,

Wah! Ada Jejak Anak Sungai Musi di Lukisan Sketsa Usa Kishmada

Banyak karya seni yang lahir atau terinspirasi dari Sungai Musi dan anaknya. Namun, tidak banyak karya seni yang menggambarkan rekam jejak Sungai Musi itu sendiri. Salah satu yang sedikit itu, ada pada perupa Usa Kishmada dengan lukisan sketsanya.

Usa mulai melukis sketsa Sungai Musi dan anaknya sejak pertengahan 1970-an hingga saat ini. Salah satunya mengenai Sungai Sekanak. Tahun 1970-an, Sungai Sekanak dalam sketsa Usa dipenuhi pohon manggis, durian, kebun dan rawa, yang kini berubah menjadi pertokoan, rumah susun, dan perkantoran.

“Waktu itu, orang menangkul ikan di pinggiran sungai. Kalau air pasang masih bisa dapat ikan belida. Sekarang, keberadaan ikan belida di Sungai Musi seperti legenda. Padahal, dulunya ikan ini sebagai bahan andalan untuk membuat pempek,” ujarnya, Senin (21/12/2014).

Padahal, berdasarkan penelitian Balai Arkeologi Palembang, Sungai Sekanak ini diperkirakan sebagai sarana transportasi menuju Bukit Siguntang yang panjangnya puluhan kilometer. Kini, panjang anak sungai ini diperkirakan hanya dua kilometer.

Sketsa permukiman di tepi Sungai Sekanak tahun 1986. Sketsa: Usa Kishmada
Sketsa permukiman di tepi Sungai Sekanak tahun 1986. Sketsa: Usa Kishmada
Kondisi Sungai Sekanak saat ini yang menyempit dan dangkal. Keberadaannya terancam hilang jika tak ada upaya perbaikan. Foto: Taufik Wijaya

Kehadiran sampah plastik yang mencemari sungai-sungai di Palembang, kata Usa, mulai terasa sejak tahun 1988. “Sungai mengalami penyempitan. Bahkan, yang dulunya sungai kini menjadi selokan besar. Padahal, kanal-kanal di Venesia tak lebih besar dari sungai-sungai di Palembang. Tetapi, di sana kondisinya terawat sehingga dapat menunjang sektor pariwisata,” kata Usa.

Sketsa lain yang dibuat Usa adalah suasana di muara Sungai Limbungan. Tahun 1980-an, batang-batang kayu hasil penebangan dihanyutkan dari bagian hulu Sungai Musi ke Palembang, dan masuk ke Sungai Limbungan. “Setiap hari, kita lihat banyak kayu seperti meranti atau cempaka. Diameternya lebih dari satu meter,” terang Usa.

Usa juga mengenang kebiasaan anak-anak kecil pada tahun 1970-an, bermain di sungai dan berenang. Kini suasana itu sudah hilang, sebab air sungai sudah kian memburuk. Sambil mandi, anak-anak mencari udang di sela kayu nibung yang disusun untuk mandi. “Kami suka mencari udang dan memakannya mentah. Mitosnya, kalau banyak makan udang bisa lebih pandai dan gesit berenang,” kenangnya.

Sketsa yang cukup penting juga tergambar mengenai Kampung 24 Ilir. Kampung ini sudah hilang karena kebakaran besar yang terjadi pada 1981. Lokasi kampung kini berubah menjadi Palembang Indah Mall, kawasan pertokoan Ilir Barat Permai, rumah susun, dan lainnya.

Terhadap kondisi Sungai Musi dan anaknya, JJ Polong dari Spora Institute Palembang pernah mengatakan bahwa guna mempertahankan keberadaan anak sungai harus dilakukan revitalisasi. “Sungai yang menyempit diperlebar, dan yang telah tertimbun digali kembali. Tanami sepanjang anak sungai itu dengan tanaman yang dapat mengontrol air,” katanya. Lalu, hukum beratlah mereka yang telah menimbun atau menyempitkan anak sungai.

Sketsa kehidupan di Sungai Karanganyar. Sketsa: Usa Kishmada
Sketsa kehidupan di Sungai Karanganyar. Sketsa: Usa Kishmada
Sketsa Sungai Limbungan, 24 Ilir Palembang, tahun 1980-an. Sketsa: Usa Kishmada
Sketsa Sungai Limbungan, 24 Ilir Palembang, tahun 1980-an. Sketsa: Usa Kishmada

Melukis lingkungan

Usa belajar melukis lingkungan secara otodidak dengan pelukis X-Ling. Saat itu, X-Ling tengah keliling nusantara untuk membuat sketsa kehidupan dan tradisi masyarakat berbagai kota di Indonesia. Dia cukup lama di Palembang, sehingga banyak perupa Palembang yang belajar dengan X-Ling, selain Usa Kismada ada juga Koko Bae dan Umar Halim. Dua nama terakhir ini sudah meninggal dunia.

Usa Kishmada sendiri dilahirkan di Palembang pada 26 April 1955. Dibesarkan di kawasan 24 Ilir Palembang, membuatnya dekat dengan kehidupan sungai. Hal ini pun berpengaruh pada karyanya. Dia salah satu keturunan dari Abdus Somad al-Falimbani, ulama dihormati di masa Kesultanan Palembang Darussalam.

Nasib Sungai Aur kini. Di masa lalu kapal-kapal dagang berlabuh di Sungai Aur, lokasi loji VOC. Namun kini, hanya menjadi tempat berlabuh sampah-sampah. Foto: Taufik Wijaya

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,