,

Menteri Kelautan Semakin Serius Perangi Illegal Fishing

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menandatangani nota kesepahaman dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) di Gedung Mina Bahari III , Kantor Kementerian dan Kelautan (KKP), Jakarta, pada Senin (5/1/2014).

Nota kesepahaman tersebut dibuat sebagai bentuk pencegahan tindak pidana pencucian uang di lingkungan kerja KKP. Kerjasama juga dibuat untuk meningkatkan koordinasi, pencegahan tindak pidana korupsi dan pencucian uang, pertukaran informasi, asistensi pendampingan serta pengembangan SDM. Kerjasama tersebut berlaku selama tiga tahun, dan dapat diperpanjang.

“Ada harapan besar dari kinerja Ibu Susi ini. Selama ini hampir belum ada program penindakan. Ini momentum yang sangat penting. Karena di dalam pasal 2 UU nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang, hasil kejahatan dari sektor kelautan dan perikanan itu merupakan salah satu objek,” papar Kepala PPATK Muhammad Yusuf usai penandatangan nota kesepahaman tersebut.

Dengan kerjasama tersebut, PPTAK bisa menelusuri lebih lanjut data mengenai illegal fishing  dari KKP. Dari data yang diberikan oleh menteri, bisa diketahui siapa saja pihak-pihak yang terlibat, termasuk perusahaan besar.

“Perusahaan itu kalau terbukti melakukan illegal fishing, dalam pasal 6 (UU No.8/2010) bisa dirampas. Saya berharap banyak  kita bisa memberikan kontribusi untuk Indonesia yang lebih baik,” ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan saat  pemberian izin, harus melalui tahapan identifikasi dan verifikasi oleh KPK juga PPATK. Termasuk juga izin operasional 1300 lebih kapal eks asing yang terdampak kebijakan moratorium.

“Banyak pengusaha yang complain sama saya karena kebijakan ini merugikan mereka. saya katakan, tolong minta kepada satgas anti illegal fishing kita yang kerjasama dengan KPK dan PPATK untuk diverifikasi. Jika benar kapal itu sudah dimiliki oleh orang Indonesia dan berhak berbendera Indonesia, maka bisa melakukan ekspor ikan secara resmi. Tentu harus bayar pajak juga,” papar Susi.

Ia mengatakan, jika kapal tersebut sudah sesuai dengan UU yang berlaku, kapal tersebut tentu nantinya boleh melaut lagi. Tapi alat tangkapnya harus benar-benar ramah lingkungan.

Sebelumnya menteri Susi juga sudah membuat nota kesepahaman dengan TNI Angkatan Laut dan KPK serta membentuk satgas anti illegal fishing. Satgas anti ilegal fishing bertugas untuk memverifikasi ulang kapal eks asing yang terkena dampak kebijakan moratorium, penataan perizinan perikanan, serta menghitung kerugian negara. “Kerjasama dengan PPATK merupakan kerjasama untuk menegakan kedaulatan di Indonesia,” ucapnya.

Tingkatkan Partisipasi Masyarakat Untuk Lawan Illegal Fishing

Dalam kesempatan yang sama, juga hadir kelompok masyarakat yang berhasil menangkap kapal asing di Tanjung Balai Asahan, selat Malaka. Zulkifli, salah satu warga yang hadir  mengatakan penangkapan kapal berbendera Malaysia itu terjadi pada jam satu siang tanggal 29 Desember 2014, pukul 13.00.

“Warga menduga ada kapal asing di laut. Kemudian menyampaikan hal itu melalui radio komunikasi untuk menangkap kapal dan menyerahkannya ke aparat setempat untuk diproses lebih lanjut,” paparnya.

Kapal penangkap ikan berlabuh di Pelabuhan Tanjung Luar, Lombok Timr, Nusa Tenggara Barat. Foto : Jay Fajar
Kapal penangkap ikan berlabuh di Pelabuhan Tanjung Luar, Lombok Timr, Nusa Tenggara Barat. Foto : Jay Fajar

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengapresiasi hal tersebut. Ia mengaku mendapatkan banyak pesan singkat melalui telepon selularnya ihwal keberadaan kapal ikan asing di perairan Indonesia, termasuk di Tanjung Balai, Asahan, Sumatera Utara.

“Warga nanya, ibu (kapal asing) boleh tidak ditangkap? Saya bilang boleh. Tapi harus diserahkan bersama kapalnya. SMS masuk ke nomor yang disebar oleh pak presiden. Tak lama kemudian kapal sudah ditangkap oleh warga,” papar Susi.

Ia berharap kerjasama antara pemerintah dan warga untuk melawan kejahatan ilegal fishing bisa terus dilakukan. Tanjung Balai Asahan bisa menjadi salah satu contoh. Ia berharap hal tersebut juga bisa diikuti oleh nelayan di daerah yang lainnya.

“Partisipasi masyarakat sangat luar biasa. Kita wajib memberikan apresiasi. Paling tidak kita harus mengganti bensin yang mereka pakai. Karena untuk menjaga lautan Indonesia yang luas ini tidak bisa dikerjakan sendirian. TNI AL dan Kepolisian saja tidak cukup. Tapi seluruh rakyat Indonesia harus bersama-sama menjaganya. Laut kita terlalu luas,” jelasnya.

Pemberian apresiasi kepada warga yang ikut terlibat dalam memerangi illegal fishing tersebut merupakan upaya untuk menumbuhkan semangat nelayan yang lainnya.

“Apa yang dilakukan oleh nelayan Balai Tanjung ini bisa menjadi contoh. Ditiru oleh nelayan di seluruh Indonesia. Jangan sampai cerita Gubernur Maluku Utara yang mengatakan nelayan di Morotai diusir oleh kapal asing terulang kembali. Sedih saya dengarnya. Selama saya menjabat, saya ingin nelayan Indonesia menjadi tuan rumah dan berdaulat di negerinya sendiri,” ucapnya.

Ia tidak ingin ada kapal asing sebesar apa pun yang melanggar dan berani mengusir nelayan Indonesia. Meskipun nelayan Indonesia kecil, ia tak ingin hal tersebut terjadi. Ia berharap ada peran aktif dari nelayan dan warga lainnya untuk sama-sama memperbaiki keadaan laut Indonesia.

Saat ini hanya tinggal ratusan dari 7.000 kapal asing yang setiap hari mencuri ikan di perairan Indonesia. Susi mengatakan itu merupakan wujud keberhasilan kebijakan moratorium kapal.

“Sekarang sudah banyak (kapal asing) yang pulang ke negara asalnya. Kemarin Vietnam meminta perlindungan atas 1928 kapalnya yang jumlah ABK nya mencapai 13 ribu lebih. Mereka minta perlindungan di Laut Natuna. Bayangkan itu Vietnam seperti apa? Bandingkan dengan China dan Thailand, ini awarness yang harus disebarkan kepada nelayan kita,” paparnya.

Susi mengatakan selama ini nelayan Indonesia selalu mengeluh susah mencari ikan. Hal itu memang fakta yang sebenarnya terjadi. Ikan sudah tidak ada lagi. Ini akibat praktik bisnis perikanan yang tidak mengedepankan prinsip keberlanjutan. Untuk itu, kedepan pihak KKP akan lebih memperhatikan hal tersebut.

“Kemarin kita baru tangkap satu kapal trol milik salah satu perusahaan dengan muatan sebanyak 900 ton. Kapal trol ini sebulan dua kali keluar masuk perairan Indonesia. Ikan dibawa ke Hongkong, China, Thailand dan lainnya. Ada satu lagi yang belum kita seret dan diperiksa isinya ada 2.400 ton ikan. Itu baru dari satu kapal saja,” ujarnya.

Jumlah tangkapan ikan ilegal dalam kapal asing yang ditemukan, merupakan ikan yang dipakai oleh mereka. Sementara jika dijumlah dengan ikan yang dibuang di tengah laut,  jumlahnya akan meningkat.

“Kalau dia simpan di kapal seribu ton, berarti yang dibuang ke laut sekitar 4-5ribu ton. Padahal selama sepuluh terakhir, nelayan Tanjung Balai saja kesusahan mencari ikan,” ujarnya.

Oleh karena itu, ia beranggapan, illegal fishing tak bisa lagi dibiarkan. Ia menggambarkan dari 7 ribuan kapal asing, tangkapan ikan per kapal dalam setahun lebih dari seribu ton. “Itu pun masih selalu dianggap kurang. Ini berarti ada jutaan ton ikan yang ditangkap kapal asing secara ilegal,” tambahnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,