,

Sepanjang 2014, Polda Aceh Tangani 25 Kasus Pembalakan Liar

Ekspos akhir tahun Kepolisian Daerah (Polda) Aceh yang digelar Rabu, 31 Desember 2014, di Banda Aceh, mengungkapkan 25 kasus tindak pidana pembalakan liar yang ditangani Polda Aceh sepanjang tahun 2014.

“Dari 25 kasus tersebut, 16 kasus sudah pada tahapan P-21 dan 9 kasus sedang disidik,” ujar Direktur Reserse dan Kriminal Khusus (Dir Reskrimsus) Polda Aceh, Kombespol Joko Irwanto.

Menurut Joko, kasus pembalakan liar terbanyak terjadi di Kabupaten Aceh Selatan. Modusnya adalah masyarakat disuruh mengambil kayu dengan alasan untuk membangun rumah atau membuat sampan. Namun, ternyata kayu tersebut dimanfaatkan pihak lain.

Juru Bicara Koalisi Peduli Hutan Aceh (KPHA), Effendi Isma, mengatakan kasus pembalakan liar di Aceh tercatat ada 69 titik. Pembalakan tersebut tersebar juga di Kabupaten Aceh Jaya, Aceh Besar, Aceh Tamiang, serta Simeulu.

Berdasarkan temuan KPHA, ada kasus perambahan hutan yang sudah ditangani Polda Aceh namun hingga kini belum menunjukkan kemajuan berarti untuk menjerat pelakunya ke pengadilan. Kasus tersebut berupa penebangan hutan lindung di Kabupaten Bener Meriah yang lahannya dijadikan kebun kentang dan holtikultura.

Sri Wahyuni, Juru Bicara Forum Masyarakat Peduli Lingkungan Kabupaten Bener Meriah, menuturkan bahwa pembukaan hutan besar-besaran oleh sejumlah pengusaha dilakukan setelah Pemerintah Aceh dan Kabupaten Bener Meriah menandatangani kontrak perdagangan dengan sejumlah pengusaha asal Malaysia. “Jumlah hutan yang rusak mencapai 14 ribu hektar yang sebagiannya masuk kawasan lindung,” tambahnya.

Menurut Sri Wahyuni, perambahan hutan terparah terjadi di Kecamatan Permata, Bener Kelipah, Bukit, dan Weh Pesam. Selebihnya tersebar di  Kecamatan Mesidah, Syiah Utama, Pintu Rime Gayo, Gajah Putih, dan Timang Gajah.

Di Aceh Besar, membawa kayu olahan dengan becak merupakan salah satu modus baru. Foto: Firman

Mengundang bencana

Sebelumnya, Gubernur Aceh, Zaini Abdullah, saat konferensi pers di Banda Aceh, Senin (22/12/2014), menyatakan bahwa pembalakan kayu secara liar merupakan kegiatan yang mengundang bencana.

“Kita tetap melanjutkan moratorium logging karena penebangan kayu marak kembali. Bencana banjir dan longsor yang terjadi, salah satu penyebabnya karena penebangan kayu. Pertemuan dengan Forkopimda (Forum Koordinasi Pimpinan Daerah) Aceh akan dilakukan guna membahas sanksi yang akan diberikan kepada pelaku pembalakan liar,” tuturnya.

Husaini Syamaun, Kepala Dinas Kehutanan Aceh, tidak menampik apa yang disampaikan gubernur tersebut. Menurutnya, modus yang dilakukan pelaku ada yang membawa kayu dengan becak motor dan ada juga yang melakukan penebangan pada izin hak guna usaha (HGU) lama.

Menurut Husaini kendala yang dihadapi saat ini adalah selain kurangnya tenaga penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) dan dana operasional, pihaknya juga kesulitan berhadapan dengan oknum yang membekingi pemanfaatan kayu ilegal tersebut.

Terkait izin pemanfaatan kayu di Aceh, Husaini menyatakan izin tersebut sudah tidak ada lagi. “Hanya saja, ada HGU lama yang tidak dikelola, namun kayunya masih diambil. Ini yang masih terjadi,” ujarnya.

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,