,

Pasca-Korsup KPK, Pemerintah Se-Kalbar Cabut 116 Izin Usaha Pertambangan

Pemerintah daerah se-Kalimantan Barat akhirnya mencabut 116 izin usaha pertambangan (IUP) pasca-Koordinasi dan Supervisi Bidang Mineral dan Batubara oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dengan demikian, jumlah izin pertambangan per 31 Desember 2014 susut dari 813 menjadi 697 IUP.

Di tingkat Provinsi Kalbar, jumlah total IUP sebelum Korsup Minerba KPK sebanyak 66 IUP. Namun saat ini tersisa 45 IUP. Hingga akhir 2014, Gubernur Kalbar telah mencabut atau menciutkan 21 IUP. Namun demikian, gayung tak bersambut hingga ke level pemerintah kabupaten/kota. Semangat Korsup Minerba terseok-seok di tengah jalan.

Pasalnya, sejak Undang-Undang No 23/2014 tentang Pemerintah Daerah mulai diundangkan pada 2 Oktober 2014, praktis bupati/wali kota tak lagi memiliki kewenangan menerbitkan IUP. Semua kebijakan itu, kini bertumpu di pemerintahan provinsi. Diduga, para bupati/wali kota se-Kalbar hanya mengevaluasi IUP yang ada di wilayahnya hingga Oktober 2014.

Ini terlihat dari Progres Rencana Aksi Korsup atas Pengelolaan Pertambangan Minerba di Kalbar yang dipresentasikan Sekretaris Daerah Kalbar, M Zeet Hamdy Assovie, di Balikpapan, 27 November 2014.

M Zeet dalam laporannya mengatakan, Pemprov Kalbar sudah melakukan upaya-upaya perbaikan di sektor pertambangan minerba. Upaya itu di antaranya dengan menerbitkan surat perintah gubernur kepada bupati dan wali kota se-Kalbar untuk menertibkan IUP, serta memberikan sanksi bagi yang tidak melaksanakan kewajibannya.

Hal lain adalah melaporkan pelaksanaan penataan izin ke KPK dan Dirjen Minerba, mencabut izin yang berada di kawasan hutan konservasi, dan mewajibkan pemegang IUP untuk membayar jaminan reklamasi pasca-tambang.

Selanjutnya, pemerintah juga merekonsiliasi IUP non clear and clean (CnC) se-Kalbar, dan menciutkan wilayah IUP yang masuk kawasan hutan serta mempercepat proses pinjam pakai kawasan hutan. Kemudian, menyelesaikan permasalahan izin yang tumpang tindih IUP dengan komoditas sama dan beda, serta menagih iuran tambang bagi pemegang IUP yang belum membayar (terhutang).

Berdasarkan progres itu pula diketahui pasca-Korsub, Pemkab Ketapang sudah mencabut atau menciutkan 32 dari 147 total IUP. Sedangkan Kabupaten Sintang sebanyak 22 dari 97 IUP, Sanggau 13 dari 105 IUP, Melawi 12 dari 66 IUP, Kapuas Hulu 6 dari 67 IUP, Kayong Utara 6 dari 46 IUP, dan Kabupaten Landak 4 dari 73 IUP. Proses pencabutan IUP itu dilakukan hingga 27 November 2014.

Inilah rekapitulasi Izin Usaha Pertambangan di Kalbar hingga 27 November 2014. Sumber: Pemprov Kalbar
Inilah rekapitulasi Izin Usaha Pertambangan di Kalbar hingga 27 November 2014. Sumber: Pemprov Kalbar

Semangat pasca-Korsup

Direktur Eksekutif Link-Ar Borneo, Agus Sutomo mengapresiasi pencabutan IUP di sejumlah daerah di Kalbar. Namun, dia juga menyoroti ikhwal pencabutan tersebut. “Kita apresiasi upaya itu. Kendati harus dilihat latar belakang pencabutan izinnya. Apakah IUP perusahaan itu dicabut karena sanksi sebuah pelanggaran, atau dikarenakan izinnya sudah habis,” katanya di Pontianak, Sabtu (10/1/2015).

Menurutnya, persoalan pencabutan IUP itu musti dicermati, khususnya yang berkaitan dengan IUP berstatus non clear and clean. “Seperti apa perlakuannya. Kenapa masih ada IUP yang berstatus demikian. Jika perlu waktu mengevaluasi, pemerintah butuh berapa lama. Lalu, kenapa upaya itu tidak dilakukan secara transparan, khususnya di level pemerintah kabupaten/kota,” ucapnya.

Agus Sutomo menegaskan, pemerintah harus tegas dan terbuka mencabut semua izin tambang yang bermasalah di Kalbar, bukan membangun negosiasi baru. Artinya, izin tambang yang sudah kadaluarsa atau bermasalah, jangan sampai digarap lagi hanya dengan mengganti nama perusahaan, akte notaris, dan sebagainya. “Bukan tak menutup kemungkinan semua itu terjadi,” ucapnya.

Berdasarkan penelusuran Mongabay Indonesia, proses pencabutan IUP di tingkat Provinsi Kalbar sudah dilakukan secara terbuka. Hal ini terlihat dari 21 Surat Keputusan Gubernur Kalbar dapat dengan mudah diakses publik. Sembilan SK diteken Gubernur Cornelis pada 11 Juli 2014. Selebihnya pada 31 Desember 2014.

Dari SK itu pula diketahui, perusahaan tambang yang mengajukan surat permohonan pengembalian IUP sudah ada sejak 2011 hingga 2014. Namun, pemerintah baru mencabut izin yang sudah diminta perusahaan dimaksud pasca-Korsup Minerba oleh KPK di Pontianak, Mei 2014 lalu.

Rekapitulasi status izin usaha pertambangan di Kalbar setelah penataan perizinan sesuai amanat Korsup Minerba oleh KPK. Sumber: Pemprov Kalbar
Rekapitulasi status izin usaha pertambangan di Kalbar setelah penataan perizinan sesuai amanat Korsup Minerba oleh KPK. Sumber: Pemprov Kalbar

IUP kewenangan gubernur

Perkumpulan Sahabat Masyarakat Pantai (Sampan) Kalimantan menilai, pencabutan sejumlah IUP oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota se-Kalbar adalah langkah maju dalam proses perbaikan tata kelola hutan dan lahan. “Ini langkah yang sangat baik di sektor pertambangan,” kata Denni Nurdwiansyah, Deputi Direktur Sampan Kalimantan di Pontianak, Senin (12/1/2015).

Menurutnya, Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang mulai berlaku pada 2 Oktober 2014 membawa angin segar bagi penataan izin pertambangan. Salah satu amanat dari undang-undang ini adalah mencabut desentralisasi izin pertambangan. Dengan demikian, segala bentuk perizinan tambang bukan lagi di tangan bupati, melainkan gubernur.

Namun demikian, Denni melihat masih ada celah dalam pelaksanaan amanat UU 23/2014 ini. Di antaranya, belum ada peraturan pemerintah (PP), yang berkaitan dengan petunjuk teknis (Juknis) dari Kemendagri atau Kementerian ESDM.

“Pemerintah provinsi pasti tak tahu kronologi izin yang dikeluarkan oleh bupati. Sehingga perlu jeda waktu untuk mengevaluasinya. Diperkirakan paling lama sekitar dua tahun. Kalau tidak, maka banyak perusahaan yang dicabut izinnya akan mengajukan gugatan ke PTUN,” jelas Denni.

Begini rincian status Izin Usaha Pertambangan di Kalbar setelah penataan perizinan hingga 27 November 2014. Sumber: Pemprov Kalbar
Begini rincian status Izin Usaha Pertambangan di Kalbar setelah penataan perizinan hingga 27 November 2014. Sumber: Pemprov Kalbar

Bentuk tim teknis

Akademisi hukum Universitas Tanjungpura Pontianak, Dr Hermansyah mengatakan pengambilalihan kembali kebijakan di sektor pertambangan, dari semula ditangani bupati ke gubernur adalah hal menarik untuk dikaji. “Artinya, bupati sudah diberi kewenangan mengeluarkan izin pertambangan. Tapi pada kenyataannya, kewenangan itu banyak disalahgunakan,” katanya di Pontianak, Senin (12/1/2015).

Hermansyah mencontohkan banyaknya wilayah pertambangan di Kalbar yang tumpang-tindih dengan sektor lain seperti perkebunan, wilayah kelola masyarakat, bahkan menerobos masuk ke kawasan hutan lindung. “Itu artinya, ada kesemerawutan perizinan tambang selama ditangani bupati.”

Kendati demikian, Hermansyah menilai dalam proses pengambilalihan kebijakan itu, masih menyisakan sederet persoalan hukum. “Bagaimana supaya izin-izin tambang yang sudah dikeluarkan bupati, bisa ditata dengan baik oleh pemerintah provinsi tanpa menimbulkan persoalan hukum yang baru. Saran saya, gubernur harus segera menyikapinya dengan membentuk tim ahli yang bertugas mengkaji secara hukum,” jelasnya.

Sumber: Diolah dari Surat Keputusan Pencabutan Izin Usaha Pertambangan oleh Gubernur Kalbar
Daftar perusahaan tambang yang IUP-nya dicabut. Sumber: Diolah dari Surat Keputusan Pencabutan Izin Usaha Pertambangan oleh Gubernur Kalbar

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,