,

Demi Batu Mustika, Perburuan Landak Meningkat

Dahulu keberadaan landak (Hystrix brachyuran) kerap meresahkan bagi petani karena dianggap mengganggu dan merusak tanaman, sehingga kerap diburu dan dimusnahkan. Satwa berbulu tebal dengan bentuk duri tajam ini memang hewan herbivora yang menyukai daun-daun, batang, khususnya bagian kulit kayu yang lunak.

Akan tetapi, sekarang justru landak menjadi hewan yang dicari dan dirindukan petani. Pasalnya, dikabarkan satwa ini memiliki batu mustika ditubuhnya. Batu ini dipercaya dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit seperti kanker, tumor, hipertensi, demam berdarah, lever, diabetes dan berbagai penyakit mematikan lainnya. Karenanya, satwa ini diburu, terutama oleh saudagar asal Cina dan Malaysia, untuk diambil  batu mustikanya dengan harga berkisar Rp500ribu- Rp1 juta per gram.

Menurut berbagai situs online, batu landak ini dijadikan ramuan obat kuno yang telah digunakan oleh suku pedalaman di Cina Selatan dan Asia Tenggara. Tabib-tabib di Cina telah menggunakan batu landak sebagai anti-inflamasi, antioksidan dan antibodi alami.

Batu mustika landak dikenal dengan sebutan geliga landak, ditemukan di dalam tubuh landak. Kabarnya hewan ini memiliki vitalitas yang kuat, sering sakit dan gampang menyembuhkan diri. Landak pandai mencari tumbuhan-tumbuhan obat yang berkhasiat menyembuhkan dirinya. Karena sering mencerna tumbuhan obat, tubuhnya menghasilkan antibodi yang kuat dalam menetralisir toksin atau racun dan cepat menyembuhkan luka.

Tidak semua landak menghasilkan geliga. Kalaupun ada, seekor landak hanya dapat menghasilkan satu batu sepanjang usianya. Faktor ini yang kemudian membuat harganya mahal karena tergolong langka.

Tingginya Perdagangan Hewan Dilindungi

Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Sumatera Barat selama tahun 2014 memantau perdagangan satwa-satwa dilindungi di Sumbar masih tinggi. Masyarakat banyak yang memberikan informasi kepada pihak BKSDA terkait dengan perdagangan satwa-satwa dilindungi tersebut, seperti trenggiling (Manis javanica) dan landak (Hystrix brachyuran) serta berbagai jenis burung. Landak menjadi satwa yang paling sering diperjualbelikan karena batu mustikanya.

Kepala Satuan Polisi Kehutanan, BKSDA Sumbar, Zulmi Gusrul pada Rabu (07/01/2014), mengatakan belum lama ini pihaknya beserta tim gabungan dari TNI, Polri dan Kejaksaan berhasil menggagalkan aksi penyelundupan 35 ekor landak yang diangkut dalam sebuah mobil minibus di daerah Kabupaten Pasaman.

Dalam operasi penangkapan tersebut, diamankan dua orang masyarakat sipil dan dua orang oknum TNI yang diduga jadi beking aksi penyelundupan itu. Satwa dilindungi ini diangkut dari daerah Tandikek, Padang Pariaman dan hendak dibawa ke Sumatera Utara. Namun di tengah perjalanan petugas berhasil mengamankan mobil yang dikendarai oleh tersangka pelaku perdagangan satwa yang dilindungi undang-undang ini.

Awalnya petugas mendapatkan informasi dari masyarakat di daerah Tandikek bahwa ada kegiatan pengangkutan satwa dilindungi jenis landak menggunakan sebuah mobil minibus menuju arah Bukittinggi. Petugas langsung menyisir mobil minibus dengan nomor polisi dan ciri-ciri yang sudah dikantongi. Kendaraan tersebut ditemukan di daerah Lubuk Sikaping, kabupaten Pasaman.

Petugas dan Tim Gabungan dari TNI, Polri dan Kejaksaan langsung melakukan pemeriksaan dan mengamankan sejumlah barang bukti. Kini kasus tersebut telah ditangani oleh pihak kejaksaan guna diproses secara hukum.

“Saat dilakukan penangkapan, tersangka tidak dapat menunjukkan izin pengangkutan hewan dilindungi tersebut. Kuat dugaan kegiatan ini illegal,” ucap Zulmi.

Di Kabupaten Padang Pariaman, BKSDA Sumbar juga berhasil melakukan penangkapan terhadap seorang yang diduga akan memperdagangkan landak. Penangkapan itu dilakukan di rumah tersangka di daerah Sungai Geringging, Kabupaten Padang Pariaman, Sumbar. Dari rumah tersangka diamankan sekitar 48 ekor landak dalam keadaan hidup. Satwa dilindungi ini disimpan tersangka di rumahnya dan hendak dipasarkan ke daerah Aceh dan Sumatera Utara.

Petugas sempat menanyakan perihal izin penangkaran, namun tersangka tidak dapat menunjukkannya. Kini kasus tersebut sudah dilimpahkan kepada Kepolisian Resort Padang Pariaman. Sementara itu barang bukti berupa 48 ekor landak dilepaskan ke alam pada kawasan hutan cagar alam lembah anai.

Zulmi menegaskan bahwa perdagangan satwa dilindungi baik dalam keadaan hidup, mati ataupun menjual bagian tubuhnya, kesemuanya itu dilarang berdasarkan Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Dalam salah satu pasalnya disebutkan bahwa pelaku perdagangan (penjual maupun pembeli) dapat dikenakan sanksi hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp 100 juta.

Disisi lain, perdagangan satwa langka yang dilindungi masih kerap terjadi walau berlangsung secara tertutup atau illegal. Para pengumpul tetap saja dapat memasarkan hasil tangkapannya ke penadah yang terdapat diberbagai daerah.

Sudah tidak menjadi rahasia umum bahwa satwa-satwa dilindungi itu juga dipasarkan dan dijual melalui situs-situs perdagangan online hingga masuk sampai keberbagai situs jejaring sosial seperti facebook, twitter, dan sebagainya. Melalui situs-situs ini, pemilik satwa dengan leluasa memasarkan satwa-satwa tersebut dengan harga bervariatif. Terkadang kegiatan seperti itu luput dari pengawasan.

Menggunakan Perangkap

Mon (35), pemilik bengkel las di daerah Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan mengaku ketiban untung semenjak beredarnya isu batu landak yang bernilai tinggi. Banyak masyarakat yang berkeinginan untuk menangkap landak dan mengambil batu mustikanya itu.

Batu Mustika (Geliga) Landak, incaran para pemburu landak. Foto: BKSDA/istimewa
Batu Mustika (Geliga) Landak, incaran para pemburu landak. Foto: BKSDA/istimewa

Bengkelnya sering mendapat pesanan pembuatan perangkap besi (kandang) landak dengan ukuran panjang 60 cm, lebar 40 cm dan tinggi 40 cm. Kebanyakan dari yang memesan tersebut adalah petani-petani yang berladang dipinggir hutan dan ada juga mereka yang hobi berburu babi, sebab sering menemukan sarang landak saat melakukan kegiatan berburu.

“Bukit-bukit disini kabarnya banyak landak, kini setiap orang berkeinginan menangkapnya, ada batu mustika yang bernilai mahal,” ucap Mon saat dihubungi Mongabay pada Kamis (08/01/2014).

Rustam Efendi (42), masyarakat Pasaman Barat saat ditemui di Padang, pada Jumat (09/01/2014) membenarkan banyak terjadi perburuan landak di daerahnya, terutama di daerah Talu, Kajai, Cubadak, Plasma V dan Tanjung Medan. Umumnya di daerah yang berbatasan dengan hutan banyak masyarakat melakukan perburuan.

Ada juga diantara masyarakat yang berburu landak untuk diternakkan, sebab tidak seluruh landak memiliki batu mustikanya. Landak-landak hasil perburuan itu kemudian dipelihara dan diberi aneka makanan yang memungkinkan landak tersebut menghasilkan batunya. Umumnya masyarakat menangkapnya dengan menggunakan perangkap kandang, perangkap tanah (lobang), perangkap kayu dan jerat (tali).

Hal senanda juga disampaikan oleh Mora Dingin (29), warga asal kampung Botung, Nagari Kota Nopan, Kabupaten Pasaman, mengaku di kampungnya masyarakat sering melakukan perburuan landak, akan tetapi masih dilakukan dengan cara-cara tradisional seperti menggunakan perangkap tanah (lobang). Dulu perburuan itu dilakukan dalam rangka memberantas hama pertanian karena kerap menganggu tanaman masyarakat, kini kabarnya karena batu mustikanya.

Perburuan batu mustika landak merupakan babak baru perdagangan satwa yang dilindungi, dan menjadi ancaman serius terhadap keberadaan satwa dilindungi ini. Suatu saat mungkin nasibnya akan serupa dengan nasib harimau sumatera, gajah sumatera dan dan hewan-hewan langka lainnya. Hewan-hewan ini diburu karena bagian tubuhnya yang memiliki nilai ekonomi tinggi.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,