,

Belajar Menjaga Alam dari Rimba

Sepintak, Betulus, Besigar, Berayat dan Meranggai terlihat asyik menuliskan beberapa  kalimat di selembar kertas karton.  Sepintak sebagai juru tulis, sementara teman-temanya tampak mencoba menyebutkan beberapa gambaran terkait dengan sekolah ramah lingkungan.

Kelima anak rimba ini diundang dalam kunjungan ke beberapa sekolah dalam hajatan Program Sekolah Hijau yang diselenggarakan Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi bekerjasama dengan Balai Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD), Kabupaten Sarolangun, Jambi. Sekolah Hijau, digunakan menamai acara berbagi informasi dan peningkatan kesadaran lingkungan terhadap anak sejak dini.

Kali ini program sekolah hijau mengunjungi SMKN 8 Sarolangun, Jambi yang melibatkan beberapa sekolah tetangganya, diantaranya SMPN Satu atap 12  Sarolangun dan MTS Nurul Huda Bukit Suban, Kecamatan Air Hitam Kabupaten Sarolangun. Ada ratusan murid berkumpul, dan mereka dibagi beberapa kelompok. Masing-masing kelompok diminta menjelaskan gambaran sekolah ramah lingkungan.

Setelah lebih kurang lima belas menit berlalu, Sepintak dan para ketua kelompok  lainnya diwajibkan menjelaskan hasil diskusinya. Sepintak maju pertama kali menyebutkan bahwa di Rimba mereka tidak pernah mengenal sekolah. Mereka belajar bersama di alam,dengan menggoreskan  ranting pohon di atas tanah mereka bisa memulai belajar.

“Bagi kami menjaga satu pohon saja berarti pohon itu akan menjaga seluruh Orang Rimba. Begitupun dengan Sungai, kami mendenda setiap orang yang merusak sungai. Mandi menggunakan sabun dan mencari ikan dengan racun juga merupakan hal pantang bagi kami. Sungai dan hutan menjadi bagian terpenting untuk kehidupan Orang Rimba,” jelasnya

Semua murid bertepuk tangan mendengar penjelasan Sepintak terkait pentingnya arti hutan bagi Orang Rimba. Widya, salah satu siswi XII Akuntansi SMKN 8 Sarolangun menimpali mewujudkan semangat ramah lingkungan di sekolah adalah dengan menunjukkan aksi kita sebagai warga sekolah untuk menjaga lingkungan.

“Kita bisa lakukan aksi kecil saja, misalnya dengan memisahkan sampah organik dan anorganik, menggunakan sepeda sebagai kendaraan yang ramah lingkungan sekaligus menyehatkan, meminimalisir penggunaan kertas, hemat energi dan aksi-aksi kecil lainnya,” imbuhnya.

Aksi penanaman pohon di sekolah sebagai bagian dari Program Sekolah Hijau yang digagas KKI Warsi dan Balai Taman Nasional Bukit Dua Belas, Jambi. Foto : Elviza Diana
Aksi penanaman pohon di sekolah sebagai bagian dari Program Sekolah Hijau yang digagas KKI Warsi dan Balai Taman Nasional Bukit Dua Belas, Jambi. Foto : Elviza Diana

Sejak tahun 2009, diawali dengan menjadikan kantor lapangan KKI WARSI sebagai rumah bermain yang mempertemukan antara anak rimba dan anak desa. Maka terbangunlah kedekatan, yang kemudian berkembang menjadi agenda-agenda penjelajahan ke Taman Nasional Bukit Duabelas hingga menghasilkan sebuah film yang berjudul “Sahabat Rimba”.

Siswanintyas, Koordinator Unit Desa Program Bukit Duabelas KKI WARSI menyebutkan, awalnya hanya ada rombongan anak sekolah yang berada di sekitar kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas ingin mengenal hutan itu seperti apa dan melakukan penjelajahan bersama anak-anak rimba ke kawasan.

“Hanya ada dua sekolah waktu itu, SMAN 3 Merangin dan SMPN Satu Atap Bukit Suban. Mereka mengadakan perjalanan ke kawasan dan mengenal kebudayaan Orang Rimba yang hidup di sana,” katanya.

Melihat minimnya pengetahuan generasi muda akan adanya kawasan TNBD serta pemahaman kebudayaan Orang Rimba yang hidup disana., menginisiasi KKI WARSI membuat sebuah gerakan sadar lingkungan.  Gerakan ini tidak hanya kegiatan fisik, tetapi pada pembangunan mental dan pemahaman.

Kegiatan pendidikan lingkungan hidup yang dikenal dengan istilah sekolah hijau ini terus berkembang, bahkan menggandeng Balai TNBD. “Sudah lebih lima sekolah yang kita kunjungi selama tahun ini, sekolah-sekolah ini yang dekat dan berbatasan langsung dengan kawasan TNBD. Kedepannya bukan hanya kegiatan penanaman pohon dan pengenalan hutan dan Orang Rimba saja, namun akan terbangun kesadaran dan kepedulian dari generasi muda ini,” tambah Siswanintyas yang lebih akrab dipanggil Tyas.

Media Komunikasi Anak Rimba dan Desa

Seringnya konflik  Orang Rimba dan masyarakat desa belakangan ini, semakin membentang jarak antara keduanya. Sekolah hijau juga menjadi media komunikasi antara masyarakat desa dan orang rimba. Dari data yang dihimpun KKI WARSI, setidaknya ada enam konflik melibatkan Orang Rimba dan masyarakat desa sepanjang tahun ini.

Dijelaskan Kristiawan, Koordinator unit Kajian Suku-suku KKI WARSI bahwa hal-hal  terkait dengan pengelolaan sumber daya alam menjadi masalah utama pemicu konflik. “Biasanya masalah sepele, misalnya Orang Rimba mengambil pinang masyarakat desa, atau senggolan motor di jalan, bisa berujung konflik komunitas,” ungkapnya.

Aksi penanaman pohon di sekolah sebagai bagian dari Program Sekolah Hijau yang digagas KKI Warsi dan Balai Taman Nasional Bukit Dua Belas, Jambi. Foto : Elviza Diana
Aksi penanaman pohon di sekolah sebagai bagian dari Program Sekolah Hijau yang digagas KKI Warsi dan Balai Taman Nasional Bukit Dua Belas, Jambi. Foto : Elviza Diana

Pemahaman yang berbeda, serta minimnya komunikasi antara Orang Rimba dan masyarakat desa berujung pada ketidakdekatan antara keduanya.”Dengan adanya pengenalan sejak dini terkait kebudayaan Orang Rimba ini, akan meminimalisir terjadinya konflik. Biasanya masyarakat di sekitar kawasan tidak asing lagi dengan Orang Rimba. Namun tidak pernah terjalin komunikasi yang intensif,” kata Kristiawan.

Program sekolah hijau, menjadi ikon penting dalam rangka antisipasi bersama sekolah dalam menghadapi penurunan kualitas lingkungan hidup. Program ini, juga sebagai bentuk kepedulian dunia pendidikan terhadap permasalahan global, khususnya menjaga dan melestarikan lingkungan sekolah. Kepedulian dunia pendidikan akan terlaksana apabila ada sinergi berbagai pihak, mulai dari lingkungan sekolah sampai tingkat pemerintah daerah dan pemerintah pusat.

Ditambahkan Tyas, bahwa pemerintah pusat bahkan saat ini sudah mencanangkan program Adiwiyata. Program Adiwiyata ini adalah sebagai salah satu strategi pemberian pendidikan lingkungan yang dilakukan pemerintah dengan maksud agar tercipta sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan. Peserta program ini bisa diikuti oleh SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA serta sekolah kejuruan. Program adiwiyata ini merupakan program yang sangat potensi menumbuhkan kesadaran mengenai perlindungan lingkungan hidup.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,