Mikgro Metal Perdana. Vonis mendekati tuntutan dua tahun penjara oleh JPU. 

Keputusan ini membuat puluhan warga Bangka yang menghadiri sidang kecewa. Di luar gedung pengadilan, Rabu (17/12/14), mereka berteriak-teriak menyatakan hakim tidak adil memberikan putusan.

“Mereka menjatuhkan sanksi tanpa bukti. Warga tidak bersalah. Perusahaan tambanglah yang harus diadili.” Teriak mereka.

Nampak hadir di persidangan, Oktavia Palo, istri Tuhema. Dia terpukul dengan hasil persidangan. Suami harus mendekap lebih lama dalam jeruji. Natal tahun ini makin berat tanpa suami tercinta. Tak banyak yang bisa dia katakan. Mata berkaca-kaca. “Suami saya tidak melakukan perbuatan yang dituduhkan,” kata Oktavia.

Willem Mononimbar, kuasa hukum warga menyatakan, proses persidangan hakim tampak ragu. Dalam pertimbangan, hakim justru mempertimbangkan keterangan saksi. “Hakim tidak menilai obyektif-murni, namun seturut keterangan verbal saksi.”

Pengadilan Negeri Minahasa Utara menjatuhi vonis satu tahun 10 bulan penjara, pada Y Tuhema dan F Kaongan, dua warga Desa Kahuku, Bangka, yang didakwa membakar alat berat PT Mikgro Metal Perdana. Vonis mendekati tuntutan dua tahun penjara oleh JPU. Foto: Themmy Doaly
Pengadilan Negeri Minahasa Utara menjatuhi vonis satu tahun 10 bulan penjara, pada Y Tuhema dan F Kaongan, dua warga Desa Kahuku, Bangka, yang didakwa membakar alat berat PT Mikgro Metal Perdana. Vonis mendekati tuntutan dua tahun penjara oleh JPU. Foto: Themmy Doaly

Menyikapi keputusan, pihaknya mempertimbangkan kemungkinan banding. “Kami menolak putusan hakim dan coba mempertimbangkan banding. Untuk ke sana, harus menunggu kesiapan tim.”

Maria Taramen, ketua KMPA Tunas Hijau, kecewa. Menurut dia, kriminalisasi warga merupakan dukungan para penegak hukum terhadap aktivitas pertambangan di Bangka. Padahal, putusan Mahkamah Agung menyatakan, perusahaan tambang tidak layak beroperasi di sana.

“Kami harus melihat perjuangan sesuai hukum dan peraturan yang kandas karena melawan penguasa dan pemilik modal. Seharusnya yang ilegal MMP. Masyarakat berada pada posisi benar karena mempertahankan keputusan hukum MA.”

Dia mengimbau, seluruh penolak tambang tidak patah semangat. Putusan ini harus menjadi cambuk membuktikan bahwa penjara tidak mampu menghentikan perjuangan mereka.

Jull Takaliwang, dari Yayasan Suara Nurani Minaesa, terkejut dengan keputusan hakim. Sejak awal, dia melihat proses persidangan formalitas belaka. Akibatnya, masyarakat tidak pernah mendapat keadilan dalam proses hukum ini.

Dia menyesalkan hakim yang menjatuhkan sanksi tanpa ketiadaan barang bukti. Sampai hari ini, kata Jull, MMP masih menggunakan barang bukti yang dinyatakan dirusak kedua terpidana. “Masyarakat dihukum atas sesuatu yang tidak mereka lakukan. Kami terus berjuang dan mempertimbangkan banding. Keputusan hari ini tidak mencerminkan keadilan.”

Nendi Rusnendi, ketua majelis hakim, menegaskan, putusan didasari hal yang memberatkan seperti ada korban, berbelit-belit dan tidak mengakui. Hal meringankan, sopan dalam persidangan dan belum pernah dihukum.

Dia menyangkal tudingan tidak ada bukti dalam persidangan. Sesuai video dan pernyataan saksi, kedua warga terindikasi merusak mesin MMP. “Memang di video terlihat dua orang yang menurut keterangan saksi, bukan keterangan saya, adalah kedua orang itu. Saksi mengatakan kenal dekat dengan keduanya.”

Beginilah kondisi Pulau bangka, Sulut, pada pertengahan Desember 2014. Putusan Mahkamah Agung yang meminta penghentian izin kepada bupati sama sekali tak digubris. Perusahaan tetap moncer beroperasi. Foto: Save Bangka Island
Beginilah kondisi Pulau bangka, Sulut, pada pertengahan Desember 2014. Putusan Mahkamah Agung yang meminta pencabutan izin kepada bupati sama sekali tak digubris. Perusahaan tetap moncer beroperasi. Foto: Save Bangka Island

Nendi mengatakan, kuasa hukum pernah menghadirkan video dalam persidangan, namun tidak diserahkan pada majelis hakim. Dalam proses persidangan, penting bagi para pihak menyerahkan barang bukti.

“Kalau tidak diserahkan, lalu apa yang mau dinilai? Itu jadi pertimbangan majelis hakim dalam memberi putusan.”

Berdasarkan keterangan saksi, katanya, alat berat berupa besi, meski dalam keadaan utuh, namun sudah tidak bisa digunakan. Menanggapi informasi alat berat ini kembali digunakan MMP, dia tidak tahu. “Saya tidak tahu itu. Di sini pidana mereka membakar. Itu saja. Kalau digunakan atau tidak, saya tidak tahu.”

Pada Sabtu (12/7/14), warga penolak tambang berniat membacakan putusan MA di basecamp perusahaan tambang, di Desa Kahuku. Ketika sampai di sana, warga penolak dilempar batu oleh orang tak dikenal. Bentrok tak terhindarkan. Alat berat terbakar. Polisi menduga pelaku dari Desa Kahuku. Kamis dini hari (17/7/14), Tuhema dan Kaongan menjadi tersangka.

Suasana bising

Warga juga mengeluh persidangan berlangsung ketika gedung pengadilan, sedang renovasi. Akibatnya, suara bising membuat ucapan hakim yang tidak menggunakan microphone sulit terdengar.

Operasi berlanjut

Sementara itu, di Pulau Bangka, MMP terus bekerja. Kerusakan di pulau makin meluas, hutan-hutan terbabat, alat-alat berat dan kontainer-kontainer memenuhi tepian pantai.

Walau sudah diminta menghentikan operasi oleh  pemerintah pusat, lewat UKP4, sejak lama, tampaknya MMP punya kuasa dari segala. Kondisi pertengahn Desember 2014, Pulau Bangka, mulai botak pelahan. Foto: Save Bangka Island
Walau sudah diminta menghentikan operasi oleh pemerintah pusat, lewat UKP4, sejak lama, tampaknya MMP punya kuasa dari segala. Kondisi pertengahan Desember 2014, Pulau Bangka, mulai botak pelahan. Foto: Save Bangka Island
Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,