Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), ternyata bisa terjangkit penyakit parasiter yang berujung kematian. Seperti apakah?
Harimau sumatera merupakan satu-satunya subspesies tersisa di Indonesia yang keberadaannya menghadapi ancaman. Habitatnya yang makin menyempit membuat si loreng ini “terpaksa” mendekati wilayah permukiman masyarakat. Karena, keterbatasan hewan buruan yang bukan hanya satwa liar tetapi juga hewan ternak, akan mempermudah baginya untuk mendapatkan mangsa.
Ternyata, semakin mendekatnya harimau pada aktivitas manusia, menunjukkan adanya faktor sakit dan penyakit yang membuat harimau tersebut berperilaku seperti itu. Bahkan, beberapa harimau yang berhasil dievakuasi dari wilayah konflik dan perburuan liar di tiga provinsi yaitu Bengkulu, Jambi, dan Sumatera Barat diketahui telah terjangkit penyakit.
Penyakit parasiter yang disebabkan oleh parasit yang ada di satwa liar, ditemukan juga pada harimau sumatera. “Pada setiap harimau sumatera yang di-rescue, penyakit ini positif ditemukan. Mulai dari investasi ringan hingga berat, sebagaimana hewan lainnya,” ujar Erni Suyanti Musabine, Wildlife Conservation Veterinarian and Wildlife Rescue Unit BKSDA Bengkulu.
Padahal, menurut Yanti, penyakit ini diderita juga oleh kucing, anjing, maupun karnivora lainnya. Bahkan, di hutan bisa juga diidap oleh macan dahan maupun kucing hutan. Mengapa demikian? Karena, penyakit parasiter umumnya sering diderita satwa liar, bahkan semua jenis satwa liar dapat terinfeksi parasit, hanya saja jarang sekali berujung kematian. Namun, pada individu harimau sumatera yang hidup di hutan, dari beberapa kasus penyakit parasiter yang ditemukan, telah menyebabkan kematian.
Dikarenakan semua satwa liar yang hidup di hutan selalu terinvestasi parasit, terutama cacing dan ektoparasit, maka standar perawatan medis yang dilakukan setelah rescue adalah pencegahan dan pengobatan penyakit parasiter. Caranya, dengan mengidentifikasi sampel kotoran dan caplak yang ditemukan serta melakukan pemeriksaan preparat ulas darah. Prosedur ini juga berlaku pada harimau yang akan dilepasliarkan ke habitatnya. Sementara, pada harimau yang mati dapat diidentifikasi dari sampel parasit pada saluran cerna, hati, dan paru.
Apa yang menyebabkan harimau terjangkit parasit? Menurut dokter hewan ini, parasit yang berasal dari cacing ini ada tiga golongan yaitu nematoda, trematoda, dan cestoda. Penularan parasiter ini bisa melalui lingkungan seperti air minum yang berasal dari sungai atau rawa juga dari satwa mangsa harimau seperti babi yang mengandung cacing pita. Bisa juga, melalui hewan peliharaan seperti anjing dan kucing yang berada di sekitar habitat harimau.
Namun, salah satu faktor yang mendukung infeksi cacing dari ringan menjadi berat dikarenakan kondisi fisik harimau yang menurun dan stres. “Harimau yang sempat kami tangani namun mati karena parasit, awalnya terkena jerat. Setelah dilepaskan, tidak berapa lama, harimau tersebut mati dan setelah dibedah ternyata saluran pencernaannya penuh parasit dari tiga golongan cacing tadi yaitu nematoda, trematoda, dan cestoda.”
Terjangkit
Satwa liar, secara umum memang positif parasit, hanya saja kondisinya ada yang ringan, sedang, dan berat. Kondisi ini tentunya merugikan, karena akan menyebabkan hewan tersebut lemah, dehidrasi, kurus, dan kehilangan nafsu makan.
Pada harimau liar, tanda tersebut dapat dilihat jelas dari batuk atau sesak nafas yang dideritanya. Sebabnya adalah, cacing tersebut sudah menyerang paru. Sedangkan tanda fisik lain yang terlihat adalah harimau tersebut kurus. “Ini terjadi dengan dua harimau yang mati yang telah kami tangani di Bengkulu tahun 2012 dan di Jambi 2011. Harimau tersebut mengidap parasit yang berat sehingga tidak bisa diselamatkan,” ujar wanita yang telah bekerja sebagai wildlife veteriner satu dekade ini.
Menurut Yanti, harimau yang terkena parasit ringan maupun sedang bisa sehat kembali. Caranya, saat dilakukan rescue terhadap harimau maka salah satu hal yang dilakukan adalah memberikan obat anti-parasit yang sifatnya mencegah maupun mengobati. “Untuk harimau yang akan dilepasliarkan maka harus bebas parasit, atau paling tidak infeksi parasitnya ringan.”
Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyembuhkan penyakit parasit tersebut, bergantung pada jenis cacing dan berat tidaknya penyakit tersebut. “Kasus yang terjadi tahun 2010, hampir tiga bulan penanganannya yang dimulai dari pemeriksaan kotoran dan pengobatan. Namun begitu, semua kembali pada kondisi fisik harimau itu sendiri,” terang Yanti.
Sunarto, peneliti harimau dari WWF Indonesia mengatakan, jumlah harimau sumatera saat ini diperkirakan antara 300-350 individu. Harimau ini dapat ditemukan mulai dari hutan bakau pesisir pantai, hutan rawa gambut, hutan dataran rendah, juga hutan pegunungan. Landskap Harimau Prioritas (Tiger conservation Landscape) yang ada di Sumatera Tengah berada di Tesso Nilo, Bukit Tigapuluh, Kampar, Kerumutan, dan Rimbang Baling. “Di areal blok hutan yang luasnya di atas 50 ribu hektar, diperkirakan harimau akan masih bisa dijumpai.
Hal penting yang harus dilakukan terkait penyelamatan harimau sumatera yang berstatus Kritis (Critically Endangered/CR) ini adalah adanya kerja sama semua pihak. Mulai dari pemantauan populasi, perlindungan habitat, hingga penyadaran publik harus dilakukan. “Mengingat, sekitar 70 persen habitat harimau memang berada di luar kawasan konservasi seperti taman nasional dan cagar alam,” ujarnya.