,

Siti Nurbaya Terima Masukan Terkait Wacana Peleburan BP REDD+

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, mengatakan tetap menerima masukan berbagai pihak terkait wacana peleburan BP REDD+. Termasuk dari kalangan NGO.

“Hingga kemarin malam (12/1/2015) saya berdiskusi bersama WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia), AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara), para pakar, dan pihak lainnya,” kata Siti menjawab pertanyaan Mongabay Indonesia mengenai wacana peleburan BP REDD+, di Griya Agung, Jalan Demang Daun Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (13/01/2015).

Siti menjelaskan tengah menggodok desain kelembagaan Kementerian LHK dan memposisikan sebagai pengendali seluruh urusan yang berkaitan dengan perubahan iklim. “Makanya ada desain direktorat jenderal pengendalian perubahan iklim. Jadi sebetulnya, saya tak singgung-singgung soal badan-badan yang lain.”

Siti di Palembang melakukan pertemuan dengan kepala daerah di Sumsel, serta para pengusaha perkebunan, HTI, guna membahas penanggulangan kebakaran hutan dan lahan tahun 2015.

Dikatakannya, sekitar 80-90 persen fungsi BP REDD+ merupakan tugas Kementerian LHK, seperti pengendalian kebakaran hutan, penanganan deforestasi, hingga penanganan masyarakat hukum adat.

Namun, kata Siti, pihaknya menyadari dalam penanggulangan kebakaran dan kerusakan hutan semua pihak harus terlibat. Baik itu pemerintahan pusat, pemerintahan daerah, gubernur, bupati, walikota, serta juga harus melibatkan peran serta masyarakat.

“Saya tahu betul, REDD+ sudah dikelola sejak 2007, para ahlinya sudah banyak, kawan NGO banyak yang terlibat, mari kita berhimpun. Saya senang Mongabay Indonesia menanyakan hal ini,” ujarnya.

Sumsel Bebas Asap

Siti Nurbaya mengatakan, untuk Sumatera, kebakaran hutan dan lahan paling banyak terjadi di Propinsi Riau, Jambi dan Sumatera Selatan. Diikatakannya, berdasarkan laporan yang ada, lebih dari 90 persen kebakaran yang terjadi akibat kesalahan atau kelalaian manusia.

“Selama 17 tahun terakhir, kebakaran hutan terus terjadi di tiga propinsi ini. Ini perhatian kita untuk di Pulau Sumatera. Kondisi hari ini, di Riau terdapat 33 titik api, Jambi 31 titik api, dan Sumsel 1 titik api, tepatnya di Kabupaten Musi Banyuasin. Mungkin alam di Sumsel masih terjaga, tapi mohon diperhatikan terus pak gubernur,” kata Siti. Pernyataan ini ditanggapi Alex Noerdin, Gubernur Sumsel, yang meminta Beni Hernedi, Wakil Bupati Musi Banyuasin, yang hadir, untuk segera menindaklanjuti hal ini.

Menurutnya, kebakaran hutan dan lahan di Sumsel paling banyak terjadi di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Musi Banyuasin (Muba), Muara Enim, Musi Rawas, dan Banyuasin.

Bumi yang terdiri dari tanah, air dan udara, merupakan satu kesatuan siklus ekologi terpadu yang harus kita rawat bersama keberadaannya. Foto: Tiffany Roufs/ Mongabay.com

Siti mengingatkan agar pelaku usaha di Sumsel tak melalaikan kewajiban dan tanggung jawabnya terkait penanganan kebakaran hutan dan lahan mengingat peristiwa ini banyak terjadi di lahan konsesi.

“Pelaku usaha wajib bahu membahu bersama pemerintah daerah dan masyarakat menanggulangi kebakaran hutan dan lahan ini. Tahun 2014 lalu, titik api juga banyak dari lahan konsesi perusahaan. Misalnya, di PT. Bumi Mekar Hijau dengan 399 hotspot dan PT. Bumi Hutan Persada dengan 302 hotspot, juga perusahaan lainnya.”

Siti mengatakan, penanggulanan kebakaran hutan dan lahan tahun 2015 memiliki dua dimensi, yakni pencegahan dan penegakan hukum. Upaya pencegahan dapat dilaksanakan dengan sejumlah langkah seperti pengadaan alat, mempersiapkan personel, pelatihan personel, mengedukasi masyarakat, dan upaya pencegahan lainnya.

Upaya ini dilaksanakan dalam tempo 3-6 bulan ke depan. Setelahnya masuk pada upaya penegakan hukum. Menurut Siti, Presiden Jokowi menginginkan penegakan hukum yang tegas dan kejam kepada pelaku usaha yang terlibat dalam pembakaran hutan dan lahan. “Mereka dapat dikenai tuntutan berlapis, mulai dari UU Kehutanan, UU Lingkungan Hidup, bahkan dimungkinkan juga UU Tindak Pidana Pencucian Uang.

Alex Noerdin, menjanjikan tahun 2015 Sumsel tak akan lagi memproduksi asap. Alex mengatakan hal ini merupakan tekad dari pemerintah propinsi bersama dengan pemerintah kabupaten dan kota di Sumsel.

“Kita bertekad tahun 2015 tak akan ada lagi kebakaran hutan. Banyak kegiatan internasional yang telah dan akan berlangsung di Sumsel. Kita tak ingin semuanya terganggu akibat kabut asap. Dan lebih penting lagi kita ingin menjaga kelestarian alam demi kelangsungan hidup kita bersama,” ujarnya.

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,