,

Kasus Tambang Ilegal di Kabupaten Donggala Diduga Akan Dihentikan

Lembaga Aset dan Prilaku Pejabat Sulteng (LAPPS) mensinyalir kasus illegal mining atau penambangan ilegal di Kabupaten Donggala yang dilakukan oleh PT. Mutiara Alam Perkasa (MAP) akan dihentikan penyidikannya atau SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyedikan) oleh Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah.

Hal itu diungkapkan Ahwan Ahmad dari LAPSS, saat menggelar keterangan pers di Sekretariat AJI (Aliansi Jurnalis Independen) Palu, di Jalan Rajawali Nomor 28 Kota Palu, baru-baru ini.

Menurut Ahwan ada dugaan suap agar kasus tambang ilegal ini dihentikan. Fakta tersebut bisa dibuktikan dengan rekaman percakapan telepon seluler yang diduga suara Direktur PT. MAP, Abbas Adnan, dan oknum pejabat di Polda Sulteng. “Kami punya bukti rekaman pembicaraan yang mirip suara Direktur PT. MAP dan oknum polisi di Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tengah. Silahkan dengar sendiri.”     

Dari rilis yang disampaikan kepada sejumlah jurnalis, tertulis bahwa rekaman berdurasi 23 menit 45 detik itu menyebutkan suara yang mirip Abbas Adnan, yang diduga telah memberikan uang Rp 200 juta kepada oknum pejabat Polda Sulteng. Uang itu diduga untuk menghentikan kasus PT. MAP yang tengah diproses Polda Sulteng. “Saya selaku lembaga pemantau pejabat publik menyayangkan jika kasus ini benar-benar dipermainkan,” tandasnya.

Polda Sulteng telah menetapkan Direktur PT. MAP Abbas Adnan, sebagai tersangka kasus tambang ilegal di Desa Batusuya, 2014 lalu. Namun, penangannnya dianggap lamban, padahal kasusnya telah merebak sejak Maret 2014. Direktur Jaringan Tambang (JATAM) Sulteng Syahrudin Ariestal Douw menilai pihak Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah terkesan mengulur waktu dalam menangani kasus tersebut.

Di tahun yang sama, kepolisian juga telah memanggil Bupati Kabupaten Donggala, Kasman Lassa, sebagai saksi. Kasman Lassa dipanggil penyidik Direktorat Kriminal Khusus (Ditkrimsus) untuk dimintai keterangannya terkait segala persoalan tambang di Donggala. Termasuk juga mengklarifikasi kehadirannya di Desa Batusuya pada 3 Maret 2014 yang dianggap masyarakat memuluskan jalannya pengangkutan material milik PT. MAP. Hingga kini, belum ada tersangka baru dalam kasus ini.

Menurut Ahwan jika benar kasus PT. MAP di SP3-kan oleh kepolisian, maka pihaknya dengan tegas akan melawan pemberhentian kasus itu dan akan menggugat ke pengadilan. “Jika isu SP3 ini benar-benar dilakukan, maka kami meyakini bahwa pemberian uang kepada pejabat aparat penegak hukum itu benar.”

LAPPS juga berencana akan melaporkan kasus ini ke Markas Besar (Mabes) Polri dan Kejaksaan Agung terkait rekaman tersebut untuk diproses lebih lanjut.

Kepala Bidang Humas Polda Sulteng, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Hari Suprapto, saat dikonfirmasi via telepon mengatakan bahwa pernyataan itu baru pengakuan sepihak. Ia menyarankan untuk melaporkan ke kepolisian jika rekaman pejabat Polda menerima suap itu memang ada.

Terkait isu bahwa Polda Sulteng akan mengeluarkan SP3, Hari pun membantah. Menurutnya, sampai saat ini Polda Sulteng telah mengadakan gelar perkara terkait kasus tambang ilegal di Kabupaten Donggala. Hasil dari gelar perkara tersebut dikoordinasikan dengan pihak Kejaksaan Tinggi.

PT. MAP diprotes masyarakat Batusuya karena melakukan pengangkutan material. Protes dilatari izin PT. MAP yang telah kadaluarsa seperti yang tertuang dalam dokumen IUP Nomor: 188.45/0111/DPE/04. Izin dimulai 15 Januari 2004 dan berakhir 15 Januari 2014. Warga juga tidak ingin lagi wilayahnya dikeruk untuk eksploitasi galian C.

Namun, aktivitas PT. MAP terus berlanjut dengan melakukan eksploitasi dan mengambil material untuk dikirim antar-pulau. Perusahaan ini beralibi mengantongi izin perpanjangan dari Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Donggala Syamsu Alam, selama 6 (enam) bulan.

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,