“Di Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah, hampir semua perusahaan perkebunan sawit bermasalah”
Demikian keterangan Terhar, Sekretaris Tim Sengketa Lahan Pemerintah Daerah Morowali Utara, kepada Mongabay, Senin, (26/01/2015). Tim Sengketa Lahan ini merupakan tim yang dibentuk Pemerintah Morowali Utara guna menangani konflik perusahaan sawit dengan masyarakat dan segala permasalahannya.
Menurut Terhar, ekspansi perkebunan sawit selalu diikuti dengan peningkatan jumlah permasalahan di tingkat bawah.
Sebut saja, PTPN XIV di Kecamatan Mori Utara dan Mori Atas, baik dengan masyarakat maupun dengan perusahaan perkebunan lain, yang masih menyisakan berbagai permasalahan. Mulai dari tumpang tindih hak guna usaha (HGU) PTPN XIV dengan ijin lokasi PT. Rimbunan Alam Sentosa (PT. RAS), hingga kecurigaan warga Desa Lee, Kecamatan Mori Atas, terhadap prosedur mendapatkan sertifikat HGU yang dianggap tidak sesuai dengan aturan perundang-undangan. Sebab, warga tidak pernah menyerahkan sertifikat tanah namun sudah di HGU-kan. Padahal status kepemilikan itu milik warga setempat.
“Permasalahannya masih diselesaikan di level top manejemen,” kata Terhar yang juga menjabat pelaksana tugas Kepala Kesbang Pol dan Polisi Pamong Praja Morowali Utara.
Contoh lain, PT. Karunia Alam Makmur (KAM), salah satu perusahaan yang beroperasi di Kecamatan Mamosalato, Kabupaten Morowali Utara yang menguasai lahan sekitar 15.000 hektar. Di salah satu desanya, ada masalah antara masyarakat dengan pihak perusahaan. Perusahaan itu mendapat izin dari Bupati Anwar Hafid, ketika masih menjadi bagian dari kabupaten induk di Morowali.
Terhar menjelaskan, setiap perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Morowali Utara memiliki permasalahan yang variatif dengan tingkat kerumitan yang berbeda. Di antaranya PT. Kurnia Luwuk Sejati (PT. KLS), PT. Sinar Mas, PT. Sinar Gemilang, PTPN XIV, serta tiga perusahaan di bawah payung PT. Astra Agro Lestari, yakni PT. Cipta Agro Nusantara (PT. CAN), PT. Agro Nusa Abadi (PT. ANA), dan PT. Rimbunan Alam Sentosa (RAS).
Menurut Terhar, respon atas permasalahan sudah dilakukan, namun belum terlaksana pada tahap realisasi. Seperti lahan PT. Sinar Mas yang dikelola anak perusahaannya PT. Timur Jaya Indoberkah. Hingga selesai lahan plasmanya, belum juga diserahkan kepada warga.
Ia menambahkan, permasalahan yang rumit terjadi di perkebunan sawit PT. ANA. Pasalnya, dalam satu hektar lahan terdapat 5 sampai 6 surat keterangan penguasaan tanah (SKPT) milik masyarakat. Sehingga, data berdasarkan luasan SKPT mencapai 12.000-an hektar. Sementara, luasan yang tertanami kurang lebih 7.000-an hektar. Sampai detik ini, katanya, sejak PT. ANA mengantongi ijin lokasi dari tahun 2006, belum ada konversi kepada masyarakat di enam desa lingkar sawit itu.
Begitu juga dengan PT. CAN yang memiliki wilayah perkebunan di daerah bekas konflik Poso tahun 1998 yakni di Kecamatan Lembo Raya. “Pemerintah daerah tentu saja mengambil langkah berbeda, terhadap permasalahan yang dihadapi,” kata Terhar.
Agus Batulapa, salah seorang warga di Desa Molino, Kecamatan Petasia Timur, yang merupakan desa lingkar sawit PT. ANA, berharap permasalahan yang terjadi segera diselesaikan. “Kami ingin, persoalan perusahaan sawit di Kabupaten Morowali Utara cepat dituntaskan. Kami lelah terus berkonflik,” ujarnya.
Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio