,

Kala Warga Labuan Bajo Mempertahankan Pantai Pede

Biru laut dan putih pasir memanjang sekitar tiga ratus meter mulai dari tempat bersandarnya kapal nelayan di sisi timur hingga seng pembatas di sisi selatan. Sampah plastik dan dedaunan jadi pemandangan di sepanjang pesisir pantai. Pantai ini satu-satunya lokasi tempat kapal nelayan bisa bersandar. Di pesisir pantai lain, nelayan tidak diperbolehkan bersandar, karena sudah di kuasai oleh investor atau perusahaan resort.

Pantai Pede namanya. Tahun 2013 lalu, pantai ini jadi lokasi sail Komodo. Presiden dan menterinya datang. Masyarakat dari berbagai penjuru Indonesia bahkan berbagai negara juga datang. Pantai Pede saat ini menjadi satu-satunya pantai yang bisa di akses publik tanpa berbayar.

Rencana hadirnya PT Sarana Investama Manggabar (PT SIM) jadi ancaman masyarakat, terkhususkan lagi nelayan di Pantai Pede, Desa Gorontalo, Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT). Pemberian hak pengelolaan oleh pemerintah propinsi NTT kepada PT SIM untuk pembangunan hotel berbintang diberikan Gubernur NTT Frans Lebu Raya pada 12 September 2012.

Gempar berambut ikal, kulit sawo matang dan tinggi berkisar 150 centimeter. Ia mewarisi profesi keluarganya menjadi nelayan. Pergi subuh pulang siang hari, mencari ikan untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga.  Ia dan nelayan lain menceritakan kegelisahannya akan rencana privatisasi Pantai Pede kepada Mongabay ketika ditemui pada 22 November 2014 lalu. Selama ini, satu-satunya tempat masyarakat berlibur atau kegiatan lainnnya di Pantai Pede.

“Pemerintah serahkan Pantai Pede ke pihak lain dan akan di bangun hotel. Kami kemana, tidak mungkin kami bisa mengakses pantai ini lagi. Kami pasti terusir,” kata Gempar.

Ia bercerita, hidup menjadi nelayan untuk mencukupi kebutuhan keluarga masih dirasa kurang. Ketika cuaca buruk ia tidak melaut, bahkan keluarga di rumah tidak bisa makan. Harus cari pinjaman uang, di bayar jika sudah bisa melaut. Sejak kecil dia menjadi nelayan hingga sekarang, minim sekali bantuan pemerintah. Jikapun ada, dana yang diterima besarannya sudah di potong.

Gempar dan nelayan lainnya berharap penuh pada Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti. Mereka ingin Pantai Pede tidak di privatisasi pihak lain dan tidak di bangun hotel. Biarkan saja menjadi ruang publik. Biarkan menjadi tempat nelayan bersandar. Tidak ada lagi pantai yang bisa digunakan nelayan untuk bersandar.

“Kami berharap ibu menteri berpihak pada kami rakyat kecil. Jika ingin wujudkan kejayaan di laut, jangan rampas ruang hidup kami,” harapnya.

Pagar seng mengelilinAgi luasan Pantai Pede dilakukan oleh pihak investor. Foto : Tommy Apriando
Pagar seng mengelilinAgi luasan Pantai Pede dilakukan oleh pihak investor. Foto : Tommy Apriando

Pihak investor yang di tunjuk oleh Pemerintah NTT sudah melakukan pemagaran seng mengelilingi luasan pantai. Masyarakat sempat tidak diperbolehkan mengakses pantai, namun ribuan warga berhasil mempertahankan dan membuka kembali akses ke lokasi pantai. Bahkan Desember 2014 kemarin, warga merusak pagar seng di Pantai Pede.

Bukan hanya Gempar dan koleganya sesama nelayan yang cemas dan ingin Pantai Pede tidak dijadikan hotel. Gabungan masyarakat sipil, baik muda, tua, perempuan dan tokokh agama bergabung dalam Gerakan Masyarakat Selamatkan Pantai Pede Dan Pulau-Pulau (Gemas P2).

Mereka sudah berkirim surat ke instansi baik pemerintah daerah Kabupaten Manggarai Barat, DPRD Manggarai Barat, Gubernur NTT, DPRD NTT bahkan ke pemerintah pusat. Namun, hingga kini belum menuai hasil. Pemprov NTT masih bersikeras, memberikan akses kepada PT SIM untuk mengelolanya.

Ustad Junaidin, selaku ketua Gemas P2 pada 13 Oktober 2014 lalu berkirim surat lagi ke Gubernur NTT, Frans Lebu Raya. Dalam surat tersebut ia menyampaikan bahwa, pada beberapa minggu terakhir ini, warga Manggarai Barat, khususnya warga kota Labuan Bajo terusik dengan adanya perubahan pemanfaatan kawasan pantai Pede.

Pemprov NTT sudah membuat nota kesepahaman (memorandum of  understanding / MoU) dengan PT SIM. Dalam MoU tersebut, mengatakan bahwa Kawasan Pantai Pede, oleh Pemprov NTT akan memberi hak pengelolaannya  kepada PT SIM untuk membangun hotel berbintang di atas kawasan tersebut.

“Seluruh elemen masyarakat Nusa Tenggara Timur yang berada di Manggarai Barat sangat tidak setuju dengan yang direncanakan dan/atau yang dilakukan oleh Pemerintahan Provinsi NTT,” tulis Junaidin.

Junaidin lewat suratnya berharap DPRD dan Pemprov NTT mendengar, merespon dan segera melakukan  tindakan-tindakan persuasif merujuk pada Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2003 Tentang Pembentukan Kabupaten Manggarai Barat agar Pantai Pede menjadi salah satu aset milik Pemkab Manggarai Barat.

“Kami masyarakat tergabung dalam Gemas P2 sangat mendukung DPRD Provinsi NTT segera memperjuangkan dan mempertahankan kawasan Pantai Pede menjadi ruang publik dan aset daerah Kabupaten Manggarai Barat,” tambahnya.

Dalam catatan dan pertimbangan data yang di kumpulkan oleh Gemas P2 dijelaskan, dari aspek sejarah, nama Pantai Pede diberikan dan dinobatkan oleh leluhur warga Manggarai Barat dengan nama “Pede” yang mempunyai makna sebagai ‘’Tempat Titipan Pesan oleh Leluhur Untuk Anak Cucu’’ Tanah Pede dise Empo/ Tanah Mbate dise Ame’’  tentang segala hal yang berkaitan dengan,  kehidupan bersama, budaya dan lingkungan yang harus dijaga dan dirawat di kemudian hari.

Pesisir Pantai Pede. Di lokasi inilah Sail Komodo 2013 dilaksanakan. Pembangunan hotel menjadi ancaman bagi nelayan dan masyarakat di Labuan Bajo. Foto : Tommy Apriando
Pesisir Pantai Pede. Di lokasi inilah Sail Komodo 2013 dilaksanakan. Pembangunan hotel menjadi ancaman bagi nelayan dan masyarakat di Labuan Bajo. Foto : Tommy Apriando

Dari aspek budaya,  selama ini Pantai Pede merupakan tempat yang sangat strategis untuk melaksanakan segala pementasan budaya baik budaya Manggarai pada umunya maupun NTT bahkan pementasan budaya yang berskala internasional seperti Sail Komodo pada tahun 2013.

Sedangkan dari aspek sosial, kawasan Pantai Pede mulai dari daratan sampai dengan pantainya merupakan tempat warga Manggarai Barat dan bahkan juga untuk warga dari berbagai daerah dan untuk wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Pantai Pede bagi masyarakat Manggarai Barat dan khususnya warga kota Labuan Bajo mempunyai peran yang sangat penting untuk membangun pola interaksi yang akrab dengan sesamanya.

“Ketika suatu saat Pantai Pede sudah dibangun hotel, maka kita semua akan dipersalahkan oleh anak-anak kita, oleh generasi kita selanjutnya karena di jaman kita saat ini sudah tidak memikirkan tempat dimana mereka nantinya akan menikmati keindahan pariwisata pantai di Labuan Bajo,” tulis Junaidin.

Dampak Ekologi dan Ekonomi

Dari aspek keuntungan ekonomis, Pater Marcel Agot punya pandangan lebih khusus dan dalam. Menurutnya, Pantai Pede merupakan kawasan yang sangat strategis untuk diversifikasi ekonomi bagi masyarakat lokal seperti  tempat tambatan perahu dan transaksi bagi nelayan dengan masyarakat Labuan Bajo dalam jual-beli ikan. Pantai Pede juga dapat digunakan sebagai kawasan wisata kuliner dan dapat dikelola untuk jual-jualan souvenir dan sebagainya.

Dia mencontohkan di kawasan Sanur atau Kuta, Bali, banyak warga yang menjual segala souvenirnya untuk wisatawan. Maka Pantai Pede mempunyai fungsi seperti yang ada di Sanur tersebut. Keuntungan di dapat langsung oleh masyarakat.

“Jika kawasan Pantai pede diserahkan kepada pihak ketiga seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi NTT maka, keuntung secara ekonomis dari Pantai Pede hanya dapat dinikmati oleh investor,” kata Pater Marcel.

Ia menambahkan, Pantai Pede merupakan satu-satunya tempat wisata yang murah dan terjangkau oleh masyarakat yang ingin berwisata di kawasan pantai di Labuan Bajo.  Sedangkan dari aspek ekologis Pantai Pede merupakan tempat dan ruang hidup bagi beberapa flora-fauna dan biota lautnya.

Dari aspek yuridis Melky Nahar dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) NTT kepada Mongabay mengatakan, pemerintah Kabupaten Manggarai Barat mempunyai hak yang penuh atas Pantai Pede yang di dasari pada Undang-undang Nomor 08 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Manggarai Barat.

Surat Bupati Manggarai Barat tahun 2005 ke Gubernur NTT meminta Pantai Pede diberikan ke Pemkab Manggarai Barat. Foto : Tommy Apriando
Surat Bupati Manggarai Barat tahun 2005 ke Gubernur NTT meminta Pantai Pede diberikan ke Pemkab Manggarai Barat. Foto : Tommy Apriando

Dalam pasal Pasal 13 ayat 1 Poin (b) mengatakan bahwa untuk kelancaran penyelenggaraan pemerintahan di Kabupaten Manggarai Barat, Gubernur Nusa Tenggara Timur dan Bupati Manggarai sesuai dengan peraturan perundang-undangan untuk menginventarisasi, mengatur, dan melaksanakan penyerahan kepada Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat hal-hal sebagai berikut: barang milik/kekayaan daerah yang berupa tanah, bangunan, barang bergerak, dan barang tidak bergerak yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Kabupaten Manggarai yang berada dalam wilayah Kabupaten Manggarai Barat, dimana segala aset-aset tersebut itu harus dilakukan paling lambat satu tahun sejak peresmian kabupaten dan pelantikan Penjabat Bupati Manggarai Barat.

“Sudah semestinya Pantai Pede dimanfaatkan pemerintah Manggarai Barat. Di jadikan ruang publik, agar nelayan tetap bisa mengakses dan jangan dibangun hotel yang dampak limbah hotelnya bisa merusak laut,” kata Melky.

Surat Koalisi Masyarakat Manggarai Barat Bersatu kepada gubernur NTT menolak privatisasi Pantai Pede, tertanggal 27 September 2012. Foto : Tommy Apriando
Surat Koalisi Masyarakat Manggarai Barat Bersatu kepada gubernur NTT menolak privatisasi Pantai Pede, tertanggal 27 September 2012. Foto : Tommy Apriando

Dari surat  bernomor 010/GEMAS P2-X/2014, Gemas P2 menyampaikan tuntukan kepada Gubernur  Provinsi NTT untuk   membatalkan MoU dengan Pihak PT SIM untuk mengelola Pantai Pede dan mendesak Gubernur NTT menyerahkan aset Pantai Pede kepada Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat sesuai amanat Undang-undang Nomor 08 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Manggarai Barat.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Manggarai Barat, Theo Suardi sepakat perjuangan masyarakat nelayan maupun Gemas P2. Ia ingin keberadaan Pantai Pede dijadikan sebagai ruang publik dan menjadi asset pemerintah daerah Kabupaten Manggarai Barat. Menurutnya, sektor pariwisata sangat tinggi di Labuan Bajo, tidak ada lagi pantai sebagai ruang publik selain Pantai Pede. Hingga  saat ini surat Bupati Manggarai Barat yang meminta asset Pantai Pede untuk dikelola pemerintah Kabupaten Manggarai Barat tidak juga di respon.

“Jika Pantai Pede di berikan kepada Pemkab Manggarai Barat. Maka kami akan mengelolanya untuk kepentingan publik,” kata Theo Suardi yang ditemui di kantornya pada Kamis (20/10/2014).

“Jenis kegiatan pemanfaatan yang akan dilakukan adalah pembangunan hotel dengan menonjolkan konstruksi lokal NTT serta mengoptimalkan penyediaan ruang publik untuk wisata pantai dan promosi produk lokal,” tulis Gubernur NTT, Frans Lebu Raya dalam suratnya 10 Oktober 2012.

Harapan Pater Marcel, Gemas P2 dan nelayan Labuan Bajo kuat dan tegas. Mereka ingin Pantai Pede tidak di privatisasi. Mereka berharap pemerintahan Joko Widodo mendengarkan suara rakyat kecil yang ingin menyelamatkan alam dan lautnya agar bisa di nikmati publik, bukan kepada investor.

“Pantai Pede akan terus kami perjuangkan. Ini perjuangan mayoritas masyarakat Manggarai Marat bahkan seluruh NTT. Kami tidak akan mundur,” kata Pater Marcel penuh semangat.

Mongabay Indonesia sudah mencari kontak direktur atau humas PT Sarana Investama Manggabar, hingga berita ini diturunkan tidak juga mendapatkan kontak yang bersangkutan. Bahkan mencari alamat perusahaan di internet tidak juga di dapat.

Catatan dan Analisis Gemas P2 tentang Pantai Pede*

Pada 28 November 2005 keluar surat Bupati Mabar (Fidelis Pranda) kepada Gubernur NTT nomor 556.9/351/XI/Parhub-2005, perihal mohon penyerahan asset sebidang tanah di Pantai Pede yang berukuran 31,670 m2 (gabungan HP 10 dan HP 11). Isinya, tanah di Mabar, Pemprov belum menyerahkan kepada Pemda Mabar, Pemda Mabar mohon supaya berita acara (Nomor P.519/1.1/IV/1994, tanggal 05 April 1994, tentang Penyerahan asset Propinsi NTT atas sebidang tanah di Pantai Pede, yang berukuran 31,670 m2 kepada Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Manggarai) itu diperbarui untuk diserahkan secara langsung kepada Pemda Mabar hasil pemekaran.Lalu pada 12 September 2011 hadir surat Gubernur NTT kepada Direktur PT. Pede Beach Permai (Mulyadi Chandra) untuk menghentikan aktivitas di atas tanah milik Pemprov NTT di Pantai Pede yang telah dikelolahnya selama 22 tahun sejak tahun 1980.

Pada 30 Juli 2012 keluar surat rekomendasi dari Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Manggarai Barat nomor PPT.503.650/016/VII/2012, tentang pemberian Ijin Prinsip Lokasi (IPL) kepada Sekretaris Daerah Provinsi NTT berdasarkan surat mereka ke Badan Perijinan Terpadu, tertanggal, 03 Juli 2012. Dalam rekomendasi ini ada syarat-syarat yang harus dipenuhi pemohon.

Pada 2 Agustus 2012 keluar surat Bupati Mabar (Agustinus Dula) kepada Gubernur NTT tentang kebijakan Pemanfaatan Lokasi Pantai Pede, nomor Ek.500/288/VIII/2012, sebagai tanggapan atas kedatangan Tim identifisikasi, monitoring dan evaluasi Pemprov pada tanggal 21 Juni 2012.

Selanjutnya 11 September 2012 surat yang diajukan Bupati Manggarai Barat di respon Gubernur NTT, Frans Lebu raya. Surat Gubernur kepada Bupati Mabar nomor BU.030/68/DISPENDA/2012 tentang Pemanfaatan Barang Milik Pemprov NTT, sebagai tanggapan atas surat Bupati Mabar tertanggal 2 Agustus 2012. Disini Gubernur menegaskan soal status tanah di Pantai Pede dan kewenangan yang dimiliki olehnya berdasarkan regulasi yang ada.

Selang sehari, yakni 12 September 2012 keluar surat Gubernur NTT kepada Bupati Manggarai Barat nomor BU.970/0/0/Dispenda/2012 tentang Pemberitahuan Pemanfaatan Tanah di Pantai Pede yang telah diserahkan kepada PT. Sarana Investama Manggabar untuk mengelolahnya di atas lahan HP 10 dan 11.

Dan pada 22 September 2012 Bupati Manggarai Barat memberikan surat kemabli kepada Gubernur NTT nomor Ek.500/350/IX/2012 perihal Kebijakan Pemanfaatan Pantai Pede, sebagai tanggapan surat Gubernur tertanggal 11 September 2012 dan tanggal 12 September 2012 dan pada 27 September 2012 Koalisi Masyarakat Manggarai Barat Bersatu bersurat kepada Gubernur Provosi NTT perihal, penolakan privatisasi Pantai Pede.

Hingga pada 10 Oktober 2012 Gubernur NTT mengeluarkan surat kepada Bupati Mabar dengan nomor BU.360/79/Dispenda/2012 perihal Pemanfaatan Tanah Milik Pemerintah Provinsi NTT, sebagai tanggapan atas surat Bupati Mabar tertanggal 22 September 2012, yang menegaskan kembali status tanah di Pantai Pede dan kewenangan Gubernur atas tanah tersebut di kelola oleh PT Sarana Investama Manggabar.

*Sumber Gemas P2

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,