, , ,

Nasib Kepulauan Aru, Habis Tebu, Terbitlah Izin HPH

Akhir September 2014, pada detik-detik terakhir sebelum lengser, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, masih sempat-sempatnya menandatangani izin  puluhan ribu hektar hutan kepada perusahaan HPH di Kepulauan Aru. Presiden Jokowi, diminta bertindak cepat memberikan perlindungan pada pulau-pulau kecil.

Belum usai kecemasan warga Kepulauan Aru, atas rencana pengembangan tebu ratusan ribu hektar di kawasan itu, kini muncul ancaman baru, pembabatan hutan Aru, lewat izin kepada perusahaan HPH. Warga mulai resah. Perusahaan mulai survei dan pemetaan lahan di sana. Berbagai organisasi masyarakat sipil mendesak pemerintahan Presiden Joko Widodo, memberikan perlindungan kuat kepada pulau-pulau kecil yang kaya karagaman hayati di darat dan laut ini. Ini untuk mewujudkan Poros Maritim, yang didengung-dengungkan Jokowi.

Ancaman baru ini berawal pada 30 September 2014. Detik-detik terakhir masa jabatan, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan itu, seakan tak mau kehilangan kesempatan dengan menandatangani izin buat mempeluas penebangan hutan. Perusahaan HPH, PT Waha Sejahtera Abadi (WSA) mendapatkan konsesi seluas 54.560 hektar dari Kementerian Kehutanan lewat SK 5984/Menhut-VI/BRPUK/2014.

Sebelum itu, pertengahan 2007, konsorsium Menara Group mulai mengepakkan sayap di Kepulauan Aru untuk mengembangkan perkebunan tebu. Pada Februari 2013, Kemenhut menerbitkan izin prinsip pencadangan kawasan hutan untuk 19 dari 28 perusahaan oleh Menara Group.

Penolakan dan protes besar-besaran dari masyarakat Kepulauan Aru muncul. Zulkifli Hasan mengeluarkan pernyataan, pelepasan kawasan hutan belum diberikan dan kebun tebu batal karena dinilai tak cocok dengan kondisi Aru. Belum jelas mengenai pencabutan izin buat kebun tebu, sudah datang lagi izin HPH, yang mengancam hutan alam di kepualauan itu. Penolakan kembali terjadi.

Analisis Forest Watch Indonesia (FWI) periode tahun 2013-2014 menunjukkan, 660 ribu hektar atau 83% daratan di Aru berupa hutan alam dari total 805 ribu hektar daratan. Hutan alam tersebar rata di 187 pulau-pulau kecil.

Mufti Barri, peneliti dari FWI menegaskan, pembukaan hutan besar-besaran di Kepulauan Aru, bisa menyebabkan pulau-pulau kecil hilang dan tenggelam. “Pembukaan hutan juga akan menyengsarakan masyarakat yang hidup tergantung hutan dan sumber-sumber air,” katanya di Jakarta, Rabu (17/12/14).

Pepohonan masih tampat rapat di pulau-pualu Kepualauan Aru, kini terancam setelah Zulkifli Hasan, memberikan izin pembabatan hutan kepada perusahaan HPH. Presiden Jokowi, diminta melindungi pulau-pulau kecil yang kaya keragaman hayati darat dan laut ini. Foto: FWI-AMAN
Hutan masih tampak rapat di pulau-pualu Kepualauan Aru, kini terancam setelah Zulkifli Hasan, memberikan izin pembabatan hutan kepada perusahaan HPH. Presiden Jokowi, diminta melindungi pulau-pulau kecil yang kaya keragaman hayati darat dan laut ini. Jika hutan hilang, darimana mereka bisa menyimpan sumber air?  Foto: FWI

Dari pantauan FWI di desa-desa sekitar Pulau Koba, salah satu pulau terkecil di Aru, kondisi hutan sangat bagus. Namun, di pulau itu, 50% sumber air di delapan desa sudah mengalami kekeringan.

Jika pembukaan hutan terjadi, seluruh sumber air masyarakat bisa hilang. “Kawasan karst Koba dan hutan berfungsi layak spons yang menjaga tata air, menahan dan menyimpan air di musim penghujan dan melepaskan kala musim panas.”

Mika Ganobal, Koordinator Koalisi SaveAru menyatakan, penolakan besar-besaran oleh masyarakat Aru membuat wacana pembukaan hutan untuk tebu batal. “Kami berharap tidak ada lagi rencana pembukaan kawasan ini dari perusahaan lain.”

Rukka Sambolinggi, Deputi II Bidang Advokasi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) angkat bicara. Dia mengatakan, pemerintah seakan menganggap pulau-pulau kecil sebagai pulau kelas dua. “Pulau-pulau kecil hanya tabungan menanti diberikan konsesi,” katanya.

Presiden Jokowi mengatakan, akan kembali kepada kehidupan berbasis maritim. “Ini membutuhkan waktu sangat panjang. Kehidupan maritim sudah lama kita tinggalkan.”

Sisi lain, kementerian yang mengawal UU terkait pulau kecil justru dalam posisi lemah. Mereka tidak berdaya melawan Kemenhut. Padahal, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) seharusnya sebagai perisai melindungi pulau-pulau kecil.

“Dalam kasus Aru misal, KKP bisa ngapain? Pulau-pulau kecil bahkan laut itu diklaim sebagai kawasan hutan. Memang ada banyak hal yang salah di negeri ini.”

Tak hanya itu. Kasus di Kepulauan Aru, katanya, juga mau digiring ke konflik horizontal.  Sedang, TNI AL—yang memiliki pangkalan di salah satu pulau–, yang seharusya menjaga perbatasan, kedaulatan dan mengayomi masyarakat, justru menjadi bagian konflik.

Pemanfaatan harus sesuai zonasi

Ahmad Aris, Kasubdit Investasi dan Promosi Pulau-pulau Kecil KKP mengatakan, dalam revisi UU mengenai pesisir dan pulai kecil, menjadi UU No 1 tahun 2014, sudah mengakui hak masyarakat adat. Pemerintah wajib memfasilitasi. Dalam pelaksanaan harus dibuat rencana zonasi. “Baik di perairan, maupun daratan. Rencana zonasi ini dimulai dari kecamatan pesisir. Itu kewenangan pemerintah daerah.”

Sayangnya, KKP lagi-lagi tak mempunyai kewenangan menekan pemerintah daerah menyelesaikan zonasi ini.

Anak-anak masyarakat adat di Kepulauan Aru, bermain di depan sekolah. Bagaimana nasib dan masa depan mereka kala hutan-hutan mereka sirna karena terbabat perusahaan atas izin pemerintah? Foto: FWI-AMAN
Anak-anak masyarakat adat di Kepulauan Aru, bermain di depan sekolah. Bagaimana nasib dan masa depan mereka kala hutan-hutan mereka sirna karena terbabat perusahaan atas izin pemerintah? Foto: FWI-AMAN

Menurut dia, baru ada 12 rencana zonasi dari 500 lebih kabupaten/ kota. “Mengapa susah? Memang kita tak ada power. Mudah-mudahan dengan ada Menko Maritim, tidak ada lagi sekat-sekat pemerintah mendorong ini.”

Untuk Kepulauan Aru,  status peta 2010 hampir semua hutan—termasuk hutan produksi konversi, hanya sedikit area penggunaan lain.

Dalam UU No 1 Tahun  2014, untuk memanfaatkan pulau-pulau kecil, wajib mempunyai rencana zonasi terlebih dahulu. Rencana zonasi itu sebagai dasar memberikan izin lokasi. Izin lokasi diberikan sesuai kewenangan.

Ada beberapa lokasi menjadi kewenangan nasional, seperti pulau-pulau terluar, ada modal asing. “Itu izin harus dari menteri.”

Dia mengatakan, zonasi penting karena dari sanalah hak-hak masyarakat bisa diakomodir. “Dalam menyusun rencana zonasi, harus melibatkan partisipasi masyarakat. Ada konsultasi publik.”

Di Kepulauan Aru, hanya satu masuk kategori pulau besar, Pulau Trangan. Yang lain pulau-pulau kecil. “Pulau kecil ini tidak bisa sembarangan dimanfaatkan. Harus berbasis perencanaan yang baik,” ujar  dia.

Pulau-pulau kecil ini,  rentan perubahan ekosistem. Jadi, jika masuk investasi harus berkelanjutan sesuai rencana zonasi. “Potensi sumber daya di pulau kecil sangat besar untuk memberikan pertumbuhan ekonomi baru, tetapi harus dikelola berkelanjutan, berbasis partisipasi masyarakat, butuh konsep yang matang.”

Herwasono Soedjito, dari Pusat Penelitian Biologi LIPI mengatakan, perlu memahami kekayaan alam di negeri ini tak hanya flora dan fauna, juga budaya. “Jadi tidak bisa disamaratakan. Tidak bisa disederhanakan. Itu realitas harus kita jaga. Begitu juga dalam konteks pulau kecil. Tidak bisa disamakan dengan pulau besar.”

Alihfungsi hutan di pulau kecil, katanya, bisa mengakibatkan deforestasi dan degradasi hutan yang menyebabkan kehilangan kekayaan alam. “Pulau Aru harus kita jaga dan lestarikan.”

Menurut dia, air tanah pulau-pulau kecil itu sangat penting, termasuk di Kepulauan Aru. Tutupan hutan sangat penting dalam menjaga sistem hidrologi. “Sistem sungai pun sangat ruwet. Saya berharap Kepulauan Aru dipertahankan. Kalau air tidak dijaga, manusia tidak akan hidup. Kekayaaan hayati juga tak akan terjaga baik.”

Dia mengatakan, proses alihfungsi kawasan hutan, harus ada tim terpadu dan harus ada kajian multidisiplin. “Tanggungjawab tidak ringan. Harus berdasarkan ilmu pengetahuan agar obyektif. Tim terpadu harus betul-betul bekerja melihat realitas di lapangan.”

Pohon-pohon besar ini terancam hilang, kala perusahaan HPH beroperasi. Foto: FWI
Pohon-pohon besar ini terancam hilang, kalau sampai perusahaan HPH beroperasi. Foto: FWI
Keindahan alam laut dan hutan di Kepulauan Aru. 'Surga' ini bakal hilang kala perusahaan boleh membabat hutan-hutan, hingga sumber mata air kering. Hidup masyarakat pun sengsara. Foto: FWI-AMAN
Keindahan alam laut dan hutan di Kepulauan Aru. ‘Surga’ ini bakal hilang kala perusahaan boleh membabat hutan-hutan, hingga sumber mata air kering. Hidup masyarakat pun sengsara.Komitmen perlindungan serius terhadap pulau-pulau kecil dari Jokowi sangat penting.  Foto: FWI-AMAN
Peta konsesi PT Waha Sejahtera Abadi. Sumber: FWI
Peta konsesi PT Waha Sejahtera Abadi. Sumber: FWI
Artikel yang diterbitkan oleh